Inicio / Romansa / Adik Angkatku, Kekasih Gelapku / 33. Gosok Gigi Sebelum Tidur

Compartir

33. Gosok Gigi Sebelum Tidur

Autor: Indy Shinta
last update Última actualización: 2025-12-10 00:30:08

“Ka–kalau kamu tidur di lantai saja gimana?” suara Amara naik satu oktaf. Lebih mirip suara anak ayam tersedak daripada wanita elegan yang sedang bernegosiasi.

Chandra hanya menatapnya datar lalu mendengus. “Ini kamarku. Kamu aja yang tidur di lantai,” balasnya sambil merebahkan diri ke kasur selembut awan itu.

Kasur ikut memantul dan tubuh Amara ikut terhentak pelan. Namun pantulan itu tidak ada apa-apanya dibanding hentakan jantungnya sendiri.

Serius! Ini situasi tidak aman untuk kesehatan jantungnya.

Dalam gerakan spontan yang terlalu cepat untuk disebut elegan, Amara memperbaiki messy bun-nya yang hampir lepas.

Helaian rambut yang jatuh itu, menyeret perhatian mata Chandra seperti magnet. Tanpa sadar Chandra memperhatikannya sambil menelan ludah.

Rambut itu… messy bun yang bahkan bukan “effortless chic,” tapi lebih ke “darurat—aku sudah pasrah pada hidup.” Tapi justru itu yang membuat mata Chandra terkunci.

Leher jenjang itu. Garis lengkung yang manis, halus, tanpa aksesori apa p
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado
Comentarios (1)
goodnovel comment avatar
Azfar Nad
candra cmburu tiap kali mara nyebut nama david...dasar mara gk peka!!!
VER TODOS LOS COMENTARIOS

Último capítulo

  • Adik Angkatku, Kekasih Gelapku   51. Resah dengan Jarak Ini

    Amara diam seribu bahasa sepanjang sisa perjalanan. Bukan diam yang pasrah, tapi diam yang menahan diri agar tidak runtuh di tempat yang salah.Chandra beberapa kali mengajaknya bicara—pertanyaan kecil, komentar sepele tentang jalanan, tentang besok—namun Amara hanya menjawab seperlunya. Senyumnya ada, tapi terlalu rapi. Terlalu dikendalikan. Seolah senyum itu bukan reaksi, melainkan tameng.Selebihnya, ia menutup mata. Pura-pura tidur. Bukan karena lelah, melainkan karena ia tidak ingin ditanya lagi bagaimana keadaannya. Tidak ingin menjelaskan perasaan yang bahkan ia sendiri belum bisa merangkainya dengan kata-kata.Mobil akhirnya berhenti di halaman rumah.Amara langsung turun tanpa menunggu, membawa tas-tas belanjaannya. Gerakannya cekatan, seolah tubuhnya sudah hafal apa yang harus dilakukan ketika ia memutuskan untuk tidak bergantung pada siapa pun.Dua pelayan yang sudah menunggu di pintu rumah terlihat terdiam sejenak. Tatapan mereka memindai Amara dari ujung rambut hingga uju

  • Adik Angkatku, Kekasih Gelapku   50. Sama Seperti Ibu

    Begitu pintu mobil tertutup, suara klik sabuk pengaman bahkan belum selesai berbunyi—“Sial. Sial. Sial,” Amara langsung menyambar.Chandra baru sempat memutar kunci, mesin belum benar-benar hidup.“Asli, sumpah! Kamu keterlaluan, Ndra!” Amara menoleh tajam. “Apaan sih?” Chandra melirik sekilas, santai. “David?”“Siapa lagi?!” Amara hampir menepuk dashboard. Hampir. Ia menahan diri di detik terakhir. “Kenapa kamu nggak cepat-cepat kasih kode ke aku, apa kek gitu… kalau itu tadi David!”Ia mengusap wajahnya cepat, lalu menyandarkan kepala ke sandaran kursi. Tarikan napasnya pendek, frustrasi.“Padahal kan dia targetku,” lanjutnya, kali ini lebih rendah tapi penuh tekanan. “Alasan kenapa aku mau glow up. Kenapa aku mau nurut sama semua aturan kamu. Duduk tegak. Tatap mata. Jangan gelisah. Jangan kelihatan butuh.”Amara menoleh lagi ke Chandra. “Semua itu karena dia!”Chandra tidak langsung menjawab. Mobil mulai melaju pelan meninggalkan parkiran.“Aku pantang ngeluh,” kata Amara cepat,

  • Adik Angkatku, Kekasih Gelapku   49. Salah Sendiri

    Chandra baru menyadarinya setelah kafe kembali ke ritme normalnya.Tidak ada lagi pria itu. Tidak ada lagi interupsi. Tinggal mereka berdua, meja kayu gelap, dua cangkir kopi, dan jarak yang seharusnya terasa biasa.Tapi tidak.Amara duduk tegak di seberangnya. Punggung lurus. Bahu sejajar. Tidak gelisah. Tidak menunduk. Tatapannya menetap padanya setiap kali ia bicara—bukan tatapan menantang, bukan pula tatapan mencari validasi. Tatapan yang tenang. Mantap. Seolah wanita itu tahu persis posisinya di ruangan itu.Chandra mengamati tanpa disadari.Dulu, Amara selalu memalingkan mata lebih dulu. Mengisi jeda dengan gerakan kecil yang tidak perlu, bahkan menggigit kuku. Sekarang, ia tidak melakukan apa-apa selain ada dan melakukan setiap hal dengan pantas. Caranya menyesap kopi, caranya memejam sesaat sambil berkata, “Hmm ini baru kopi.” Berkelas.Dan itu perubahan besar.Chandra menyesap kopinya. Rasanya pahit, seperti biasa. Ia sudah sering duduk di kafe semacam ini, berbicara denga

  • Adik Angkatku, Kekasih Gelapku   48. Nilai Seratus

    Ingatan yang langsung menghinggapi kepala Amara adalah bagaimana pria itu pernah mencium pacarnya. Ciuman yang membuatnya keki, patah hati, sekaligus sadar di detik yang sama bahwa ia tak boleh kepincut lagi padanya.‘Ganteng sih, tapi sayangnya udah sold out. Cuma bisa dikagumi, nggak boleh diingini.’ Amara hanya diam sepanjang lelaki itu mengobrol ringan dengan Chandra, tapi ia sadar lelaki itu sedang mencuri-curi pandang ke arahnya. Entahlah, apa dia ingat pernah bertemu dengan Amara, atau cuma sekedar tatapan kepo ia pacarnya Chandra atau bukan.Sampai akhirnya. “Pacarmu? Nggak mau kenalin ke aku?” bisiknya, pelan tapi Amara masih bisa mendengarnya.Chandra hanya terkekeh pelan. Amara melirik adik lelakinya itu, agak jengkel karena Chandra sepertinya enggan memperkenalkan dirinya sebagai kakak pada orang lain.Kenapa? Apa penampilanku masih kurang terlihat meyakinkan sebagai Nona Sanjaya?Amara menyesap kopinya perlahan dengan gerakan elegan, tapi suhu kopi yang masih panas langs

  • Adik Angkatku, Kekasih Gelapku   47. Apa Kabar?

    Chandra menyetir dengan tenang, satu tangan bertumpu ringan di setir, tangan satunya bertengger santai di dekat tuas persneling. Mobil sedan mewah itu melaju stabil, seperti pemiliknya tahu persis ke mana arah hidup dan jalan yang sedang ia ambil.Di dalam kabin, lagu Perfect milik Ed Sheeran mengalir dari speaker mobil. Volumenya cukup jelas untuk didengar, cukup tenang untuk tidak menguasai percakapan. Nada-nadanya mengisi ruang sempit di antara mereka, menyatu dengan dengung mesin dan ritme jalanan sore.“I found a love… for me…”Suara Chandra terdengar lirih dan merdu, enak di telinga dengan cara yang bikin orang lupa sedang di mobil. Ia menyanyi sambil menyetir dengan satu tangan, santai, seperti ini hal paling normal di dunia.Amara melirik ke arahnya, pura-pura tidak terlalu memperhatikan. Padahal ia mendengarkan. Setiap baitnya. Cara Chandra menyanyikannya ringan, hampir malas-malasan, tapi justru itu yang membuatnya terasa… keren. Seperti suaranya itu tidak sedang dipamerkan

  • Adik Angkatku, Kekasih Gelapku   46. Naik Level

    Begitu kaki Amara menginjak lantai butik itu, insting hidupnya langsung bereaksi. Bukan reaksi kagum, tapi reaksi waspada—jenis rasa yang biasanya muncul saat seseorang sadar dirinya sedang berada di tempat yang terlalu berbahaya.Ini tempat mahal.Benar-benar mahal yang membuat orang refleks melangkah lebih pelan, takut-takut kalau sampai menyenggol sesuatu lalu harus menjual ginjal demi ganti rugi. Salah gerak sedikit saja, dompet bisa trauma seumur hidup.Amara mengedarkan pandangan. Lantainya mengilap, rak-raknya rapi berlebihan, jarak antar pakaian seperti sengaja dibuat agar tidak ada yang sembarangan menyentuh.Lampunya terang, putih, dan jujur. Terlalu jujur. Jenis cahaya yang tidak peduli apakah seseorang siap atau tidak untuk dilihat apa adanya: orang kaya silakan masuk, yang miskin tolong menyingkir. Tanpa basa-basi.Aroma yang tercium di udara pun bukan aroma mall biasa. Bukan wangi popcorn, bukan juga kopi yang mengundang orang untuk duduk santai. Udara di sini dipenuhi

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status