Share

BAB 6

“Jav, lo denger gua gak, sih?”

Javier terhentak saat suara Jordy meninggi. Ia buru-buru menggeleng, mengeluarkan fokusnya dari lamunan.

Di hadapannya, Jodry menyerit curiga. Tak biasanya manusia yang selalu perfectionist seperti Javier melamun di saat seperti ini. Pasalnya, mereka tengah membahas perencanaan yang cukup penting untuk pembukaan perusahaan rintisan mereka yang akan di berlangsungkan dalam kurun waktu kurang dari seminggu lagi. Perasaan Jordy begitu menggebu-gebu, dan Javierpun harusnya seperti itu.

Perusahaan yang akan Jordy dan Javier dirikan ini, sebenarnya sudah ada sejak tiga tahun yang lalu, saat mereka menyandang status sarjana. Namun karena tidak mendapat izin dari Kala –Ayah Javier- mereka memutuskan melanjutkan pendidikan alih-alih memulai. Walaupun begitu, mereka menyicil beberapa aspek yang bisa mereka lakukan selagi berkuliah. Tak jarang mereka kewalahan, tidak tidur, juga merugi karena mencoba-coba banyak hal. Dengan kata lain Jodry dan Javier telah menginvestasikan banyak waktu, uang, dan tenaga untuk sampai ke titik ini.

Dan semua bayangan itu hilang dari kepala Javier, karena kabar kehamilan Aletta.

Sorry, Jo. Lo bilang apa tadi?” tanya Javier, seraya melirik proposal di tangannya.

Di kursinya Jordy mengembuskan nafasnya kasar. “Kertas di tangan lo kebalik,” kata Jordy.

“Oh iya,” gumam Javier, memutar kertas di tangannya. Lelaki itu mencoba membaca deretan kata yang tertera di sana. Tapi tak hampir semenit di posisi itu, Javier justru menyimpan kertas itu ke meja. Otaknya menolak diajak kerja sama.

Jordy yang masih melayangkan sorot tanya, kini berhasil menarik perhatian Javier. “Ada masalah apa? Ayah lo?” tebak Jordy. Lelaki bertubuh tegap itu ikut menyimpan kertas di tangannya, untuk fokus mendengarkan Javier. Wajah kusut lelaki itu, sangat menganggu fokus Jordy.

“Gua gapapa,” aku Javier, berbohong. Jordy menaikan satu alisnya, seakan mengisyaratkan bahwa ia tidak percaya.

Membohongi orang terdekat itu seperti menulis di atas air. Javier hanya akan terlihat seperti orang bodoh di mata Jordy, jika ia melanjutkan kebohongannya. Karena itu, Javier pada akhirnya mendecih. “Kentara banget?” tanya Javier. Jordy mengangguk. “Tapi gua gak yakin buat nyeritain ini ke lo sekarang. Maksud gua, kita lagi sibuk,” sambung Javier.

“Terus lebih baik lo pendem sendiri gitu?” balas Jordy.

“Mungkin?” Javier mengangkat bahu.

“Kalau lo gak fokus, gua juga ikut gak fokus, Jav. Emang masalahnya fatal banget sampe bikin lo bengong gitu? jarang-jarang lo kayak gini,” papar Jordy.

“Janu ngehamilin pacarnya,” celetuk Javier tiba tiba.

Mata Jordy membulat, ekspresi andalannya ketika terkejut. “Nyata, nih? si Janu?” seru Jordy, tidak percaya. Javier mengangguk lemah, meyakinkan. “Gila tuh anak kecil,” maki Jordy.

Dengan begitu Javier dan Jordy memutuskan untuk menutup rapat mereka hari ini. Meja mereka bersihkan, tumpukan kertas kembali mereka susun serapih mungkin. Barulah setelahnya, mereka pindah ke tempat yang lebih nyaman untuk berbincang.

Bermula dengan kekecewaan Javier pada Janu. Tentu saja, seorang kakak seperti Javier di dunia ini pasti akan merasakan hal yang sama. Janu itu, bagaimana malaikat bagi Javier. Lucu, kecil, polos, dan ceroboh, sehingga Javier selalu ingin melindunginya. Karena itu, kekecewaan Javier perlahan berubah menjadi rasa bersalah.

Mungkin ini salah Javier karena telah meninggalkan adiknya itu sendirian di rumah. Javier jadi kurang di perhatikan, lelaki itu jadi mencari kehangatan pada Aletta. Mengingat, Ayahnya yang dingin dan selalu keras dalam mendidik. Juga, Ibunya yang terlalu sibuk mengekor pada sang suami. Hal itu pula yang menjadi alasan Javier ingin lepas dari keluarganya. Karena rumah itu tidak membuatnya nyaman. Rumah yang harusnya menjadi tempat Javier pulang, justru membuatnya ingin melakukan hal yang sebaliknya. Yaitu, melarikan diri.

Cerita Javier berakhir dengan keputusan yang mungkin ia ambil, dan terbaik bagi masalah ini. Namun, Jordy menentang akan keputusan itu. “Lo yang bener aja, Jav?” kata Jordy, terkekeh sinis.

Javier mengembuskan nafasnya kasar. Ia juga sebenarnya merasa keputusan ini berlebihan. Namun, kasih sayangnya pada Janu melebihi apapun di dunia ini. “Gua gabisa diem aja, Jo. Janu bahkan belum lulus sekolah, dia pasti bingung banget sekarang. Isi pikiran dia sekarang, pasti dia bakal mati di tangan Ayah. Lo tau kan, Ayah gua gimana?” keluh Javier panjang lebar.

Jordy mengangguk, mengiyakan. “Gak semua harus lo yang selesain, Jav. Janu harus tanggung jawab atas apa yang udah dia perbuat—“

“Gak bisa,” sergah Javier cepat, lelaki itu tampak tegas akan keputusannya.

“Terus Felly?” tanya Jordy, membuat mimik wajah Javier menegang seketika. “Kalau lo gantiin Janu buat nikahin Aletta, lo mau jelasin gimana ke Felly? Dan lo yakin alesan lo bakal dia terima dengan mudah? lo sama dia udah pacaran empat tahun, Jav.” Jordy geleng-geleng, tak habis pikir dengan Javier.

Felly. Javier bahkan belum sempat mengabari gadis itu bahwa ia telah sampai ke rumah dengan selamat. Gadis itu memang selalu penuh pengertian. Berbanding dengan wanita biasanya yang sering Jordy ceritakan. Felly jarang mengeluh, jika Javier tidak mengabari berhari-hari. Gadis itu juga tidak mudah curiga atau cemburu. Pembawaannya selalu tenang dan manis. Ia juga mandiri, pintar, juga penyayang.

Atau singkatnya, Felly itu wanita sempurna. Javier selalu bersyukur dan bangga karena Felly adalah gadisnya.

“Lo berantem sama dia aja jarang, Jav. Masa tiba-tiba lo bilang pengen nikahin cewek lain? Sinting kali lo,” maki Jordy, kesal. Terlebih mengingat, kalau Jordy termasuk orang penting dalam hubungan keduanya.

“Jo, lo bikin gua makin pusing,” balas Javier, memijit pelipisnya dengan tubuh menyandar pada kursi.

“Udah tugas gua sebagai sahabat lo buat ngeutarain hal yang benar, Jav. Gua tau, kok, lo sayang banget sama Janu. Semua yang lo lakuin bahkan selalu didasarin buat kebaikan dia di masa depan. Cuma, gak gini juga lah, Jav. Lo harus inget sama perusahaan kita, sama Felly, sama mimpi-mimpi lo,” serang Jordy bertubi-tubi.

Javier membenarkan ucapan Jordy dengan hanya diam di tempatnya. Kini, isi kepalanya seperti sedang bertengkar. Menimbulkan rasa pening, dan mual dalam waktu bersamaan. Hingga sebuah notifikasi dari ponselnya memecah lamunan lelaki itu.

Ternyata dari Janu.

Janu : Bang, dimana? Janu minta maaf, Janu sayang abang.

“Jav?” panggil Jordy, pada Javier yang kini mematung dengan sorot berkaca-kaca. Lelaki itu tidak melepas fokusnya pada layar ponsel untuk beberapa saat. “Janu?” tanya Jordy memastikan.

Javier mengangguk lemah, lelaki itu kini menatap Jordy. Ia menggeleng, “Gua gabisa, Jo,” katanya, hampir berbisik.

“Hah?” Jordy menaikan satu alisnya, tidak bisa mendengar dengan jelas.

“Gua gabisa biarin idup Janu ancur,” jelas Javier, sekali lagi memandang layar ponselnya dengan nanar.

“Jav, dengerin gua—“

Belum sempat Jordy menyelesaikan ucapannya, Javier buru-buru bangkit. Lelaki itu mengambil barang-barangnya untuk di masukan ke dalam tas. Tak lupa meraih jas hitam yang ia taruh di kursi kerjanya. Untuk beberapa detik, ia terhenti.

Matanya mengedar, untuk melihat pemandangan kantornya yang belum terisi penuh. Hanya ada beberapa meja dan kursi yang masih terbungkus rapih, serta sofa yang salah satunya di duduki Jordy. Di sana, Jordy menutup matanya.

Percuma, jika sudah seperti ini tidak akan ada yang bisa menghentikan Javier. Lelaki itu selalu teguh akan hal yang ia yakini. “Javier,” panggil Jordy tepat saat Javier hendak berlalu pergi.

Sorry, Jo. Janu Cuma punya gua,” sahut Javier, terdengar begitu yakin.

“Seenggaknya, lo harus jujur sama Felly. Yakinin dia kalau ini bukan salah dia, dan perasaan lo ke dia selama itu nyata,” saran Jordy, yang langsung di iyakan Javier dengan anggukan.

Detik kemudian, Javier melangkah pergi. Meninggalkan Jordy dengan perasaan resahnya yang kini mendominasi. Bagaimana jika keputusan Javier menghancurkan fokus lelaki itu? Peresmian perusahaan hanya tinggal menghitung hari. Respon sang Ayah, respon keluarga Aletta, dan juga Felly.

Bagaimana Javier akan mengatasi semua itu dalam waktu bersamaan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status