Share

7. Rumi yang Memutuskan

Langkah Dandi memelan, saat menghidu aroma yang hampir tidak pernah ada di rumahnya. Aroma masakan, yang seketika itu juga membuat perutnya bergejolak.

Rumi!

Apa gadis itu tengah memasak di rumahnya saat ini?

Namun, darimana Rumi mendapatkan semua bahan, karena Dandi sama sekali tidak memiliki apa pun untuk di masak. Karena itulah, Dandi bergegas mempercepat langkahnya menuruni tangga dan langsung menuju dapur.

“Ehm!” Ternyata benar, Rumi saat ini tengah berdiri di depan kompor dan tengah berhadapan dengan sebuah wajan berukuran sedang. Namun, apa yang sedang dimasak Rumi saat ini? Dan apa yang sedang diolah gadis itu, sehingga aroma yang menyebar di area rumahnya sungguh membuat perut Dandi melontarkan protesnya. “Rumi!”

“Oh!” Rumi menoleh sebentar, lalu kembali fokus pada wajan kecilnya. “Mas Dandi sudah bangun?”

“Kamu tadi keluar?” Dandi menarik kursi di meja makan yang hanya berjarak sekitar tiga meter dari tempat Rumi berdiri. Ia berasumsi, Rumi pergi ke minimarket di sekitar komplek perumahannya dan membeli sesuatu untuk di masak.

“Nggak.” Rumi mematikan kompor, kemudian mengambil dua buah mangkuk dari lemari kitchen set yang menggantung di atas. “Tadi waktu Mas Dandi tidur, mamanya mas Dandi nelpon terus ngirimin bahan makanan buat dimasak.”

“Mamaku? Nelpon kamu?” Ternyata, kedua wanita itu sudah saling bertukar nomor ponsel. Yang bisa Dandi harapkan saat ini hanyalah tentang keberadaan Alpha dan kondisi pria itu saat ini, agar Rumi bisa segera pergi dari rumahnya.

“Iya.” Rumi mengangguk sambil menuang bakmi buatannya secara perlahan ke dalam mangkuk, satu per satu. “Tante Tya bilang kalau ada orang yang otewe ke sini ngantar bahan makanan. Habis saya terima, langsung saya masak.”

“Oh …” Dandi tidak bisa berkomentar lebih banyak lagi. Dari aromanya saja, perut Dandi sudah sangat tidak sabar untuk mencicipi masakan Rumi. Entah apa yang gadis itu masak, setelah sang mama mengirimkan Dandi bahan makanan.

“Tadi dikirim banyak, sih, Mas. Macem-macem,” lanjut Rumi masih menuang masakannya ke dalam mangkuk. “Tapi karena sudah sore, jadi saya buatin bakmi seafood aja biar cepat. Oia, Mas Dandi mau ditambahin telur nggak? Telur mata sapi atau dadar, gitu?”

“Dadar boleh deh.”

“Oke, tunggu bentar, ya, Mas.” Setelah selesai menuang bakmi di kedua mangkuk, Rumi segera mengambil sebuah wajah kecil anti lengket dan meletakkan di atas tungku. Sembari mempersiapkan semuanya, Rumi kembali mengoceh agar tidak ada kecanggungan di antara mereka. “Barang-barang dapurnya Mas Dandi lengkap, ya, tapi, kok, kelihatan baru semua? Kayak nggak pernah dipake?”

“Memang nggak pernah dipake.” Dandi mengendik dan memutuskan untuk menghampiri Rumi, yang masih sibuk dengan telur dan kompornya. Aroma bakmi yang baru saja dibuat oleh Rumi sungguh membuatnya tidak tahan dan ingin segera menyantapnya. “Semua barang-barang di rumah ini, mama yang beli. Padahal aku nggak pernah masak, tapi tetap aja dibelikan.”

“Oooh …” Pantas saja semua barang-barang dapur di rumah Dandi masih terlihat mulus. Tidak ada goresan barang sedikit pun. “Kala gi …” Rumi terdiam ketika mendengar bel rumah berbunyi. “Ada orang di luar, biar sa—”

“Kamu tunggu di sini,” putus Dandi lalu menghela karena harus menunda untuk mengisi perutnya. Padahal, isi mangkuk yang baru saja dilihatnya benar-benar sangat menggugah selera. Namun, karena sepertinya ada tamu yang tidak diundang, maka Dandi mau tidak mau harus pergi melihatnya terlebih dahulu.

Sesampainya di luar, Dandi memicing sembari berjalan menuju pagarnya. Untuk pria itu mendatangi rumahnya?

Rafa!

Pria itu pasti mengetahui alamat Dandi dari Qai. Jangan-jangan, Rafa datang untuk bertemu dengan Rumi, karena pria itu sudah mendapatkan kabar mengenai Alpha.

“Sore, Dan,” sapa Rafa lebih dulu ketika melihat Dandi menghampirinya. “Aku minta alamatmu dari Qai.”

“Sore.” Dandi membuka gembok pagar dengan membawa perasaan yang tidak mengenakkan. Entah mengapa, kehadiran Rafa di rumah sore ini sedikit mengusiknya. “Ada kabar dari Alpha?” tebak Dandi tetap santai.

“Ya!” Rafa menarik napas panjang, saat mengingat pertemuan yang tidak menyenangkan dengan Alpha. “Rumi …”

“Rumi di dapur.” Dandi membukakan pagar dan mempersilakan Rafa untuk masuk. “Dia baru masak bakmi seafood, tapi cuma dua porsi.” Untuk dua kata terakhir, Dandi sengaja mengucapkannya dengan penuh penekanan.

Rafa mengangguk dan tidak terlalu mempermasalahkan ucapan Dandi. Yang ada di pikiran Rafa saat ini hanya Rumi. Ia ingin bicara panjang lebar dengan gadis itu tetapi hanya empat mata. Tanpa kehadiran Dandi di antara mereka.

“Aku mau ajak Rumi keluar,” ujar Rafa saat Dandi sudah menutup pagar dan berjalan di sampingnya. “Ada yang harus kami bicarakan empat mata dan—”

“Silakan bicara di sini.” Dandi segera menyela, karena tidak menyukai hal yang baru saja diucapkan Rafa. “Kalian bisa bicara di ruang tamu dan aku mau makan di belakang.”

“Dan—”

“Rumi jadi tanggung jawabku sekarang.” Dandi kembali menyela. “Jadi, selama dia tinggal di rumah ini, semua yang berkaitan tentang Rumi harus ada dalam pengawasanku.”

Rafa tersenyum miring, lalu melepas tawa kecil. Instingnya sebagai seorang pria mengatakan, Dandi mulai menunjukkan satu tanda keposesifannya atas diri Rumi. Dandi tidak salah dan pria itu berhak melakukannya. Namun, kali ini Rafa tidak akan melepaskan kesempatan keduanya untuk bisa mendapatkan Rumi.

Dahulu kala, Rafa sudah tertipu atas permainan Qai dan Rumi yang menyatakan keduanya menjalin sebuah “hubungan” tanpa status dalam diam. Akan tetapi, tidak kali ini karena Rafa sudah berbicara beberapa hal mengenai Dandi dan Rumi dengan Qai pagi tadi.

Situasinya memang tidak mudah bagi Rafa karena sudah memiliki seorang istri. Akan tetapi, Rafa akan mempertimbangkan ucapan sang ibu mertua, yang pernah memintanya untuk membatalkan pernikahan mereka karena kondisi Hera.

“Biarkan Rumi yang memutuskan.” Rafa tidak ingin gegabah dan harus lebih hati-hati lagi dalam bertindak. Saat ini, Rafa tidak sedang ingin mencari musuh, terlebih jika itu dari pihak keluarga Sebastian. Terebih, ketika Rafa sudah mengenal Jaya dengan baik. “Karena, meskipun dia tinggal di sini, Rumi tetap punya hak untuk memutuskan sesuatu tentang dirinya sendiri. Jadi, tolong panggilkan Rumi dan biar dia yang memutuskan mau ikut aku, atau tetap di ada di sini sama kamu.”

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
udahlah mending sama Dandy aja kamu Rumi tapi kasihan juga Rafa
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
mending Rumi sama Dandy aja. biar gk dianggep pelakor lagi.
goodnovel comment avatar
Reni
Aku sih berharap Rumi sm Dandy aja, lucu gitu, chemistrynya dapat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status