Home / Romansa / Accidentally Married / 7. Rumi yang Memutuskan

Share

7. Rumi yang Memutuskan

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2023-11-27 08:46:58

Langkah Dandi memelan, saat menghidu aroma yang hampir tidak pernah ada di rumahnya. Aroma masakan, yang seketika itu juga membuat perutnya bergejolak.

Rumi!

Apa gadis itu tengah memasak di rumahnya saat ini?

Namun, darimana Rumi mendapatkan semua bahan, karena Dandi sama sekali tidak memiliki apa pun untuk di masak. Karena itulah, Dandi bergegas mempercepat langkahnya menuruni tangga dan langsung menuju dapur.

“Ehm!” Ternyata benar, Rumi saat ini tengah berdiri di depan kompor dan tengah berhadapan dengan sebuah wajan berukuran sedang. Namun, apa yang sedang dimasak Rumi saat ini? Dan apa yang sedang diolah gadis itu, sehingga aroma yang menyebar di area rumahnya sungguh membuat perut Dandi melontarkan protesnya. “Rumi!”

“Oh!” Rumi menoleh sebentar, lalu kembali fokus pada wajan kecilnya. “Mas Dandi sudah bangun?”

“Kamu tadi keluar?” Dandi menarik kursi di meja makan yang hanya berjarak sekitar tiga meter dari tempat Rumi berdiri. Ia berasumsi, Rumi pergi ke minimarket di sekitar komplek perumahannya dan membeli sesuatu untuk di masak.

“Nggak.” Rumi mematikan kompor, kemudian mengambil dua buah mangkuk dari lemari kitchen set yang menggantung di atas. “Tadi waktu Mas Dandi tidur, mamanya mas Dandi nelpon terus ngirimin bahan makanan buat dimasak.”

“Mamaku? Nelpon kamu?” Ternyata, kedua wanita itu sudah saling bertukar nomor ponsel. Yang bisa Dandi harapkan saat ini hanyalah tentang keberadaan Alpha dan kondisi pria itu saat ini, agar Rumi bisa segera pergi dari rumahnya.

“Iya.” Rumi mengangguk sambil menuang bakmi buatannya secara perlahan ke dalam mangkuk, satu per satu. “Tante Tya bilang kalau ada orang yang otewe ke sini ngantar bahan makanan. Habis saya terima, langsung saya masak.”

“Oh …” Dandi tidak bisa berkomentar lebih banyak lagi. Dari aromanya saja, perut Dandi sudah sangat tidak sabar untuk mencicipi masakan Rumi. Entah apa yang gadis itu masak, setelah sang mama mengirimkan Dandi bahan makanan.

“Tadi dikirim banyak, sih, Mas. Macem-macem,” lanjut Rumi masih menuang masakannya ke dalam mangkuk. “Tapi karena sudah sore, jadi saya buatin bakmi seafood aja biar cepat. Oia, Mas Dandi mau ditambahin telur nggak? Telur mata sapi atau dadar, gitu?”

“Dadar boleh deh.”

“Oke, tunggu bentar, ya, Mas.” Setelah selesai menuang bakmi di kedua mangkuk, Rumi segera mengambil sebuah wajah kecil anti lengket dan meletakkan di atas tungku. Sembari mempersiapkan semuanya, Rumi kembali mengoceh agar tidak ada kecanggungan di antara mereka. “Barang-barang dapurnya Mas Dandi lengkap, ya, tapi, kok, kelihatan baru semua? Kayak nggak pernah dipake?”

“Memang nggak pernah dipake.” Dandi mengendik dan memutuskan untuk menghampiri Rumi, yang masih sibuk dengan telur dan kompornya. Aroma bakmi yang baru saja dibuat oleh Rumi sungguh membuatnya tidak tahan dan ingin segera menyantapnya. “Semua barang-barang di rumah ini, mama yang beli. Padahal aku nggak pernah masak, tapi tetap aja dibelikan.”

“Oooh …” Pantas saja semua barang-barang dapur di rumah Dandi masih terlihat mulus. Tidak ada goresan barang sedikit pun. “Kala gi …” Rumi terdiam ketika mendengar bel rumah berbunyi. “Ada orang di luar, biar sa—”

“Kamu tunggu di sini,” putus Dandi lalu menghela karena harus menunda untuk mengisi perutnya. Padahal, isi mangkuk yang baru saja dilihatnya benar-benar sangat menggugah selera. Namun, karena sepertinya ada tamu yang tidak diundang, maka Dandi mau tidak mau harus pergi melihatnya terlebih dahulu.

Sesampainya di luar, Dandi memicing sembari berjalan menuju pagarnya. Untuk pria itu mendatangi rumahnya?

Rafa!

Pria itu pasti mengetahui alamat Dandi dari Qai. Jangan-jangan, Rafa datang untuk bertemu dengan Rumi, karena pria itu sudah mendapatkan kabar mengenai Alpha.

“Sore, Dan,” sapa Rafa lebih dulu ketika melihat Dandi menghampirinya. “Aku minta alamatmu dari Qai.”

“Sore.” Dandi membuka gembok pagar dengan membawa perasaan yang tidak mengenakkan. Entah mengapa, kehadiran Rafa di rumah sore ini sedikit mengusiknya. “Ada kabar dari Alpha?” tebak Dandi tetap santai.

“Ya!” Rafa menarik napas panjang, saat mengingat pertemuan yang tidak menyenangkan dengan Alpha. “Rumi …”

“Rumi di dapur.” Dandi membukakan pagar dan mempersilakan Rafa untuk masuk. “Dia baru masak bakmi seafood, tapi cuma dua porsi.” Untuk dua kata terakhir, Dandi sengaja mengucapkannya dengan penuh penekanan.

Rafa mengangguk dan tidak terlalu mempermasalahkan ucapan Dandi. Yang ada di pikiran Rafa saat ini hanya Rumi. Ia ingin bicara panjang lebar dengan gadis itu tetapi hanya empat mata. Tanpa kehadiran Dandi di antara mereka.

“Aku mau ajak Rumi keluar,” ujar Rafa saat Dandi sudah menutup pagar dan berjalan di sampingnya. “Ada yang harus kami bicarakan empat mata dan—”

“Silakan bicara di sini.” Dandi segera menyela, karena tidak menyukai hal yang baru saja diucapkan Rafa. “Kalian bisa bicara di ruang tamu dan aku mau makan di belakang.”

“Dan—”

“Rumi jadi tanggung jawabku sekarang.” Dandi kembali menyela. “Jadi, selama dia tinggal di rumah ini, semua yang berkaitan tentang Rumi harus ada dalam pengawasanku.”

Rafa tersenyum miring, lalu melepas tawa kecil. Instingnya sebagai seorang pria mengatakan, Dandi mulai menunjukkan satu tanda keposesifannya atas diri Rumi. Dandi tidak salah dan pria itu berhak melakukannya. Namun, kali ini Rafa tidak akan melepaskan kesempatan keduanya untuk bisa mendapatkan Rumi.

Dahulu kala, Rafa sudah tertipu atas permainan Qai dan Rumi yang menyatakan keduanya menjalin sebuah “hubungan” tanpa status dalam diam. Akan tetapi, tidak kali ini karena Rafa sudah berbicara beberapa hal mengenai Dandi dan Rumi dengan Qai pagi tadi.

Situasinya memang tidak mudah bagi Rafa karena sudah memiliki seorang istri. Akan tetapi, Rafa akan mempertimbangkan ucapan sang ibu mertua, yang pernah memintanya untuk membatalkan pernikahan mereka karena kondisi Hera.

“Biarkan Rumi yang memutuskan.” Rafa tidak ingin gegabah dan harus lebih hati-hati lagi dalam bertindak. Saat ini, Rafa tidak sedang ingin mencari musuh, terlebih jika itu dari pihak keluarga Sebastian. Terebih, ketika Rafa sudah mengenal Jaya dengan baik. “Karena, meskipun dia tinggal di sini, Rumi tetap punya hak untuk memutuskan sesuatu tentang dirinya sendiri. Jadi, tolong panggilkan Rumi dan biar dia yang memutuskan mau ikut aku, atau tetap di ada di sini sama kamu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
udahlah mending sama Dandy aja kamu Rumi tapi kasihan juga Rafa
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
mending Rumi sama Dandy aja. biar gk dianggep pelakor lagi.
goodnovel comment avatar
Reni
Aku sih berharap Rumi sm Dandy aja, lucu gitu, chemistrynya dapat
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Accidentally Married   BonChap Lagi

    Alpha mematung, ketika pelukan hangat Anges menyambutnya di saat ia melewati pintu penjara. Ia tidak melihat siapa pun, selain Agnes yang mulai menangis haru ketika memeluknya. Ke mana perginya Hera? Kenapa adiknya itu tidak ikut menjemputnya? “Mama sendiri?” tanya Alpha akhirnya bersuara, ketika Agnes mengurai pelukannya. Agnes mengangguk-angguk dan mengerti dengan maksud Alpha. “Nanti, Mama jelasin sambil jalan.” Yang bisa Alpha lakukan, hanya mengangguk. Tanpa bertanya lagi, Alpha segera memasuki mobil bersama Agnes. Dua tahun lebih berada di balik jeruji, membuat Alpha mendapat banyak pelajaran. Ia bertemu dengan berbagai macam orang, dari berbagai tingkat sosial dan pendidikan yang berbeda. Semua itu, membuatnya lebih banyak memahami tentang kesakitan yang ada di dunia lebih luas lagi. “Jadi, ke mana Hera?” “Cairo mendadak demam kemarin sore.” Agnes bercerita tentang putra Rafa dan Hera yang berusia tiga bulan. “Tadi malam sudah dibawa ke dokter, jadi, Hera nggak bisa ikut

  • Accidentally Married   BonChap

    “Kamu yakin nggak mau ngadain resepsi?” Rafa kembali mengulang pertanyaannya pada Hera, setelah mereka masuk ke dalam kamar. Tepatnya, di kamar Hera yang berada di rumah Agnes. Beberapa waktu lalu, mereka sudah melangsungkan ijab kabul di kediaman Soerapraja dan digelar dengan tertutup. Tidak hanya pernikahan mereka yang dirahasiakan, tetapi kedatangan Alpha ke kediaman Soerapraja pun dilakukan secara diam-diam. Semua bisa dilaksanakan, karena koneksi Hermawan dengan beberapa petinggi terkait. Tidak ada yang mengetahui hal tersebut, kecuali pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.Bahkan, Agnes sama sekali tidak mengabari Qai, untuk menghindari gesekan yang mungkin saja terjadi sewaktu-waktu. “Mas Rafa mau ngadain resepsi?” Hera bertanya balik, karena sudah kesekian kalinya Rafa mempertanyakan hal tersebut padanya.“Aku ikut kamu.” Rafa menarik lengan Hera yang hendak pergi menjauh darinya. Kemudian, Rafa mengalungkan kedua tangan di tubuh Hera dan tidak membiarkan wanitanya pergi ke

  • Accidentally Married   BTL ~ 104

    “Akhirnya!” Dandi berseru lega, sambil menghampiri Rumi yang duduk di ruang tengah. Istrinya itu sedang menonton televisi, sambil makan martabak seorang diri. “Akhirnya, tidur juga.” Rumi terkekeh, lalu menepuk sisi kosong di sebelahnya. “Haduuh!” Dandi menghempaskan tubuhnya, kemudian menyomot satu potong martabak yang ada di pangkuan Rumi. “Dia bolak balik nanyain kamu terus dan nggak berhenti ngoceh.” “Aku nggak tega sebenernya, Mas.” Rumi semakin merapatkan tubuhnya, lalu bersandar pada tubuh Dandi. “Tapi, Dirga kalau nggak diginiin, nggak bakal lepas-lepas ASI. Sudah dua tahun lebih, tapi masih aja nempel.” Putra mereka yang diberi nama Dirgantara Sebastian, memang masih saja menyesap ASI meskipun usianya sudah dua tahun lebih dua bulan. Rumi sudah melakukan segala cara, tetapi selalu berujung sia-sia. Tingkahnya benar-benar seperti Dandi yang selalu menempel, ketika Rumi masih hamil. Sampai akhirnya, Dandi memutuskan untuk memisahkan kamarnya dengan kamar putranya, karena

  • Accidentally Married   BTL ~ 103

    “Rumi.”Dandi kembali memasuki rumah, karena Rumi tidak kunjung keluar sedari tadi. Mobil sudah selesai di panasi, tetapi sang istri masih berada di dalam. Dandi memasuki kamar mereka terlebih dahulu dan berdecak ketika melihat Rumi ternyata tengah duduk di sofa.“Ayo—”“Perutku mules,” potong Rumi mengangkat satu tangan, agar Dandi tidak meneruskan ucapannya. “Baru aja berhenti.”Detik itu juga, wajah datar Dandi berubah semringah. Senyum lebar langsung menghiasi bibirnya, sembari menghampiri Rumi dengan segera. Dandi berlutut di depan sang istri lalu menempelkan telinganya di perut Rumi, sambil mengusapnya.“Keluar hari ini, oke!” telunjuk Dandi mengetuk perut Rumi dua kali. “Dan nggak usah pake drama.”“Apa, sih, Mas.” Rumi terkekeh sambil mengusap kepala Dandi. “Kalau sudah waktunya keluar, dia pasti keluar.”Dandi menarik diri, tetap kedua tangannya masih menempel di perut Rumi. “Apa perlu dijenguk lagi, biar makin—”“Maaas!” Tawa Rumi semakin keras. “Ini, tuh, sudah mulai mules,

  • Accidentally Married   BTL ~ 102

    Hari pertama di awal tahun sudah terlewat. Namun, Rumi belum menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rumi masih mengerjakan beberapa hal seperti biasa, meskipun pergerakannya sudah tidak segesit dulu. Ia gampang lelah, cepat gerah, sehingga terkadang malas melakukan apa-apa.Namun, saat mengingat ucapan ibunya, Rumi harus memaksakan diri untuk bergerak agar bisa melahirkan dengan mudah. Begitulah salah satu ucapan sang ibu, di antara banyak wejangan yang kadang membuat Rumi hanya geleng-geleng, tetapi tidak berani membantah.“Rumi, gimana kalau kita telpon dokter dan minta operasi.” Dandi jadi uring-uringan sendiri, karena belum bisa menjumpai buah hatinya secara langsung. Terlebih ketika mengingat Alaska yang semakin gembul dan mulai belajar membalikkan tubuhnya.“Mas, tanggal HPL baru lewat dua hari.” Rumi mencuci tangan, sesudah beres menyiram tanaman di halaman depan. Setelahnya, Rumi menghela dan terdiam sambil mengusap punggungnya yang pegal. Dandi yang sejak tadi hanya mondar

  • Accidentally Married   BTL ~ 101

    “Dandi! Balikin, Dan!” Thea melotot dan menghardik sepupunya. Pria itu baru saja masuk ke kamar Thea dan bersikap seenaknya. Tanpa izin, Dandi mengeluarkan bayi yang tengah tertidur pulas di boksnya, lalu menggendongnya. Meskipun Dandi terlihat sangat hati-hati, tetapi Thea tetap saja merasa ngeri.“Mamamu berisik!” desis Dandi sambil berbalik memunggungi Thea. Ia berjalan santai menuju sofa sambil menggendong keponakannya, lalu duduk dengan perlahan.Dandi sengaja menunggu Thea pulang ke rumah terlebih dahulu, barulah ia menjenguk sepupunya agar bisa lebih bebas. Andai Rumi lelah karena terlalu lama menjenguk Thea, istrinya bisa beristirahat bebas di kamar tamu.“Dandiii!” Thea hendak bangkit dari tempat tidur, tetapi tidak jadi, mengingat jahitan di jalan lahirnya masih terasa sedikit nyeri.“Aku belum beli kado,” ujar Dandi lalu melihat ke arah pintu. Ia melihat Rumi masuk menghampirinya, setelah pergi ke toilet terlebih dahulu. “Aku bingung mau ngasih apa, karena Alaska sudah puny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status