Share

BAB 7

Hubungan Akmal dan Helsa semakin hari membuat banyak orang iri dan cemburu, semenjak mendapat izin dari Yuda, Akmal benar-benar memegang amanah itu. Walaupun Renata tidak menyukainya, Akmal tetap pada pendiriannya untuk terus bersama gadis itu.

Waktu terus berlalu, dan sampailah pada hari yang sangat tidak disukai Helsa. Dilihat dari pelukan yang begitu erat seakan tidak ingin melepas, hari ini Akmal resmi dikeluarkan dari sekolah. Gadis bersurai panjang itu tampak sedih. Hari-hari di sekolah akan terasa berbeda bagi Helsa dengan tidak adanya Akmal.

"Nggak usah sedih." Akmal mengusap wajah murung Helsa, mencapit hidung mancung yang menjadi favoritnya.

Helsa mengurai pelukan, "Kenapa nggak minta di skors aja sih?!"

"Kan aku udah bilang ini emang udah jalannya," pungkas Akmal.

Dia menarik Helsa ke dalam pelukannya, lalu dikecupnya kening gadis itu. Seakan tidak peduli dengan banyaknya murid di parkiran sekolah, Akmal terus melakukan itu berulang kali.

Satu sekolah juga tahu dengan pasangan ini, yang kalau pacaran tidak memandang tempat. Bahkan sebagian guru sudah mengetahui hubungan mereka. Akmal bahkan sering curhat tentang Helsa pada guru Agama mereka.

"Finally ya, Ray. Nggak ada yang ngebucin lagi," kata Bella pada Ranaya, menyindir pasangan kekasih itu.

"Setidaknya nggak ngerepotin gue lagi," sarkas Ranaya.

"Tetap lo harus jagain cewek gue, Ray," celetuk Akmal.

"24/7," jawabnya.

"Diandra sama yang lain kemana?" tanya Helsa.

"Diandra lagi ngebucin sama Kevin," jawab Bella.

"Bentar lagi juga putus," sarkas Akmal membuat ketiga gadis itu menoleh padanya penuh intimidasi.

"Nggak usah lihatin kayak gitu, bilang sama Diandra, jangan terlalu pakai perasaan," ujar Akmal.

"Kamu mah bukan mendukung, Al."

Akmal tahu persis bagaimana karakter teman-temannya, salah satu yang paling diakui dalam percintaan adalah Arjun, lelaki yang satu itu tipe cowok setia. Tapi, sampai saat ini dia masih sendiri, entah siapa gadis yang dia suka.

Sepulang sekolah, Helsa tidak langsung ke rumah. Mereka menghabiskan waktu bersama di rumah Akmal, hanya berdua. Sebelumnya mereka menyempatkan diri berkunjung ke supermarket, belanja bahan makanan untuk masak bersama. Hal ini sudah mereka lakukan terus-terusan, kalau kata Akmal latihan buat rumah tangga mereka.

"Tumben kulkas kamu kosong? Biasanya penuh," tanya Helsa saat membuka lemari pendingin itu di rumah kekasihnya.

"Males aja akhir-akhir ini," kata Akmal. Biasanya Akmal selalu punya stok sayuran, daging, dan juga ikan. Pemuda itu sudah dibiasakan makan masakan rumah oleh tantenya.

"Sa," panggil Akmal.

"Apa?" sahutnya, Helsa masih sibuk menata sayuran dan buah ke kulkas.

"Kalau kita nikah muda asyik kali ya?! Pulang sekolah masak bareng, mandi bareng."

Helsa tergelak mendengar haluan Akmal. Kekasihnya ini selalu punya mimpi seperti ini, hampir setiap saat membicarakan perihal pernikahan. Dia pikir nikah muda enak? Enak sih, but banyak hal yang harus dipelajari sebelum ke jenjang yang serius.

"Otak mesum," tanda Helsa.

"Tapi, kalau sama aku, kamu mau kan?!" goda Akmal, jaraknya sudah dekat dengan Helsa.

"Apa sih? Jangan macem-macem, aku lagi pegang pisau."

"Dih, mukanya merah gitu." Akmal tertawa mendapati wajah Helsa yang merah berseri, pemuda itu memang paling suka menggoda kekasihnya.

Suasana di dapur tampak ramai, padahal hanya  berdua. Rasa bahagia yang Akmal dapatkan bersama Helsa tidak pernah didapatkan dari keluarganya,  itulah kenapa Akmal selalu mengatakan bahwa Helsa adalah dunianya.

Akmal tidak bisa tanpa gadis itu, Akmal tidak bisa menemukan sosok seperti Helsa pada perempuan lain. Apapun bisa ditukarkan di dunia ini, tapi tidak dengan Helsa. Akmal mencintai Helsa.

***

"Nginep aja, yuk. Kan besok pagi kita bisa ke rumah kamu dulu, buat ambil seragam." Rengek Akmal yang tertidur di pangkuan Helsa.

Ini sudah jam tujuh malam, Akmal belum membolehkan Helsa pulang. Katanya masih rindu.  Apa banget si Akmal.

"Nggak ah. Lagian besok kan kamu udah harus masuk sekolah baru, aku nggak mau kamu telat."

"Alasannya pas banget ya?!" sinis Akmal.

Helsa tersenyum menampilkan deretan gigi putih nan  rapih.

"Sa, aku punya hot news," ujar Akmal, " bungkukin dikit badan kamu, biar aku bisik."

"Hanya kita berdua ini, Al. Kenapa pake bisik segala?!" protes Helsa.

"Takut jin disini dengar," sebutnya pelan.

"Mana ada? Kamu mau modus kan?" selidik Helsa dengan mata yang memicing.

"Ngapain aku modus, langsung aku sosor juga bisa."

"Nah kan, beneran kamu mau modus." Kesal Helsa.

Akmal bangun dari tidurnya, duduk bersilah  di atas sofa  berhadapan dengan kekasihnya.

Tidak menunggu persetujuan dari Helsa, pemuda itu lantas mencium bibir ranum kekasihnya lalu disusul gigitan kecil di sana.

Akmal mengalungkan tangan Helsa pada lehernya, ciuman yang perlahan lembut terasa menuntut. Hingga akhirnya Helsa berbaring pada sofa dan Akmal menindihnya diatas. Ciuman yang berlangsung lama, mereka sama-sama menikmati itu.

Pasokan udara terasa kosong, Helsa memukul dada bidang pemuda itu karena Akmal benar-benar tidak melepaskan ciumannya.

"Hahh..." Helsa bernafas lega dengan wajah yang memerah, Akmal masih dalam posisinya.

Pandangan Akmal tidak lepas dari netra hitam yang seakan membiusnya. Gila, ini benar-benar gila. Akmal jatuh cinta pada gadis yang pernah jadi bahan taruhannya bersama teman-teman gilanya itu.

"I love you so much," ucap Akmal bersungguh-sungguh.

Sepertinya Akmal akan gila jika tidak bersama kekasihnya. Helsa adalah segalanya. Ia akan memperjuangkan gadisnya sampai kapanpun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status