Home / Romansa / Accidentally Married / 6. Tinggal Nama

Share

6. Tinggal Nama

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2023-11-27 08:45:59

“Maaf kalau saya sudah merepotkan,” ucap Rumi setelah melakukan perkenalan singkat dengan ibu Dandi. Saat pertama kali bertemu, Rumi cukup terkejut karena penampilan wanita yang bernama Tya itu ternyata cukup sederhana. Tidak seperti wanita dari kelas atas pada umumnya, yang kerap berpakaian modis dan terlihat mahal. Bahkan, Tya datang ke rumah putranya hanya dengan mengenakan sandal jepit.

“Nggak masalah. Tante juga sudah dengar semuanya.” Tya melirik putranya dengan malas. Pria itu berada di antara Rumi dan Tya yang kini duduk berseberangan. “Jadi, nggak usah sungkan. Anggap rumah sendiri dan kamu bisa tinggal sampai ada titik terang.”

Rumi tertawa sungkan. “Nggak sampe lama, kok, Tante. Mungkin, dua tiga hari masalahnya sudah selesai. Kalau saya sudah tahu kondisi orang itu, saya pasti langsung pergi dari sini.”

“Pergi? Mau pergi ke mana?” Sebenarnya, Tya penasaran dengan putranya. Apakah Dandi tidak tertarik dengan gadis secantik Rumi. Kira-kira, akankah terjadi “sesuatu” ketika mereka berada satu atap?

Kalau ingin jujur, Tya justru berharap akan terjadi sesuatu antara Rumi dan putranya. Mungkin pemikirannya sedikit keluar dari norma, tetapi, saat mengingat Thea sudah menikah dan tengah hamil, Tya jadi ingin memaksa Dandi untuk menikah juga. Lagi pula, usia Dandi juga sudah cukup dewasa. Putranya juga mapan dan tentunya juga tampan. Jadi, kurang apa lagi, sampai-sampai Tya tidak pernah melihat Dandi bergandengan dengan wanita, selain Thea.

Terkadang, Tya sampai cemas sendiri akan orientasi putranya. Ia berharap, Dandi masih menyukai wanita dan bukan sebaliknya.

“Sepertinya, balik ke Malang, Tan.” Perasaan Rumi masih saja belum bisa tenang. Jika terjadi sesuatu pada Alpha, Rumi pasti akan berada dalam masalah besar. Bagaimana bila pria itu benar-benar menuntut Rumi dan membawa semua masalah ke jalur hukum?

Apakah Rumi akan berakhir menjadi pesakitan?

“Ooo …” Tya mengangguk-angguk dan kembali melihat Dandi yang masih saja terlihat cuek sedari tadi. “Kulkasmu ada isinya, Dan?”

“A … da” Dandi mengangguk ragu. Isinya memang ada, tetapi belum tentu sesuai dengan ekspektasi sang mama. Karena sebagian besar isi dari lemari pendingin Dandi hanyalah minuman. Dari susu kemasan, teh, hingga minuman bersoda dari berbagai merek. “Rumi, bisa tolong tinggalkan kami sebentar?” pinta Dandi dan segera disambut anggukan oleh Rumi.

“Saya permisi.” Rumi bergegas beranjak dan pergi ke kamar. Semakin tidak enak hati, dengan perlakuan ibu Dandi yang menurutnya terlampau baik.

“Ma.” Dandi beranjak menuju sofa yang diduduki sang mama. Duduk di sebelahnya dan menghabiskan jarak agar pembicaraan mereka tidak sampai terdengar oleh Rumi. “Nggak usah mikir macam-macam, karena aku nggak tertarik sama sekali dengan Rumi.”

“Kamu nggak tertarik sama perempuan?” Tya ingin jawaban yang lebih jelas lagi.

“Ma … aku normal!” ralat Dandi dengan mendesis pelan. “Tapi aku nggak tertarik dengan Rumi. Aku belum tertarik sama … perempuan mana pun. Masih banyak yang harus aku urus dan aku nggak punya waktu untuk—”

“Sampai kapan?” sela Tya sedikit menggeser posisi duduknya.

Dandi mengendik. “Masalah perasaan nggak bisa dipaksa, Ma.” Semakin ke sini, Dandi tidak bisa mengerti dengan pemikiran Jaya dan mamanya. “Lagian, Ma, kenapa Mama setuju waktu Om Jaya nyuruh aku tinggal sama Rumi? Kalian berdua itu aneh. Coba dipikir lagi, aku sama Rumi itu nggak ada hubungan apa-apa, tapi kalian “paksa” tinggal satu atap?”

“Tapi Rumi itu cantik, loh, Dan.” Tya tidak ingin menanggapi ucapan Dandi dengan serius. “Kenapa nggak coba pendekatan aja dulu.”

“Waaah …” Dandi menggeleng dan sedikit menjauh. “Mama sama om Jaya ini nggak beres. Kalau memang mau nolong Rumi, seharusnya carikan dia tempat lain. Bukannya malah tinggal sama aku.”

“Mama laporin ke om Jaya kamu, ya! Biar langsung dipecat jadi tangan kanannya!”

Dandi berdecak. “Mama itu belum kenal Rumi, jadi don’t judge the book dari covernya.”

“Kamu betul!” Tya berdiri sembari membenarkan tote bag-nya. “Jangan menilai buku dari covernya. Karena itu juga, kamu harus kenal lebih jauh lagi sama Rumi dengan … buka isi buku itu, mungkin.”

“Mamaaa …

~~~~~~~~~~~~

“Tolong tinggalkan kami, Ris.” Rafa memandang Risa dengan tegas, ketika wanita itu masih berdiri penuh amarah di samping Alpha. Dugaan Rafa ternyata tidak meleset. Alpha masih berada di apartemennya, dengan perban yang membalut satu sisi pelipisnya. “Risa.”

Risa berdecak. Dengan terpaksa, ia akhirnya pergi meninggalkan ruang tamu dan pergi menuju kamar Alpha.

“Rumi.” Rafa tidak ingin berbasa-basi, karena ada hal serius yang harus ia bahas dengan Alpha. Sebelumnya, Risa sudah menjelaskan mengenai kondisi Alpha. Pria itu terluka di bagian pelipis dan sudah memanggil seorang dokter untuk merawatnya. Karena itulah, Rafa tidak ingin berpanjang lebar lagi menanyakan perihal kondisi Alpha. “Kepalamu itu, pasti karena Rumi, kan? Risa sudah bilang, kemarin sore kamu pergi sama Rumi dan mau bawa dia ke kantor polisi. Tapi, kamu akhirnya bawa dia ke sini. Jadi—”

“Langsung ke intinya,” putus Alpha yang masih merebahkan diri di lazy couch.

“Aku sudah periksa CCTV hotel dan apartemen ini.” Apa pun itu, Rafa harus memastikan Rumi aman dari pemeriksaan pihak berwenang. “Ada indikasi kamu yang maksa Rumi—”

“Ini semua nggak ada urusannya sama kamu.” Alpha kembali menyela, karena menurutnya Rafa tidak berhak untuk ikut campur. “Jadi, pergilah.”

“Semua tentang Rumi, akan jadi urusanku.”

“Apa?” Alpha akhirnya bangkit, sembari menggeram menahan nyeri. “Semua masalah Rumi, bakal jadi urusanmu? Kamu sudah lupa dengan Hera? Kalau sampai—”

“Aku dan Hera nggak pernah saling cinta.” Setidaknya, itulah yang Rafa pahami. Mereka menikah karena permintaan Lingga, yang pada saat itu tidak lagi memiliki harapan hidup.

“Dan semua itu nggak ada hubungannya dengan Rumi.” Kepala Alpha semakin berdenyut nyeri. Sebagai seorang pria, Alpha bisa mengetahui dengan jelas dengan motif Rafa. Terlebih lagi, ia tahu benar bagaimana tatapan Rafa pada Rumi, ketika mereka masih berada satu kantor.

Rafa, menyukai Rumi.

“Apa maumu, Al?” Kakak iparnya itu, seperti tidak bisa diajak bicara baik-baik. “Kamu bawa Rumi ke sini dan—"

“Bukan urusanmu!”

“Dengar.” Selain tidak bisa diajak bicara baik-baik, sepertinya Alpha tidak ingin membicarakan semua masalah yang ada. Karena itu pula, Rafa tidak akan lagi berbicara panjang lebar dengan pria itu dan memilih pergi. “Kalau kamu berani bawa masalah Rumi ke kantor polisi, kamu langsung berhadapan denganku.”

“Dengar—”

“Kamu yang harus dengar,” putus Rafa sembari berdiri dan tetap tenang. “Glory, sekarang ada di dalam kendaliku. Jadi, kalau kamu masih ingin perusahaan keluargamu itu tetap stabil, jaga baik-baik sikapmu di luar sana! Masih ingat bagaimana Qai menjatuhkan Glory, kan? Itu belum seberapa, karena aku bisa melakukan yang lebih dari pada Qai. Jadi, mulai sekarang jangan coba-coba sentuh Rumi, atau, peninggalan dan kerja keras mendiang pak Lingga selama ini … cuma tinggal nama.”

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
wiiiihhhhhh keren nih Rafa...
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
mbk Rumi jadi inceran mas Rafa sama Alpha..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Accidentally Married   BonChap Lagi

    Alpha mematung, ketika pelukan hangat Anges menyambutnya di saat ia melewati pintu penjara. Ia tidak melihat siapa pun, selain Agnes yang mulai menangis haru ketika memeluknya. Ke mana perginya Hera? Kenapa adiknya itu tidak ikut menjemputnya? “Mama sendiri?” tanya Alpha akhirnya bersuara, ketika Agnes mengurai pelukannya. Agnes mengangguk-angguk dan mengerti dengan maksud Alpha. “Nanti, Mama jelasin sambil jalan.” Yang bisa Alpha lakukan, hanya mengangguk. Tanpa bertanya lagi, Alpha segera memasuki mobil bersama Agnes. Dua tahun lebih berada di balik jeruji, membuat Alpha mendapat banyak pelajaran. Ia bertemu dengan berbagai macam orang, dari berbagai tingkat sosial dan pendidikan yang berbeda. Semua itu, membuatnya lebih banyak memahami tentang kesakitan yang ada di dunia lebih luas lagi. “Jadi, ke mana Hera?” “Cairo mendadak demam kemarin sore.” Agnes bercerita tentang putra Rafa dan Hera yang berusia tiga bulan. “Tadi malam sudah dibawa ke dokter, jadi, Hera nggak bisa ikut

  • Accidentally Married   BonChap

    “Kamu yakin nggak mau ngadain resepsi?” Rafa kembali mengulang pertanyaannya pada Hera, setelah mereka masuk ke dalam kamar. Tepatnya, di kamar Hera yang berada di rumah Agnes. Beberapa waktu lalu, mereka sudah melangsungkan ijab kabul di kediaman Soerapraja dan digelar dengan tertutup. Tidak hanya pernikahan mereka yang dirahasiakan, tetapi kedatangan Alpha ke kediaman Soerapraja pun dilakukan secara diam-diam. Semua bisa dilaksanakan, karena koneksi Hermawan dengan beberapa petinggi terkait. Tidak ada yang mengetahui hal tersebut, kecuali pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.Bahkan, Agnes sama sekali tidak mengabari Qai, untuk menghindari gesekan yang mungkin saja terjadi sewaktu-waktu. “Mas Rafa mau ngadain resepsi?” Hera bertanya balik, karena sudah kesekian kalinya Rafa mempertanyakan hal tersebut padanya.“Aku ikut kamu.” Rafa menarik lengan Hera yang hendak pergi menjauh darinya. Kemudian, Rafa mengalungkan kedua tangan di tubuh Hera dan tidak membiarkan wanitanya pergi ke

  • Accidentally Married   BTL ~ 104

    “Akhirnya!” Dandi berseru lega, sambil menghampiri Rumi yang duduk di ruang tengah. Istrinya itu sedang menonton televisi, sambil makan martabak seorang diri. “Akhirnya, tidur juga.” Rumi terkekeh, lalu menepuk sisi kosong di sebelahnya. “Haduuh!” Dandi menghempaskan tubuhnya, kemudian menyomot satu potong martabak yang ada di pangkuan Rumi. “Dia bolak balik nanyain kamu terus dan nggak berhenti ngoceh.” “Aku nggak tega sebenernya, Mas.” Rumi semakin merapatkan tubuhnya, lalu bersandar pada tubuh Dandi. “Tapi, Dirga kalau nggak diginiin, nggak bakal lepas-lepas ASI. Sudah dua tahun lebih, tapi masih aja nempel.” Putra mereka yang diberi nama Dirgantara Sebastian, memang masih saja menyesap ASI meskipun usianya sudah dua tahun lebih dua bulan. Rumi sudah melakukan segala cara, tetapi selalu berujung sia-sia. Tingkahnya benar-benar seperti Dandi yang selalu menempel, ketika Rumi masih hamil. Sampai akhirnya, Dandi memutuskan untuk memisahkan kamarnya dengan kamar putranya, karena

  • Accidentally Married   BTL ~ 103

    “Rumi.”Dandi kembali memasuki rumah, karena Rumi tidak kunjung keluar sedari tadi. Mobil sudah selesai di panasi, tetapi sang istri masih berada di dalam. Dandi memasuki kamar mereka terlebih dahulu dan berdecak ketika melihat Rumi ternyata tengah duduk di sofa.“Ayo—”“Perutku mules,” potong Rumi mengangkat satu tangan, agar Dandi tidak meneruskan ucapannya. “Baru aja berhenti.”Detik itu juga, wajah datar Dandi berubah semringah. Senyum lebar langsung menghiasi bibirnya, sembari menghampiri Rumi dengan segera. Dandi berlutut di depan sang istri lalu menempelkan telinganya di perut Rumi, sambil mengusapnya.“Keluar hari ini, oke!” telunjuk Dandi mengetuk perut Rumi dua kali. “Dan nggak usah pake drama.”“Apa, sih, Mas.” Rumi terkekeh sambil mengusap kepala Dandi. “Kalau sudah waktunya keluar, dia pasti keluar.”Dandi menarik diri, tetap kedua tangannya masih menempel di perut Rumi. “Apa perlu dijenguk lagi, biar makin—”“Maaas!” Tawa Rumi semakin keras. “Ini, tuh, sudah mulai mules,

  • Accidentally Married   BTL ~ 102

    Hari pertama di awal tahun sudah terlewat. Namun, Rumi belum menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rumi masih mengerjakan beberapa hal seperti biasa, meskipun pergerakannya sudah tidak segesit dulu. Ia gampang lelah, cepat gerah, sehingga terkadang malas melakukan apa-apa.Namun, saat mengingat ucapan ibunya, Rumi harus memaksakan diri untuk bergerak agar bisa melahirkan dengan mudah. Begitulah salah satu ucapan sang ibu, di antara banyak wejangan yang kadang membuat Rumi hanya geleng-geleng, tetapi tidak berani membantah.“Rumi, gimana kalau kita telpon dokter dan minta operasi.” Dandi jadi uring-uringan sendiri, karena belum bisa menjumpai buah hatinya secara langsung. Terlebih ketika mengingat Alaska yang semakin gembul dan mulai belajar membalikkan tubuhnya.“Mas, tanggal HPL baru lewat dua hari.” Rumi mencuci tangan, sesudah beres menyiram tanaman di halaman depan. Setelahnya, Rumi menghela dan terdiam sambil mengusap punggungnya yang pegal. Dandi yang sejak tadi hanya mondar

  • Accidentally Married   BTL ~ 101

    “Dandi! Balikin, Dan!” Thea melotot dan menghardik sepupunya. Pria itu baru saja masuk ke kamar Thea dan bersikap seenaknya. Tanpa izin, Dandi mengeluarkan bayi yang tengah tertidur pulas di boksnya, lalu menggendongnya. Meskipun Dandi terlihat sangat hati-hati, tetapi Thea tetap saja merasa ngeri.“Mamamu berisik!” desis Dandi sambil berbalik memunggungi Thea. Ia berjalan santai menuju sofa sambil menggendong keponakannya, lalu duduk dengan perlahan.Dandi sengaja menunggu Thea pulang ke rumah terlebih dahulu, barulah ia menjenguk sepupunya agar bisa lebih bebas. Andai Rumi lelah karena terlalu lama menjenguk Thea, istrinya bisa beristirahat bebas di kamar tamu.“Dandiii!” Thea hendak bangkit dari tempat tidur, tetapi tidak jadi, mengingat jahitan di jalan lahirnya masih terasa sedikit nyeri.“Aku belum beli kado,” ujar Dandi lalu melihat ke arah pintu. Ia melihat Rumi masuk menghampirinya, setelah pergi ke toilet terlebih dahulu. “Aku bingung mau ngasih apa, karena Alaska sudah puny

  • Accidentally Married   BTL ~ 100

    “Jangan mentang-mentang istriku pintar masak, kamu jadi seenaknyammpp—”“Apasih!” Thea yang baru berada di teras, langsung membekap mulut Dandi dengan tangan kanannya. “Kamu itu jadi cowok berisik banget! Ini urusan bumil, jadi nggak usah ikut campur.”Dandi melepas tangan Thea dan berdecak. “Untung kamu lagi hamil. Coba kal—”“Sudah.” putus Qai dengan membawa beberapa paper bag dan kantong plastik di kedua tangan. “Cobalah sehari aja kalian ini nggak ribut. Masa’ nggak bisa?”“Nggak bisa!” seru Thea dan Dandi bersamaan.Qai tercengang, tetapi tidak menghentikan langkahnya memasuki rumah Dandi, meskipun belum dipersilakan. Daripada mendengar kedua orang itu ribut, lebih baik Qai duluan masuk dan merebahkan diri di sofa.“Ngapain lagi kamu ke sini?” Dandi berbalik dan segera menyusul Qai.“Aku mules dari pagi,” ujar Thea berjalan di belakang Dandi, sambil mengusap perutnya. “Sudah ke rumah sakit, tapi ternyata belum bukaan.”Dandi menoleh dan memperlambat langkahnya. “Memang sudah wakt

  • Accidentally Married   BTL ~ 99

    “Ngapain senyum-senyum lihat hape.” Merasa curiga dan penasaran, Dandi merampas ponsel dari tangan Rumi, hingga istrinya itu langsung berteriak protes.“Mas!”“Apa ini?” Dahi Dandi mengerut, melihat deretan foto yang dikirimkan oleh Thea. Ternyata, istrinya sedang berkirim pesan dengan istri Qai yang semakin menyebalkan. “Ini—”“Buat bayi!” Rumi kembali merampas ponselnya. “Emang Mas kira aku ngapain?”“Selingkuh,” jawab Dandi dengan entengnya, lalu duduk di samping Rumi. Namun, baru saja bokongnya itu menyentuh sofa, Rumi langsung memberi cubitan pada sisi perut dengan Dandi dengan keras. “RUMI!”“APA!” Rumi balas menghardik, karena tidak suka dengan tuduhan Dandi. “Aku nggak suka dituduh-tuduh gitu! Aku nggak selingkuh!”Untuk beberapa saat, Dandi terngaga sambil mengusap sisi perutnya. Ini kali pertama, Dandi mendengar Rumi meninggikan suara di depannya dan bersikap bar-bar. Istrinya itu terlihat benar-benar marah, dengan kedua mata yang melotot kesal.“Bercanda, Rum,” desis Dandi

  • Accidentally Married   BTL ~ 98

    “Ini masih jam 11 kurang, Ra.” Rafa membuka pintu pagar dan mempersilakan Hera masuk. Ia melihat sebuah tas spunbond yang ditenteng Hera dengan kedua tangan dan tidak bisa menebak-nebak isi di dalamnya. “Mama yang nyuruh datang cepat, biar bisa bantuin mas Rafa nyiapin makan siang.” Hera menyerahkan tas yang dibawanya pada Rafa. “Ini dibawain mama, sate sama kari ayam. Biar nggak ngerepotin.” “Oh ...” Rafa terkekeh sambil mengambil alih tas spunbond berwarna merah dari tangan Hera. “Kalau begini, aku yang jadi ngerepotin. Oia, masuk dulu.” “Nggak ngerepotin,” ujar Hera sembari berjalan masuk ke rumah Rafa. “Sekalian masak buat di rumah soalnya.” “Kamu yang masak?” selidik Rafa. “Nggak mungkin.” Hera meringis malu. “Saya nggak jago masak.” “It’s okay.” Rafa tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. “Aku cari istri, bukan cari tukang masak.” Langkah Hera terhenti tepat di ruang tamu yang bernuansa hitam putih. “Mas, saya nggak bi—” “Bercanda, Ra.” Rafa terus berjalan masuk dan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status