“Akhirnya!” Dandi berseru lega, sambil menghampiri Rumi yang duduk di ruang tengah. Istrinya itu sedang menonton televisi, sambil makan martabak seorang diri. “Akhirnya, tidur juga.” Rumi terkekeh, lalu menepuk sisi kosong di sebelahnya. “Haduuh!” Dandi menghempaskan tubuhnya, kemudian menyomot satu potong martabak yang ada di pangkuan Rumi. “Dia bolak balik nanyain kamu terus dan nggak berhenti ngoceh.” “Aku nggak tega sebenernya, Mas.” Rumi semakin merapatkan tubuhnya, lalu bersandar pada tubuh Dandi. “Tapi, Dirga kalau nggak diginiin, nggak bakal lepas-lepas ASI. Sudah dua tahun lebih, tapi masih aja nempel.” Putra mereka yang diberi nama Dirgantara Sebastian, memang masih saja menyesap ASI meskipun usianya sudah dua tahun lebih dua bulan. Rumi sudah melakukan segala cara, tetapi selalu berujung sia-sia. Tingkahnya benar-benar seperti Dandi yang selalu menempel, ketika Rumi masih hamil. Sampai akhirnya, Dandi memutuskan untuk memisahkan kamarnya dengan kamar putranya, karena
“Kamu yakin nggak mau ngadain resepsi?” Rafa kembali mengulang pertanyaannya pada Hera, setelah mereka masuk ke dalam kamar. Tepatnya, di kamar Hera yang berada di rumah Agnes. Beberapa waktu lalu, mereka sudah melangsungkan ijab kabul di kediaman Soerapraja dan digelar dengan tertutup. Tidak hanya pernikahan mereka yang dirahasiakan, tetapi kedatangan Alpha ke kediaman Soerapraja pun dilakukan secara diam-diam. Semua bisa dilaksanakan, karena koneksi Hermawan dengan beberapa petinggi terkait. Tidak ada yang mengetahui hal tersebut, kecuali pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.Bahkan, Agnes sama sekali tidak mengabari Qai, untuk menghindari gesekan yang mungkin saja terjadi sewaktu-waktu. “Mas Rafa mau ngadain resepsi?” Hera bertanya balik, karena sudah kesekian kalinya Rafa mempertanyakan hal tersebut padanya.“Aku ikut kamu.” Rafa menarik lengan Hera yang hendak pergi menjauh darinya. Kemudian, Rafa mengalungkan kedua tangan di tubuh Hera dan tidak membiarkan wanitanya pergi ke
Alpha mematung, ketika pelukan hangat Anges menyambutnya di saat ia melewati pintu penjara. Ia tidak melihat siapa pun, selain Agnes yang mulai menangis haru ketika memeluknya. Ke mana perginya Hera? Kenapa adiknya itu tidak ikut menjemputnya? “Mama sendiri?” tanya Alpha akhirnya bersuara, ketika Agnes mengurai pelukannya. Agnes mengangguk-angguk dan mengerti dengan maksud Alpha. “Nanti, Mama jelasin sambil jalan.” Yang bisa Alpha lakukan, hanya mengangguk. Tanpa bertanya lagi, Alpha segera memasuki mobil bersama Agnes. Dua tahun lebih berada di balik jeruji, membuat Alpha mendapat banyak pelajaran. Ia bertemu dengan berbagai macam orang, dari berbagai tingkat sosial dan pendidikan yang berbeda. Semua itu, membuatnya lebih banyak memahami tentang kesakitan yang ada di dunia lebih luas lagi. “Jadi, ke mana Hera?” “Cairo mendadak demam kemarin sore.” Agnes bercerita tentang putra Rafa dan Hera yang berusia tiga bulan. “Tadi malam sudah dibawa ke dokter, jadi, Hera nggak bisa ikut
“Ma-Mas Al …”Rumi mundur satu langkah, tetapi tubuhnya langsung menabrak meja resepsionis hotel yang berada tepat di belakang. Ia baru saja berbalik dan terkejut bukan main saat mendapati Alpha ada di hadapannya. Beberapa saat yang lalu, ia sukses menghindar dari Dandi yang terpaku menatap tanya dari kejauhan. Namun, saat ini ia sama sekali tidak bisa menghindari Alpha yang berada tepat di depannya.“Rumi Ayudhia.” Alpha menarik napas, lalu membuka topi yang dipakai gadis itu secara perlahan. Sejak menginjakkan kaki di lobi hotel, entah mengapa Alpha yakin sekali gadis yang dilihatnya di depan meja resepsionis adalah Rumi. Meskipun gadis itu memakai topi dan terlihat sering menunduk, tetapi bentuk dan gestur tubuh yang ditampilkan, membuat Alpha sangat penasaran.“A-aku … aku cuma sebentar.” Rumi menggeser langkahnya, ketika melihat seseorang hendak menghampiri meja resepsionis. “Mau nitip kado buat resepsi mas Qai nanti malam. Permisi.”“Eit!” Dengan sigap, Alpha meraih siku Rumi la
“Ini …” Setelah sekian lama menutup mulut karena ancaman Alpha, Rumi akhirnya angkat bicara. Ia menegakkan tubuh dan menatap pelan area parkir yang baru mereka masuki. “Apartemen …”Rumi sampai tidak bisa berpikir sama sekali, ketika menatap gedung apartemen yang dulu sering didatanginya. Bahkan, Rumi juga sempat mengenal beberapa pegawai yang bekerja di tempat tersebut, karena terlalu sering menghabiskan waktu di unit milik Alpha.“Mau … mau apa kamu bawa aku ke sini, Mas?” Sejak tadi, Rumi memilih diam karena tidak ingin keluarganya mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan. Namun, saat ini yang harus dipikirkan Rumi adalah nasib dirinya sendiri.Rumi telah membuat Glory mengalami krisis dan mengakibatkan Lingga meninggal dunia. Jangan-jangan, Alpha ingin membalaskan semua sakit hati itu pada Rumi dengan mencelakakannya.Tidak … Rumi tidak boleh mati konyol di tangan Alpha.“Sudah kubilang jangan macam-macam, atau keluargamu—”“Mas!” Detak jantung Rumi mulai meningkat tajam. Terlebi
Setelah membayar ojek online, Rumi sibuk mondar mandir di depan sebuah pagar yang megah. Hampir semalaman ia tidak bisa tidur, karena memikirkan kondisi Alpha. Apakah pria itu tidak apa-apa, setelah Rumi memukulkan vas bunga ke pelipis pria itu?Rumi jadi bingung dan ketakutan sendiri. Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk menelepon beberapa teman lamanya yang berprofesi sebagai wartawan, untuk bertanya keberadaan dan posisi Qai saat ini.Rumi tahu pria itu baru saja melangsungkan resepsi pernikahan tadi malam. Namun, Rumi yang tidak bisa lagi berpikir jernih itu, hanya bisa mengingat Qai di masa sekarang.Sampai akhirnya, sampailah Rumi di depan sebuah rumah mewah, berdasarkan informasi yang didapatnya beberapa waktu lalu.Saat Rumi mendengar suara pergerakan pintu pagar di depannya, ia langsung terpaku dan tidak bisa melangkah pergi ke mana pun.“Dari tadi saya lihat Mbaknya mondar mandir di depan pagar, apa ada yang bisa saya bantu?”Rumi menelan ludah. Ia yakin, pria yang menghampi
“Kalian berdua sudah GILA? Ha?” Dandi melotot sembari mendesis, saat menatap Qai dan Thea yang kembali ke meja makan. Dandi yang masih menikmati beberapa camilan itu, sontak kehilangan selera makan karena perkataan Thea barusan. “Qai! Kamu punya apartemen, kan? Kenapa nggak simpan si Rumi itu di sana? Aku nggak mau ikut-ikut urusan kalian!”Jaya hanya melirik sekilas pada Dandi, kemudian kembali beralih pada tablet di yang masih melekat di tangan. Ia belum berminat untuk ikut campur dan masih menyimak pembicaraan yang ada.“Enak aja!” protes Thea sambil memeluk erat lengan Qai. “Kami masih make apartemen itu, Dan! Jadi—”“Urusan Rumi sama Alpha, itu bukan urusanku!” Dandi menolak telak permintaan tolong tersebut. “Apa kata mamaku, kalau tahu ada cewek tinggal di rumah, The?”“Nanti, biar aku yang ngomong sama tante Tya.” Terus terang, Thea benar-benar kasihan setelah mendengar semua cerita Rumi. Jika gadis itu dibiarkan seorang diri di luar sana, Alpha pasti akan membalaskan dendamnya
“Rumi?” Rafa segera berdiri dari kursinya, ketika melihat Rumi berjalan bersama Qai dan Dandi. Debaran jantung yang tadinya baik-baik saja, mendadak berdegup tidak karuan setelah melihat gadis itu di depan mata.Rafa kira, hatinya sudah aman-aman saja setelah Rumi menghilang tanpa kabar sama sekali. Terlebih lagi, Rafa telah memiliki Hera yang sudah menjadi pusat dunianya selain Glory.“Mas! Urgen!” Qai segera berceletuk, sembari menarik kursi di samping Rafa dan duduk di sana. “Tolong telpon Alpha dan cari tahu posisi dia sekarang. Aku tadi sempat nelpon bu Agnes dan— Mas!” Qai sampai harus menepuk lengan Rafa, yang masih saja tercenung saat melihat Rumi. Dahulu kala, Rafa memang memendam rasa pada Rumi, tetapi tidak berbalas. Namun, Qai tidak menduga jika perasaan itu ternyata masih ada sampai saat ini.“Ah ya! Rumi!” Rafa mengerjap. Ia kembali duduk dengan perlahan, tanpa melepas tatapan penasaran pada gadis itu. “Risa bilang, kemarin kamu pergi sama Alpha ke kantor polisi.”Dandi