"Nasi udah berubah menjadi bubur. Kamu mau ngomong apa, Sayang?"
Suara lembut Helen terdengar. Ben dan Helen tahu, putri mereka ini sangat pintar. Irina tidak hanya cantik, dia juga unggul di bidang akademik. Jadi, Helen berharap anaknya memiliki solusi yang tepat untuk permasalahan pernikahan Ciara dan Liam. Irina bangun, lalu duduk di samping Ben. "Setahun yang lalu, Cia pernah gagal nikah satu kali sama tunangannyaーKevan Hanindra." Helen penasaran. Dia segera mengambil tempat duduk di sofa yang duduki anaknya tadi. "Terus, kenapa?" tanya Helen, tidak senang. "Apa hubungannya sama masalah ini, Irina?" Irina tersenyum tipis. "Papa sama Mama inget nggak, sih? Saat Kevan tertembak, Cia langsung pergi dan tinggal di Desa Avalon sama pacarnyaーsi pria bertato api." Wajah Ben menggelap. Benaknya mengulangi memori kelam satu tahun yang lalu. Tidak disangka-sangka, terjadi penembakan saat acara pernikahan Ciara dan Kevan sedang berlangsung di Pink Beach Island. Selain tunangan Ciara, Tuan Besar keluarga Hanindra pun ikut tertembak. Akibatnya, semua orang mengutuk acara pernikahan Ciara dan Kevan yang membawa bencana. "Papa inget, Irina," kata Ben, sedih. "Karena insiden penembakan itu, Felicia kena serangan jantung dan tewas di tempat." "Cia bahkan nggak dateng ke pemakaman Ibu kandungnya sendiri." Helen menimpali. "Cia bener-bener anak durhaka!" Saat mendengar celotehan keluarga Ben, emosi di mata Ciara terlihat rumit. Matanya tampak membara. Irina berhasil menanam dendam di hati kedua orang tuanya. Diam-diam, dia tersenyum. Irina bertanya, "Siapa yang percaya, kalo cewek dan cowok tinggal bareng satu atap nggak ngelakuin apa-apa?" Mendengar kata-kata tuduhan Irina, Alis Ciara semakin menegang. Kedua tangan Ciara menggenggam erat railing tangga seperti cakar harimau sampai tangannya memerah dan nyaris terluka. Padahal faktanya, sebelum Kevan menutup mata, dialah yang meminta Quden untuk menyelamatkan Ciara. Sedangkan pada hari pemakaman ibu kandungnya, Ciara hadir menyamar dan berdiri di tengah-tengah para pelayat. Helen mengerutkan dahi. Dia menatap Irina dengan serius. "Jaーjadi, maksud kamu?!" Irina mengangguk. "Cia kabur dari pesta pernikahan karena dia takut ketahuan sama Tuan Muda Griffin, kalo dia ... udah nggak perawan." Fitnah! Ini fitnah! Ya, Irina telah memfitnah Ciara secara terang-terangan. Waktu terasa berjalan lambat seperti seekor kungkang. Dada Ciara terasa sesak. Dia akan mencoba bersabar sebentar lagi. Karena dia ingin mendengar ocehan keluarga Ben selanjutnya. Ben langsung memijit pelipisnya. Dia bersandar. Napasnya menjadi berat. Darah Ben bergejolak. "Entah Rudi punya dosa apa di masa lalu sampai punya anak gadis malu-maluin begitu!" "Karena Rudi nikah sama Felicia, Pa," ujar Helen, menggebu-gebu. "Feli berasal dari keluarga miskin di desa Rancakbengawan di Kota Perak. Rudi sukses menutupi rahasia Istrinya dari orang-orang." Ben angguk-angguk. "Iya, kamu bener. Makanya, sikap Felicia yang kampungan menurun ke Cia." Irina senyum-senyum. Dia akan melakukan segala cara agar Ben mengusir Ciara dari keluarga Darwin. Ben menatap anaknya. "Jadi, kamu punya solusi apa? Besok pagi, Papa mau pergi ke rumah keluarga Griffin untuk bertanggung jawab." Irina sudah menunggu momen tepat seperti ini sejak berbulan-bulan yang lalu. Tidak disangka, dia memiliki kesempatan untuk mengungkapkan niatnya. "Aーaku punya ide. Tapi ...." Irina tampak malu-malu mengatakannya. Dia menyelipkan rambut ke belakang telinga. Helen menatap lembut anaknya. "Ngomong aja, Sayang!" pintanya. Irina berkata, "Ini cuma pemikiran aku aja. Kalo Papa sama Mama nggak setuju, anggap aja aku nggak pernah bilang apa-apa." Ben menepuk punggung tangan Irina sambil tersenyum. "Bilang aja, Irina! Kamu anak Papa. Selama ini, kamu nggak pernah buat masalah kayak Cia." Irina berkata dengan serius, "Tuan Besar Griffin pasti marah kalo pernikahan ini batal. Tapi dia pasti belum tau, Tuan Muda Liam nggak mau sama Cia karena dia udah nggak perawan." Irina bermulut manis di depan kedua orang tuanya. Akibatnya, mereka terhasut dengan mudah. Irina menundukkan kepala. Dia menggenggam ujung roknya. "Jadi, gimana kalo aku gantiin posisi Nyonya Muda Griffin?" Wajah Irina merona merah. Dia berhasil mengatakan keinginannya yang sudah terpendam sejak lama. "Aku lebih cantik dari Cia. Aku juga punya banyak prestasi dan bisa menghasilkan uang. Aku pikir, Tuan Muda Liam pasti akan menyukaiku." Suasana di ruang tamu hening. Ben dan istrinya saling pandang. Mereka berdua mulai mengerti maksud Irina. "Dengan aku mengorbankan diri, keluarga Darwin kita masih bisa terselamatkan." Irina berkata dengan yakin. "Lagipula, seharusnya Tuan Besar Griffin nggak akan masalah." "Berhenti beromong kosong, Kak Irina!" teriak Ciara. Ciara bersandar di railing tangga dengan santai sambil memandangi mereka. Wajah Ciara dipenuhi dengan senyuman saat Irina menatapnya. "Kak Irina, kamu memang sangat pintar. Tapi ... nggak cukup bijak," kata Ciara, lagi.Saat masih tercengang dengan foto di layar tablet Aksa, ponsel Liam bergetar. Dengan rasa penasaran yang menyergap, tangan Liam dengan cepat mengambil ponsel di depannya. Layar menyala, muncul nama Linda. Tanpa ragu, Liam membuka pesan dan segera menekan gambar yang dikirim Linda. "Apa ini?!"Suara Liam pelan. Mata tajamnya melihat beberapa kemasan postinor-2. Satu lembar blister berisi dua tablet putih bundar. Lalu, tangannya menggulir pesan ke bawah. Linda: Tuan Muda, aku nemuin pil pencegah kehamilan postinor-2 di laci kamar utama diantara obat-obatan punya Nyonya. Tatapan dinginnya menusuk saat membaca pesan Linda. Hatinya terasa terbakar begitu mengetahui siasat licik Ciara. Ciara benar-benar keterlaluan!Di sela-sela presentasi Yoni, Liam berdiri. Dia mengembalikan tablet Aksa. Lalu, melangkah meninggalkan kursinya. "Siapin mobil!" perintah Liam pada Aksa. "Ah!" Aksa terkejut. Tapi, dia buru-buru mengikuti tuannya. Pandangan mata semua orang beralih kepada Liam. Menghad
"Ah, yang bener, Nyonya?! Tuan Muda marahin kamu? Tapi rasanya ... nggak mungkin!"Kedua mata Linda membelalak, seolah tidak percaya dengan kata-kata Ciara barusan. Melihat Liam memperlakukan Ciara dengan manis pagi ini, siapapun pasti menganggap hubungan mereka harmonis. Jadi kemungkinan besar, Ciara berbohong padanya!Kilasan memori di kehidupan sebelumnya, mulai menerjang otak Ciara. Dia teringat sosok Linda yang menyebalkan. Linda tidak pernah mempercayai ucapan Ciara sedikitpun hingga akhirnya dia jatuh sakit. Kemudian, dia tidak sadarkan diri karena sakit kepala hebat yang disertai mimisan. Karena alasan itulah, Ciara meminta Quden menyiapkan obat-obatan sebelum tinggal di rumah ini.Saat mengingatnya, pupil mata Ciara bergetar seiring dengan senyum sinis di bibirnya. "Pergi aja ke kamar mandi! Lihat hasil karya Liam mencampuri shampo-ku dengan air!"Wajah Linda berubah pucat. Dia membungkuk hormat, lalu pergi tergesa-gesa menuju lift.Ciara menatap kepergian Linda. Lalu,
"Cia, hari ini kamu di rumah aja! Istirahat!"Liam membetulkan tali dress Ciara yang semula dia turunkan. Pandangannya terpaku pada lekuk tulang selangka Ciara yang dihiasi jejak-jejak ciumannya.Dengan lembut, Liam menjepit dagu Ciara di antara jari telunjuk dan tengahnya, mendongakkan wajah Istrinya hingga mata mereka bertemu."Apa?"Wajah Ciara memerah. Detik berikutnya, dia tertegun. Ciara menyadari pandangan mata Liam lebih bersinar daripada sebelumnya. 'Cia, I love you ....'Tentu saja kata-kata cinta itu hanya Liam ucapkan di dalam hati. Bukan tidak berani mengatakannya. Liam hanya merasa terlalu dini untuk mengatakannya langsung pada Ciara. Tapi, bukankah itu sama saja dengan gengsi?Tanpa aba-aba, Liam memeluknya hingga Ciara terkejut dibuatnya. Setelah merasa puas, Liam melepaskan Ciara dan mencium keningnya. Lalu, Liam membukakan pintu mobil untuk Ciara. "Cia, aku kerja dulu. Jangan lupa makan tepat waktu dan minum obat!"Ciara mengangguk, sedikit tersipu. "Iya."Meli
"Nyonya, Tuan panggil kamu ke bawah."Setelah menunggu Ciara selesai makan, Linda memberitahu bahwa Liam memanggilnya."Liam belum jalan kerja?"Tepat pada saat itu, terdengar suara klakson mobil di bawah jendela kamar.Ciara segera berjalan menuju jendela yang terbuka. Dia melihat Liam duduk di dalam mobil sedang menatapnya. "Aku ke bawah dulu. Bi Linda, beresin peralatan makan!""Baik."Begitu Ciara pergi, Linda buru-buru menggeledah kamar utama sesuai perintah Liam. Dia mengangkat bantal Ciara dan berharap bisa menemukan sesuatu. "Sebenernya, apa yang Tuan Muda cari dari Nyonya? Apa dia merasa, Nyonya menyembunyikan sesuatu darinya?""Tapi, aku nggak pernah meragukan insting seorang Suami ataupun insting seorang Istri. Karena mereka pasangan Suami Istri yang sah. Mereka pasti memiliki ikatan batin."Dengan gerakan cepat, Linda sudah berdiri di depan cermin besar. Tangannya meraba-raba meja di sampingnya dan tidak menemukan apa-apa. Linda menghela napas. "Hemm ...."Ketika menole
"Kamu nggak usah takut, Cia! Aku nggak akan biarin kamu urus anak yang merepotkan. Aku akan minta Bi Linda siapin baby sitter untuk anak kita.""Tugas kamu cuma melayani Suami, selebihnya biar pelayan yang urus."Mendengar semua perkataan Liam, ada kegundahan yang Ciara rasakan. Dia menatap wajah Liam lekat-lekat dan menemukan keseriusan di dasar matanya. "Karena hanya dengan begitu, kamu bisa buktikan ketulusan hatimu padaku."Tubuh Ciara tiba-tiba gemetar hebat. Wajahnya berubah pucat. Ciara tidak ingin menangis. Tapi nyatanya, air mata Ciara telah menumpuk di kelopak mata. Hatinya tersayat setelah mendengar keinginan Liam. Liam menyadari perubahan sikap Ciara. Dia merasa, Ciara menolak keinginannya.Tapi, kenapa? Bukankah wajar jika seorang Suami mendambakan memiliki keturunan? Mengapa reaksi Ciara berlebihan seperti itu?Ciara berdiri, hendak pergi dari ruang ganti. "Hemm ...."Seolah bisa membaca pikiran istrinya, Liam langsung menahan tangan Ciara. "Kamu kenapa? Nggak mau p
"Liam, aku bisa mandi sendiri ...."Suara Ciara yang merdu hilang karena gemericik air shower yang mengalir. Setelah dua jam berlalu, akhirnya Liam melepaskan Ciara. Bukan karena merasa puas, melainkan karena Griffin Group sudah menunggunya. Kalau saja Liam tidak ingat meeting penting hari ini, bisa saja dia memilih tidak pergi ke kantor dan terus menindih istrinya hingga kelelahan. "Berputar!"Meskipun sudah mendengar perintah Liam, Ciara enggan mengikutinya. Akibatnya, Liam justru membantu Ciara berputar. "Diem di sini! Aku mau ambil shampo dulu."Liam sudah memutuskan untuk memandikan Ciara. Ini adalah hal pertama yang dia lakukan setelah menikahinya. Ciara tidak kuasa menolak. Tapi jauh di dasar hatinya, dia takut Liam akan memintanya lebih!Hati dan pikiran manusia, siapa yang tahu?Liam kembali membawa botol shampo. Ciara terheran-heran melihat Liam mengisi botol shampo dengan air, lalu mengocoknya."Liam, kamu ngapain?""Harusnya aku yang tanya. Cia, kamu ngapain aja di ru