Hubungan Akmal dan Helsa semakin hari membuat banyak orang iri dan cemburu, semenjak mendapat izin dari Yuda, Akmal benar-benar memegang amanah itu. Walaupun Renata tidak menyukainya, Akmal tetap pada pendiriannya untuk terus bersama gadis itu.
Waktu terus berlalu, dan sampailah pada hari yang sangat tidak disukai Helsa. Dilihat dari pelukan yang begitu erat seakan tidak ingin melepas, hari ini Akmal resmi dikeluarkan dari sekolah. Gadis bersurai panjang itu tampak sedih. Hari-hari di sekolah akan terasa berbeda bagi Helsa dengan tidak adanya Akmal.
"Nggak usah sedih." Akmal mengusap wajah murung Helsa, mencapit hidung mancung yang menjadi favoritnya.
Helsa mengurai pelukan, "Kenapa nggak minta di skors aja sih?!"
"Kan aku udah bilang ini emang udah jalannya," pungkas Akmal.
Dia menarik Helsa ke dalam pelukannya, lalu dikecupnya kening gadis itu. Seakan tidak peduli dengan banyaknya murid di parkiran sekolah, Akmal terus melakukan itu berulang kali.
Satu sekolah juga tahu dengan pasangan ini, yang kalau pacaran tidak memandang tempat. Bahkan sebagian guru sudah mengetahui hubungan mereka. Akmal bahkan sering curhat tentang Helsa pada guru Agama mereka.
"Finally ya, Ray. Nggak ada yang ngebucin lagi," kata Bella pada Ranaya, menyindir pasangan kekasih itu.
"Setidaknya nggak ngerepotin gue lagi," sarkas Ranaya.
"Tetap lo harus jagain cewek gue, Ray," celetuk Akmal.
"24/7," jawabnya.
"Diandra sama yang lain kemana?" tanya Helsa.
"Diandra lagi ngebucin sama Kevin," jawab Bella.
"Bentar lagi juga putus," sarkas Akmal membuat ketiga gadis itu menoleh padanya penuh intimidasi.
"Nggak usah lihatin kayak gitu, bilang sama Diandra, jangan terlalu pakai perasaan," ujar Akmal.
"Kamu mah bukan mendukung, Al."
Akmal tahu persis bagaimana karakter teman-temannya, salah satu yang paling diakui dalam percintaan adalah Arjun, lelaki yang satu itu tipe cowok setia. Tapi, sampai saat ini dia masih sendiri, entah siapa gadis yang dia suka.
Sepulang sekolah, Helsa tidak langsung ke rumah. Mereka menghabiskan waktu bersama di rumah Akmal, hanya berdua. Sebelumnya mereka menyempatkan diri berkunjung ke supermarket, belanja bahan makanan untuk masak bersama. Hal ini sudah mereka lakukan terus-terusan, kalau kata Akmal latihan buat rumah tangga mereka.
"Tumben kulkas kamu kosong? Biasanya penuh," tanya Helsa saat membuka lemari pendingin itu di rumah kekasihnya.
"Males aja akhir-akhir ini," kata Akmal. Biasanya Akmal selalu punya stok sayuran, daging, dan juga ikan. Pemuda itu sudah dibiasakan makan masakan rumah oleh tantenya.
"Sa," panggil Akmal.
"Apa?" sahutnya, Helsa masih sibuk menata sayuran dan buah ke kulkas.
"Kalau kita nikah muda asyik kali ya?! Pulang sekolah masak bareng, mandi bareng."
Helsa tergelak mendengar haluan Akmal. Kekasihnya ini selalu punya mimpi seperti ini, hampir setiap saat membicarakan perihal pernikahan. Dia pikir nikah muda enak? Enak sih, but banyak hal yang harus dipelajari sebelum ke jenjang yang serius.
"Otak mesum," tanda Helsa.
"Tapi, kalau sama aku, kamu mau kan?!" goda Akmal, jaraknya sudah dekat dengan Helsa.
"Apa sih? Jangan macem-macem, aku lagi pegang pisau."
"Dih, mukanya merah gitu." Akmal tertawa mendapati wajah Helsa yang merah berseri, pemuda itu memang paling suka menggoda kekasihnya.
Suasana di dapur tampak ramai, padahal hanya berdua. Rasa bahagia yang Akmal dapatkan bersama Helsa tidak pernah didapatkan dari keluarganya, itulah kenapa Akmal selalu mengatakan bahwa Helsa adalah dunianya.
Akmal tidak bisa tanpa gadis itu, Akmal tidak bisa menemukan sosok seperti Helsa pada perempuan lain. Apapun bisa ditukarkan di dunia ini, tapi tidak dengan Helsa. Akmal mencintai Helsa.
***
"Nginep aja, yuk. Kan besok pagi kita bisa ke rumah kamu dulu, buat ambil seragam." Rengek Akmal yang tertidur di pangkuan Helsa.
Ini sudah jam tujuh malam, Akmal belum membolehkan Helsa pulang. Katanya masih rindu. Apa banget si Akmal.
"Nggak ah. Lagian besok kan kamu udah harus masuk sekolah baru, aku nggak mau kamu telat."
"Alasannya pas banget ya?!" sinis Akmal.
Helsa tersenyum menampilkan deretan gigi putih nan rapih.
"Sa, aku punya hot news," ujar Akmal, " bungkukin dikit badan kamu, biar aku bisik."
"Hanya kita berdua ini, Al. Kenapa pake bisik segala?!" protes Helsa.
"Takut jin disini dengar," sebutnya pelan.
"Mana ada? Kamu mau modus kan?" selidik Helsa dengan mata yang memicing.
"Ngapain aku modus, langsung aku sosor juga bisa."
"Nah kan, beneran kamu mau modus." Kesal Helsa.
Akmal bangun dari tidurnya, duduk bersilah di atas sofa berhadapan dengan kekasihnya.
Tidak menunggu persetujuan dari Helsa, pemuda itu lantas mencium bibir ranum kekasihnya lalu disusul gigitan kecil di sana.
Akmal mengalungkan tangan Helsa pada lehernya, ciuman yang perlahan lembut terasa menuntut. Hingga akhirnya Helsa berbaring pada sofa dan Akmal menindihnya diatas. Ciuman yang berlangsung lama, mereka sama-sama menikmati itu.
Pasokan udara terasa kosong, Helsa memukul dada bidang pemuda itu karena Akmal benar-benar tidak melepaskan ciumannya.
"Hahh..." Helsa bernafas lega dengan wajah yang memerah, Akmal masih dalam posisinya.
Pandangan Akmal tidak lepas dari netra hitam yang seakan membiusnya. Gila, ini benar-benar gila. Akmal jatuh cinta pada gadis yang pernah jadi bahan taruhannya bersama teman-teman gilanya itu.
"I love you so much," ucap Akmal bersungguh-sungguh.
Sepertinya Akmal akan gila jika tidak bersama kekasihnya. Helsa adalah segalanya. Ia akan memperjuangkan gadisnya sampai kapanpun.
Helsa memandang jalanan rumahnya dari atas balkon kamar, ditemani segelas coklat hangat gadis itu menikmati dinginnya hujan malam ini.Satu bulan sudah Akmal pindah ke SMA Diaksa, dan selama itu juga Akmal tidak pernah menjemputnya. Akmal juga hanya membalas sangat singkat chat darinya.Apa mungkin Akmal sedang sakit?Helsa mendengus pelan, dia merindukan kekasihnya. Bahkan untuk berbicara via ponsel saja susah. Memang selama satu bulan ini pemuda itu disibukkan dengan latihan futsal karena September nanti akan ada pertandingan antar sekolah Menengah Atas.Entah bagaimana bisa kekasihnya sudah tergabung dalam team futsal sekolah barunya.Saat hendak masuk kembali ke kamarnya, suara klakson motor yang sangat dikenali menyeruak ke telinganya. Helsa memandang ke arah gerbang rumah, dan benar saja pemuda itu disana.Akmal basah-basahan diluar sana. Apa dia tidak memiliki mantel hujan?Terlihat pemuda itu melambaikan tangan pada Helsa. Den
Hari senin adalah hari malas-malasan bagi kebanyakan orang. Salah satunya adalah Helsa. Hari ini juga ia harus terlambat masuk sekolah dikarenakan pacarnya yang menjemput terlambat. Tidak mengikuti apel bendera, dan sebagai imbasnya tidak mengikuti jam pertama pelajaran. Helsa harus kemana jika seperti ini? Oh jelas saja ia harus ke perpustakaan, untuk apa berkeliaran di halaman sekolah disaat jam pelajaran seperti ini. Apalagi guru piket hari ini adalah pak Darwin. Perpustakaan sangat sepi, hanya ada salah satu stafnya yang sedang berjaga. Gadis itu berjalan menyusuri setiap baris rak buku yang menjulang tinggi, mencari novel yang bagus untuk dibaca. Helsa memang suka membaca novel. Satu novel bergenre fantasi sudah ada ditangannya, Helsa mengambil tempat dekat sudut perpustakaan. Gadis itu tampak sekali larut dalam bacaannya, sampai sebuah tangan menyodorkan coklat diatas lembaran novel. Dia cukup terkejut mendapati siapa pemilik coklat tersebut. Ja
Benci. Satu kata yang menggambarkan perasaannya beberapa tahun ini. Pandangan itu tidak luput dari gadis dihadapannya, seolah ingin menerkam sekarang juga. Senyum itu bukan yang diinginkannya, kebahagian tidak boleh gadis itu rasakan. Selalu berdecih jijik dalam diam setiap kali melihat kemesraan mereka.Suasana kantin SMA Harapan hari ini jauh dari kata ramai, jam istirahat sudah berjalan lima menit. Helsa dan kelima sahabatnya sudah asyik bercanda di kantin sembari menunggu bakmi pesanan mereka."Semalam Akmal ke rumah gue, Sa," ujar Bella."Ngapain?" dahinya mengkerut, Helsa ingin tahu."Dia mau jemput lo, cuma datangnya telat.""Oh gitu. Nggak sekolah dia hari ini," kata Helsa sembari menyeruput orange jus milik Ranaya.
Semenjak hari kemarin saat Helsa kehujanan di jalan, Akmal tidak pernah absen untuk pergi dan pulang bersama pacarnya, meskipun jam pulang dua sekolah itu sedikit berbeda, tidak pernah cowok itu melewati tugasnya.SMA Diaksa masih sepi, beberapa murid baru berdatangan. Parkiran sekolah pun sama sepinya seperti hati author. Saat hendak keluar dari sana, tangan halus mencekal pergelangan tangannya. Akmal tersentak saat mendapati Rania di belakangnya."Gue minta nomor ponsel lo," kata Rania dengan gaya angkuhnya."Mau ngapain?" sikap Akmal sangat dingin, dia tidak suka dengan perempuan agresif seperti Rania. Sejak malam pertemuan pertama mereka, Akmal selalu berjaga-jaga.Rania tersenyum jenaka, "mau pacaran.""Sinting." Akmal m
Perpustakaan SMA Harapan siang itu sangat sepi. Biasanya akan sangat ramai saat jam istirahat seperti ini. Setelah selesai makan, Helsa berpamitan pada sahabat-sahabatnya untuk ke sini. Seperti biasa, novel yang ia baca tempo hari belum selesai. Di setiap lorong yang disekat rak buku itu Helsa tidak menjumpai novel itu, padahal sudah disimpan pada tempatnya. Dengan berat hati, gadis itu membatalkan acar bacanya. Namun seseorang datang dan memberikan novel itu. "Lo suka novel bergenre fantasi?" tanya Dito. Ardito. Kenapa Helsa harus berhadapan lagi dengan dia? Dua hari yang lalu, Dito menitipkan tas Helsa pada Bella. Meskipun satu sekolah, Helsa tidak ingin bertemu dengan sosok yang satu ini. Gadis itu takut kalau sewaktu-waktu Akmal mengetahui keberadaan mantan pacarnya ini, apalagi Helsa tidak pernah menceritaka
Pagi sekali Akmal menjemput Helsa di rumah, seperti biasa mereka selalu berangkat bersama. Dalam perjalanan, hanya ada keheningan. Helsa dengan pikirannya, dan Akmal pun seperti itu, dia masih memikirkan perihal laki-laki yang membuat pacarnya menangis. "Al, kata Arjun, pembukaan piala bergilir Diaksa nanti sekolah kamu dan sekolah aku lawan ya?" tanya Helsa memecahkan keheningan. "Iya, futsal sama basket. Kamu nonton kan?" sahut Akmal. "Kalau aku nonton futsal, aku jadi dilema harus dukung siapa. Team yang satunya sekolah aku, yang satunya lagi ada pacar aku." Akmal terkekeh, "dukung sekolah kamu aja." "Kamu nggak apa-apa kalau nanti aku teriakin namanya Arjun atau yang lainnya?" tanya Helsa.
"HAPPY BIRTHDAY ECHA!!!" Suasana tengah malam ini begitu riuh di dalam kamarnya. Helsa yang memang belum tidur dibuat terkejut dengan kedatangan kelima sahabatnya, dan juga orang tuanya. Kedatangan Yuda dan Renata tidak diketahuinya. Helsa tertawa sembari menangis melihat kejutan yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Masalahnya dengan Akmal yang sudah tidak bertemu selama lima hari ini membuatnya sampai lupa bahwa hari ini ia berulang tahun. 05 Agustus. Hari kelahirannya, hari ini gadis itu memasuki usia ke tujuh belas tahun. Kedatangan mereka membuat Helsa merasa lebih baik. "Kok nangis anak Papa? Ayo dong kasih permohonan dan tiup lilinnya," ujar Yuda menyemangati peri kecilnya yang sudah beranjak remaja. Mengusa
"Nanti malam aku ke rumah," ujar Akmal. Tangannya mengusap lembut pipi Helsa, "masih sakit, hm?" tanya Akmal. Helsa tersenyum, meraih tangan kekar itu dari pipinya, "udah mendingan kok. Kamu habis dari sini mau kemana?" tayanya. "Ke rumah tante Dilah lagi. Urusan sprei di kamar tadi belum kelar," jawab Akmal. "Kenapa tadi pas mandi nggak sekalian sih, kan harus kamu sendiri." "Tidak masalah, sayang. " "Ya udah, aku langsung masuk," kata Helsa. Sebelum melepas Helsa masuk ke rumah, cowok itu menyempatkan diri mengecup kening gadisnya. Hal itu membuat keduanya mendapat tatapan kagum dari beberapa orang yang lewat di jalanan komplek perumahan. Sangat romantis.