Home / Romansa / Aduh, Bosku Bucin / 7. Aksi Marzuki

Share

7. Aksi Marzuki

Author: dtyas
last update Last Updated: 2025-10-01 20:40:27

BAb 7

Asoka terjaga  lalu mengeratkan selimut merasakan dinginnya malam kota B. Perlahan matanya fokus dan terkejut mendapati ranjang Marzuki kosong. Gegas ia beranjak duduk menatap sekeliling kamar. Toilet tertutup rapat, tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam. Melihat jam dinding hampir jam satu pagi.

“Ck, kemana dia?”

Khawatir kalau buaya darat itu nekat menemui Bintang. Mengambil ponsel di atas nakas, ia menghubungi seseorang.

“Dimana kalian? Apa lihat dia?” cecar Asoka.

“Ada bos, kami sedang ikuti orang ini di Club malam, kayaknya dia udah mau balik ke sana.”

Ada hela lega ternyata Marzuki mencari hiburan bukan mengerjai Bintang. Marzuki serius seorang bajing4n. Selain isi otaknya mesum, bahkan ia terbiasa mendatangi tempat hiburan malam. Sempat mengajak Asoka saat makan malam tadi, dipikir hanya bercanda nyatanya serius.

Menguap karena masih kantuk dan kembali berbaring. Asoka mendapatkan pesan dari orang kepercayaannya kalau Marzuki sudah tiba di penginapan. Tidak ingin kedapatan ia terjaga apalagi mengawasi, Asoka pura-pura tidur.

Sebenarnya ia heran kenapa pula harus khawatir Marzuki berulah dengan mengerjai Bintang. Sedangkan hubungannya dengan gadis itu tidak baik. Tidak mungkin ia menyukai Bintang, tertarik pun tidak.

Mungkin karena rasa bersalah atas kejadian di masa lalu. Mereka sama-sama terjebak dan dia tidak bisa menjelaskan apapun. Tidak ingin hal yang sama terjadi lagi, apalagi Asoka mendengar sendiri rencana jahat itu.

Esok hari, seharian ini Marzuki kurang fokus, bahkan Asoka beberapa kali menegur. Bukan hanya terlihat lelah dan mengantuk, Marzuki juga sempat menjauh untuk menerima telepon.

“Ck, kalau begini kita bisa mundur untuk pulang. Seharusnya draft awal sudah selesai,” keluh Asoka.

“Tenang mas, bentar lagi kelar. Saya kesana dulu ya, dinginin otak,” usul Marzuki.

Asoka menghela pelan dan mengangguk.

“Gimana hasil kerja saya, masih lebih baik dengan tim inti kamu ‘kan?" tanya BIntang setengah mengejek. 

“Belum terlihat, jangan bangga dulu,” sahut Asoka.

“Dasar aja tidak mau mengakui kalau kerjaku boleh juga,” gumam Bintang masih fokus dengan laptopnya. “Saya nggak mau ya, kepulangan kita ditunda. KAlau perlu saya pulang duluan aja, kalian yang survei lokasi lain.”

Asoka bergeming dengar ocehan Bintang dan fokus dengan layar laptopnya.

“Heh, kamu dengar 'kan?”

Bukannya menjawab, Asoka malah menatap sekeliling.

“Asoka!”

“CK, yang sopan. Aku ini senior kamu dan ….”

“Menyebalkan,” sela Bintang. “Selama ini apa tidak ada yang bilang kalau kamu itu menyebalkan.”

“Tentu saja tidak. Cuma kamu yang punya pikiran aneh itu. Perempuan lain berbaris dan mengantri untuk dekat denganku, hanya kamu perempuan aneh dan berteriak padaku.”

“Mereka belum tahu saja kalau kamu ternyata menyebalkan. Ngaku-ngaku banyak perempuan antri, paling halusinasi. Padahal jomblo.”

Asoka terkekeh meski pandangannya tetap pada laptop. Bintang semakin senang mengejeknya.

“Hah, benar saja. Selain menyebalkan ternyata kamu mulai tidak waras.”

“Astaga,” gumam Asoka sambil mengusap wajahnya. “Kamu sebut aku jomblo, apa tidak salah. Memangnya kamu sudah menikah atau ada kekasih, sepertinya tidak. Kasihan.”

Kesal dengan ejekan Asoka, Bintang sampai menggebrak meja.

“Kamu ….” Tunjuknya pada Asoka.

Namun, pria itu menoleh pada ponselnya yang bergetar dan mengernyitkan dahi membaca id caller.

“Halo,” sapa Asoka menjawab telepon itu.

“Bos, target terlihat sedang transaksi. Kami sudah kirim foto sebagai bukti,”ujar seseorang di ujung sana.

“Cari tahu apa yang dia dapatkan!”

“Oke, siap.”

Panggilan berakhir, Asoka membuka pesan yang masuk. Beberapa Foto di mana Marzuki terlihat sedang melakukan transaksi. Ia menerima bungkusan dan menyerahkan amplop pada orang yang ditemui.

“Hah, ngaku banyak fans. Isi percakapannya aneh, nggak ada mesra-mesraan.”

Asoka melirik sinis pada Bintang yang mengejeknya. “Aku akan mesra pada gadis yang tepat. Tidak sembarangan merayu macam Marzuki.”

“Jadi, penasaran wanita idaman kamu tuh yang kayak gimana,” keluh Bintang sambil bersedekap sedangkan pandangannya tetap tertuju pada layar laptop.

“Yang jelas bukan kamu,” sahut Asoka.

“Ya, ya, kita lihat saja apa dia lebih baik dari aku."

***

Hampir tengah malam dan tidak ada pergerakan dari Marzuki. Bahkan setelah makan malam, pria itu lebih dulu kembali ke kamar dan langsung berbaring. Asoka heran, apa ini bagian dari rencana atau Marzuki berubah pikiran.

Siang tadi, orang kepercayaannya mendapatkan informasi kalau Marzuki bertransaksi membeli obat tidur.

Marzuki menguap menunjukan kalau ia memang lelah.

“Padahal malam terakhir di sini, seharusnya kita jalan Mas.”

Asoka hanya berdehem lalu duduk di ranjang dan bersandar pada headboard.

“ah, apa kita pesan minuman ya, untuk hangatkan badan.” Marzuki lalu beranjak duduk.

“Aku tidak,” seru Asoka.

“Ck, maksud aku bukan minuman keras, tapi air jahe atau bandrek.” Marzuki menghubungi layanan kamar memesan cemilan dan bandrek.

Sambil menunggu pesanan, Marzuki asyik dengan televisi. Asoka fokus pada ponsel, meski terus mengawasi pergerakan dari rekannya. Tidak sampai setengah jam, pesanan pun datang.

“Ayo, Mas Oka. Mumpung masih hangat, biar badan lebih hangat.”

Minuman dan makanan di atas meja sofa, Marzuki sibuk menikmati dengan posisi membelakangi Asoka.

“Wuih, mantap, langsung hangat ke badan. Oh iya, pesan untuk BIntang juga.” Marzuki kembali menghubungi layanan kamar.

Asoka mendekat dan mengambil gelas berisi bandrek yang masih utuh, meneguk pelan dan meringis. Rasa hangat dan aroma jahe begitu menyengat. Hanya sanggup beberapa teguk, ia simpan kembali gelasnya.

“Mas, besok rencananya gimana. Langsung ke lokasi lain atau kita selesaikan di sini?” Marzuki terus mengajak ngobrol Asoka yang banyak diam. 

Alih-alih menjawab, Asoka malah menguap. Sudah lewat tengah malam, wajar kalau ia mengantuk.

“Kita lihat besok.” Kantuknya tidak tertahan, Asoka beranjak menuju ranjang. Meski sempat terlintas di benaknya kalau ia harus terjaga. Namun, kalah dengan rasa kantuk.

“Kalau bisa dari pagi kita cek out, biar nggak kemalaman sampai rumah. Masih ada tempat yang harus kita kunjungi ya."

Samar-samar masih terdengar suara Marzuki, tapi Asoka tidak sanggup untuk menimpali.

“Mas, Mas Oka.”

Marzuki tersenyum sinis, mendapati Asoka terlelap.

“Tidur juga dia. Giliran Bintang, semoga dia sudah minum dan terkapar juga.”

Marzuki keluar kamar dan menatap sekeliling. Hanya ada seorang pria berjalan di koridor dan seorang lagi berdiri bersandar pada tiang sambil merokok. Memastikan gerakannya tidak menjadi perhatian dan situasi aman, ia mengeluarkan sebuah kunci dari kantong celananya. Kunci untuk membuka kamar yang ditempati Bintang.

Penginapan yang mereka tempati masih konvensional. Pintu kamar masih menggunakan anak kunci. Marzuki membayar salah satu pekerja di penginapan untuk memberikan kunci cadangan kamar Bintang dengan alasan memudahkan mengecek keberadaan penghuninya karena masih ada hubungan saudara.

Makanan dan minuman yang sudah dipesan pun dicampur dengan obat tidur, tentu saja dengan bantuan pekerja di penginapan itu. Dengan pelan pintu kamar dibuka, kamar itu dalam keadaan terang dan Bintang tertidur pulas. Marzuki tersenyum karena rencananya hampir berhasil. menutup pintu dan menguncinya karena sudah tidak sabar untuk mengerjai Bintang. Mendapati nampan berisi gelas minuman yang tinggal setengah dan makanan yang sudah dicicipi meski tidak habis.

“Cantik sekali,” ujar Marzuki lalu menarik selimut menunjukan keseluruhan tubuh Bintang yang mungil dan masih terbalut dengan piyama. Merangkak menaiki ranjang, tangannya terampil mulai membuka kancing atasan piyama dan menarik turun celana. Tubuh Bintang hanya mengenakan pakaian dalam, terlihat bagian tubuh yang mulus dan seputih pualam. Tatapan mesum Marzuki seakan bak serigala yang ingin menerkam anak ayam dan tak sabar. Bahkan air liur seakan menetes.

“Akhirnya, aku bisa cicipi tubuhmu. Setelah ini kamu akan ketagihan dan berharap sentuhan pria,” tutur Marzuki lalu terkekeh. Gegas ia melepaskan pakaiannya hanya menyisakan boxer dengan penampakan bagian intim tubuhnya yang sudah tegang.

“Astaga, milikku sudah tidak sabar.”

Marzuki menurunkan tubuhnya tepat di atas tubuh Bintang, hendak mencium bibir gadis itu. Terdengar handle pintu ditekan, seakan ada yang ingin masuk. Namun, tidak ada pergerakan lagi. Marzuki kembali melanjutkan aksinya, tapi terkejut dengan pintu kamar yang mendadak didobrak dari luar.

“Bangs4t, bajingan lo!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aduh, Bosku Bucin   39. Pengakuan Candra (Dusta)

    Bab 39Asoka kembali ke kantor, baru saja menemui orangtuanya. Sudah diputuskan ia akan mengisi posisi yang lebih baik dan identitasnya akan disampaikan saat perayaan tahunan Emerald Company. Beberapa bulan lagi.Mobil sudah terparkir rapi di basement lalu menuju lift. Berharap Bintang belum pergi makan siang dan ia ada alasan untuk mengajak gadis itu keluar. Bucin, itu yang dia rasakan kini. Entahlah.Sampai di ruangan tidak mendapati meja Bintang kosong. Hanya ada beberapa orang di sana.“Mas, baru datang?” tanya Soni.“Hm.” Asoka mendekati kubikel Soni.“Bela kemana?” tanya Asoka. Alih-alih menanyakan Bintang malah bertanya tentang Bela.“Kelauar makan siang, kayaknya diundang Pak Candra. Udah dari tadi, belum jam istirahat mereka udah pergi.”“Pak Candra, BJ company?” tanya Asoka lagi.“Iya mas, siapa lagi. Tapi saya aneh deh. Pak Candra kayak yang gimana ke Bintang, tapi dekat juga sama Bela. Mereka sering komunikasi.Dalam hati Asoka mengumpat, sepertinya Candra memanfaatkan Bel

  • Aduh, Bosku Bucin   38. Dimana?

    Bab 38Bela menghela nafas sebelum menarik kursi, Candra tersenyum. menuangkan minuman ke dalam gelasnya juga gelas yang disiapkan untuk Bela.“Susah juga hubungi kamu,” cetus Candra. “Kemarin aku kemari, kamu tidak ada.”“Aku sibuk.” Bela mengambil gelas yang sudah terisi lalu meneguk habis isinya. Mengernyit dan memejam pelan merasakan alkohol melewati tenggorokannya.“Kamu dan Bintang satu tim, kalian dekat?”“Bintang?” Bela balik tanya.“Hm.” Candra kembali menuangkan minuman ke gelas Bela.Berada di ruang VIP di klub malam. Meski pintu ditutup rapat, suara bising musik tetap terdengar.“Tidak, dia baru bergabung. Katanya mutasi dari cabang, entahlah. Bukan levelku berteman dengannya,” tutur Bela. “Kenapa … jangan bilang kamu suka dengan Bintang?”Candra tertawa lalu bersandar.“Kami pernah dekat, bisa dibilang pacaran waktu kuliah. Dia adik tingkatku.”Terkejut dengan informasi itu, Bela sempat menganga lalu bersedekap sambil menggeleng pelan.“Aku pikir seorang Candra seleranya

  • Aduh, Bosku Bucin   37. Belum Ada Judul

    Bab 37Asoka memijat pelan tengkuknya saat keluar dari mobil. Merasa lelah dengan aktivitasnya hari ini. Serius tidak melibatkan Bintang dalam project milik Candra. Ia sendiri yang banyak terlibat di pekerjaan itu.Lelah dan kantuk yang dia rasakan, padahal ingin mengajak Bintang pulang bersama lalu makan malam. Rencana tinggal rencana. Memasuki area lobby dari arah basement, pandangan Asoka tertuju pada gadis yang baru keluar dari lift. berjalan sambil menunduk fokus dengan ponsel.Senyum terbit di wajah Asoka. Rasa lelahnya perlahan menguap mendapati gadis pujaan hati, muncul di hadapan.“Bintang.”Bintang pun menoleh.“Mas Oka, baru pulang?”“Hm. Mau kemana?” Asoka balik tanya.“Ke mini market. Aku lapar, di kamar nggak ada makanan.”“Oh, aku juga ada perlu ke sana.”Bintang dan Asoka berjalan bersisian meninggalkan lobby menuju minimarket. Dengan setelan rumahan, kaos dan celana pendek, Asoka memperhatikan Bintang.“Mas Oka lembut ya, pulang malam bener.”“Ada pekerjaan deadline,”

  • Aduh, Bosku Bucin   36. Ada Apa Dengan Kita

    BAb 36“Dia tidak mengenaliku,” ujar Asoka mengulang pernyataannya.“Tapi dia mengenaliku,” seru Bintang dan Asoka mengedikan bahu. “Aku malas bertemu dengannya, bilang saja aku sibuk.”Bintang serius dengan ucapannya, ia berbalik hendak kembali ke ruangan. Asoka menahan dengan memegang tangannya.“Aku tidak berhak menyuruhmu, tapi temui dulu.”“Kedatangannya bukan urusan pekerjaan dan aku menolak bertemu dengannya.”“Aku pun berharap kalian tidak bertemu, tapi temui saja. Sepertinya Candra masih menaruh harapan dan perasaan untuk kamu.”Bintang tertawa. “Sayangnya aku tidak.”“Baguslah. Temui dia dan kita bicara. Aku tunggu di sini.”Bintang menatap Asoka. Pria itu berdiri dengan gaya khasnya, kedua tangan berada di dalam saku celana.“Dia di depan informasi. Itu tempat umum, tidak mungkin dia macam-macam.”Dengan malas Bintang pun menuju ruang tunggu tidak jauh dari meja informasi atau resepsionis. Candra melihat kedatangan Bintang, langsung berdiri dan tersenyum.“Hai, Bintang,” sa

  • Aduh, Bosku Bucin   35. Candra VS Asoka

    Bab 35“Mas Oka sudah datang?” tanya Bela memastikan apa yang dia dengar. Ia pikir Asoka akan kembali dua hari lagi. Namun, pagi ini pria itu sudah kembali. “Lo serius mas Oka, bukan yang lain?”“Astaga Bela. Mata gue belum rabun kali. Orang seganteng itu nggak mungkin gue salah lihat.”“Hah, ribet ngomong sama kalian.” Bela meninggalkan meja informasi dan gegas menuju ruang kerjanya. Belum memikirkan lagi alasan yang tepat kenapa Bintang menggantikannya untuk survei.Sampai di ruangan, Asoka sudah ada di kubikelnya. Dalam hati Bela mengumpat, hari apa ini kenapa ia harus merasa sial padahal masih pagi. Berjalan pelan langsung menuju area kerjanya, berharap Asoka tidak melihat ia datang. Menghela lega, karena Asoka tidak merespon, bahkan sudah lima menit berlalu dan hampir semua karyawan di ruangan itu sudah hadir.“Aman,” gumam Bela sempat menoleh ke arah Asoka.Sedangkan di kubikel berbeda, Bintang berusaha fokus dengan layar komputernya. Namun, ada hal yang harus diselesaikan dan t

  • Aduh, Bosku Bucin   34. Risau ....

    Bab 34Bela mengumpat karena ponselnya berdering dan nama Candra muncul di sana. Sudah menghindar dengan mengutus Bintang saat survei, semoga saja Oka tidak akan tahu. Nyatanya Candra malah telpon.“Malas banget sih. Gue ngarep sama anaknya Pak Akbar bukan sama lo.”Bela melemparkan ponsel ke atas ranjang, melepas pakaiannya lalu menuju toilet. Baru saja tiba, padahal urusan kerja sudah selesai sejak tadi sore. Sempat hangout bersama temannya sekedar nongkrong di café.Keluar dari toilet, masih mengenakan bathrobe. Bela mengambil ponselnya. Ada pesan masuk dari Candra.[Kirim kontak Bintang]“Ck, dasar buaya. Sekarang mau merasakan yang cupu, tapi nggak apa. Dari pada gangguin gue terus.”Baru akan mengirim kontak Bintang pada Candra, ponselnya berdering. Kali ini nama Asoka yang muncul di layar.“Mas Oka, mau ngapain sih. Udah malam gini nelpon segala.”Bela menghela nafas sebelum menjawab panggilan itu.“Malam Mas Oka,” sapa Bela.“Kenapa yang survei Soni dan Bintang, aku sudah arah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status