Share

Perang Dingin Ray dan Manthis

“Whatsss…jadi besok kamu mau ke Kalimantan show sayangg!” kata Sheila, saat Manthis bilang besok dia akan pergi.

“Ga bisa di tunda yaa?” Manthis langsung menggeleng, dia bilang, karena ini menyangkut group band mereka yang telah mengangkat namanya, tidak ada alasan apapun dia tidak hadir dan show bersama The Stollen’s. Sheila akhirnya pasrah dan tidak melarang kekasihnya pergi besok.

“Sayang…ada kabar baik, Adit setuju bercerai, tapi kami akan bercerai diam-diam, jadi sambil kelak bicara dengan ortu, kami masih serumah!” Sheila memeluk Manthis.

Manthis memang pernah blak-blakan bilang, dia tak bisa terus menerus jadi orang ketiga dalam rumah tangga Sheila dan Adit.

Keduanya kemudian tenggelam dalam kemesraan, sampai menjelang pagi, karena jam 9 pagi Manthis harus segera ke bandara untuk terbang ke Juanda, Surabaya, lanjut Bandara Syamsudinoor Banjarbaru.

Di perjalanan menuju bandara, Amang menegur Manthis, terkait hubungannya dengan Sheila.

“This, terlepas daripada aku sebagai asisten kamu, tapi tak ada salahnya ku sedikit menasehati kamu,” kata Amang pelan.

“Hmm…iya kenapa Mang?” sahut Manthis.

“Mengenai hubungan kamu dengan Sheila!” Manthis tertawa sejenak, dia akhirnya cerita kalau Sheila dan Adit akan segera bercerai. Amang tentu saja kaget bukan main mendengar itu.

“Kamu jadi orang ke tiga mereka, ingat This, mereka itu baru kawin, masa langsung bercerai apakah kamu….?”

“Tidak…!” potong Manthis langsung, akhirnya Manthis blak-blakan menceritakan persoalan rumah tangga Sheila, Nadu sambil tertawa mendengar cerita Manthis. Amang hanya bisa menghela nafas, pria yang kini menjadi mahasiswa Fakultas Hukum ini kemudian geleng-geleng kepala mendengar kisah Manthis, yang melibatkan Sheila dan suaminya.

“Ga nyangka yahh, saat bersanding macho bangettt…iiihhh ternyata Machhhicaaaa…cuuucukkk!” kata Nadu dengan lagak kenes, sehingga Manthis terbahak-bahak, Amang hanya senyum di kulum. Sopir yang membawa mereka ke bandara ikutan tertawa melihat tingkah Nadu yang bergaya mirip Manejer Vena, si Jeje.

Kenapa Manthis langsung ke Banjarmasin, bukan ke Jakarta dulu?

Ternyata dia ingin menemui ibunya dan berencana mengajak pindah ke Jakarta.

Setelah mendarat di Juanda, Surabaya, perjalanan Manthis, Nadu dan Amang lanjut ke Bandara Syamsudinoor, Banjarbaru. Untungnya tidak delay, sehingga jelang sore mereka kini sudah mendarat di bandara yang baru saja di resmikan Presiden RI dan langsung menuju hotel yang ada di Banjarmasin.

Amang terus melakukan komunikasi dengan Andi, sehingga tim manajemen The Stollen’s lega, kini Manthis sudah duluan ada di Banjarmasin.

Setelah meletakan tas di kamar hotel yang sudah dipersiapkan panitia, Manthis sudah wanti-wanti dengan panitia, agar kedatangannya jangan di publis. Manthis khawatir dia tak bisa kemana-mana kalau penggemarnya sudah berdatangan ke hotel ingin bertemu dia.

Manthis minta Amang dan Nadu cari mobil carteran, karena dia ingin ke rumah ibunya. Tak sulit, karena di hotel ini mobil sudah ready. Bersama dua sahabatnya ini, Manthis yang sengaja memakai topi dan masker keluar dari lobby hotel langsung masuk mobil, karena khawatir di kenali.

Rumah ibunya berada di kawasan Kayutangi, mobil di sopiri Nadu dan Manthis jadi penunjuk jalan  menuju rumah orang tua Manthis.

Mobil carteran ini tak bisa langsung parkir di depan rumah, mereka harus berjalan ke dalam gang sekitar 200 meteran.

Begitu sampai di depan rumah ibunya, Manthis yang masih mengenakan kacamata hitam, topi dan masker geleng-geleng kepala melihat ibunya yang terlihat sibuk berjualan di depan rumahnya.

“Ternyata kirimanku selama ini ibu manfaatkan untuk modal jualan dan perbaiki rumah, padahal sudah ku minta agar stop saja jualan!” kata Manthis dalam hati.

“Bu…!” Darmi, ibunda Manthis langsung pangling saat melihat Manthis yang melepas kacamata dan topi lalu maskernya.

“De Jonggg…kamuuuu!” kata Darmi, ibunya ini selalu memanggil Manthis dengan nama De Jong, ibunya beralasan karena itu nama mendiang ayah dari Manthis sendiri. Aman dan Nadu sampai tersenyum mendengar ibu sahabatnya ini memanggil Manthis dengan sebutan De Jong.

Manthis mencium tangan ibunya dan memeluk perempuan yang terlihat lebih tua dari usia sebenarnya, padahal usia Darmi baru 45 tahunan.

“Aman, Nadu, tolong tutup warung ibu, ga enak aseek ngobrol di rumah ada pembeli!” Aman dan Nadu langsung sigap menutup warung ibu Manthis, Nadu sempat ngambil dua bungkus rokok mild.

“Bunda, Nadu beli dua rokok yaaa!” kata Nadu saat melihat Manthis dan ibunya sudah masuk ke dalam rumah. “Ambil saja, ga usah bayar nakk!” sahut Darmi, yang langsung ke dapur meninggalkan Manthis duduk di ruang tamu.

Setelah kini berada dalam rumah yang sangat sederhana, di mana hanya ada riga kursi tamu dan satu meja sederhana. Manthis langsung teringat masa-masa kecilnya yang sangat sulit di rumah berdinding papan dan hanya berukuran 5x7 meter persegi ini.

Darmi kini membawa tiga gelas kopi hitam yang masih mengepul dan mempersilahkan Nadu dan Aman yang kini sudah masuk ke dalam rumah meminumnya. Karena hanya ada tiga kursi, Nadu mengalah duduk di lantai.

“Baru sekarang kamu pulang De Jongg, mentang-mentang sudah jadi artis, sampai malas pulang ke sini!” tegur Darmi pada anak tunggalnya ini.

“Bukan gitu bu, De Jong sangat sibuk…!” sahut Manthis pelan.

“Katanya lusa kalian show di Stadion Lambung Mangkurat ya, ibu ada lihat banyak banget poster-posternya dipinggir jalan!”

“Iya bu…oh yaa De Jong minta dengan sangat, ibu pindah ke Jakarta!” sahut Manthis.

“Bukannya ibu nolak, tapi rasanya sangat sayang meninggalkan rumah ini, apalagi ini satu-satunya rumah yang dulu mendiang ayah kamu belikan!” sahut Darmi.

“Bunda, kapan sih ayah Manthis meninggal dunia!” Nadu ikutan nyolot sambil menghisap rokok mildnya.

“Saat Manthis berusia 3 bulan nak, tapi dia ga meninggal di sini, tapi di negaranya Belanda!” sahut Darmi. Darmi kemudian menunjuk sebuah foto lama di dinding, di mana ayah Manthis sedang berfoto dengan dia saat masih bersama.

“Waah bunda cantik juga yaa waktu masih muda dan berpose sama Om De Jong, eh siapa sih nama lengkap beliau bun?” tanya Nadu lagi.  

“Namanya Alexander de Jong!” sahut Darmi lagi.

“Lho bu, darimana ibu dapat foto ini, dulu kan ga ada, malah ibu bilang ga memiliki foto ayah?” tanya Manthis keheranan.

“Setelah kamu merantau ke Jakarta, ibu kan bersih-bersih kamar yang biasa kamu tiduri, nah ibu menemukan foto itu!” Manthis langsung mengangguk-anggukan kepala.

Darmi akhirnya bercerita, sebetulnya ayah Manthis ini sudah memiliki anak dan istri di Belanda, saat itu Alexander de Jong yang merupakan ekspatriat jatuh cinta dengan Darmi dan mereka menikah di Banjarmasin.

Sayangnya, saat Darmi lagi hamil Manthis, Alexander harus pulang kembali ke Belanda, karena tiba-tiba di mutasi oleh perusahaan tempatnya bekerja kembali ke Belanda.    

Awalnya komunikasi Alex dan Darmi masih lancar-lancar saja, tapi setelah sakit komunikasi terputus, bahkan tiga bulan setelah melahirkan Manthis, Darmi dapat kabar Alex telah meninggal dunia karena penyakitnya tersebut.

“Kalau ada waktu, kamu cari rumah mendiang ayah kamu di Belanda This, kan kata Bunda kamu memiliki saudara di Belanda!” sela Amang menatap wajah Manthis sambil tersenyum. Manthis kembali menganggukan kepalanya.

“Suami bunda dulu bilang, dia memiliki dua anak, yang tertua laki-laki dan yang nomor dua perempuan. Dulu itu usianya 10 dan 6 tahunan, artinya kalau kini De Jong berusia 19 tahun jelang 20 tahunan, saudara de Jong yang di Belanda berusia 30 tahunan yang tertua dan yang muda 26 tahunan,” ungkap Darmi.

“Emank bunda tau om Alex di Belanda tinggal di mana?” tanya Nadu, Darmi langsung menggeleng.

“Tapi setahu bunda, ayah De Jong dulu kerja di PT Etton Mobil,”

“Nahh gampang itu, nanti kita tinggal datangin aja perusahaan itu terus tanya data mantan karyawannya yang bernama Alexander De Jong, saya yakin pasti mereka punya data-datanya!” sahut Amang. Manthis kini tersenyum, dia memuji ucapan sahabatnya ini.

“Ga rugi kamu kuliah Mang, kamu ternyata jenius juga!” puji Manthis tertawa. Manthis sebetulnya  ngambil kuliah jurusan komunikasi bisnis, tapi tentu saja dia sering bolos daripada kuliah, karena kesibukannya bersama group band nya.

Nadu juga tak mau kalah, dia masih melanjutkan SMU, tapi dia ngambil paket C dan berencana kelak akan kuliah di jurusan Komunikasi Massa.

Setelah hampir 3 jam lebih berada di rumah ibunya, Manthis kemudian kembali ke hotel bersama Amang dan Nadu. Darmi masih minta waktu dulu memikirkan pindah ke Jakarta, sesuai permintaan Manthis. Manthis memberi uang cash 20 juta buat ibunya, walaupun selama ini Manthis juga rutin mentransfer ke rekening ibunya ini dan berpesan agar ibunya jangan cape-cape jualan.

*****

Show di Stadion Lambung Mangkurat sukses, dari 15 ribu tiket yang tersedia, semuanya ludes terjual dalam jangka waktu hanya tiga hari. Ribuan penonton masih banyak yang gagal masuk stadion itu, untuk menghindari keributan, panitia pun buru-buru memasang dua layar lebar di luar stadion, sehingga penonton yang gagal masuk tenang kembali dan berjingkrak-jingkrak di luar stadion menyaksikan aksi The Stollen’s.

Sejak datang dari Jakarta hingga chek sound, Ray terlihat cuek dengan Manthis. Ben dan John yang melihat dua sahabatnya ini saling diam-diaman hanya bisa angkat bahu.

“Biar ajahh, paling nanti baikan lagi!” kata Ben, John tersenyum dan merokok dengan santai sambil mengangguk.  

Manthis pun berusaha menegur duluan, tapi Ray hanya diam saja, tidak menyahut dan hanya cuek merokok sambil menikmati minumannya.

Untungnya saat show, mereka tetap bersikap professional, penampilan mereka tetap seperti tak ada masalah, lengkingan suara Manthis dan gebukan drum Ray tetap kompak, di tingkahi raungan guitar Ben serta cabikan bass John.

Dua hari kemudian, mereka show di Banjarbaru dan kembali sukses besar dan kini mereka terbang ke Balikpapan, dan akan show di tiga titik, yakni di Balikpapan, Samarinda dan Tenggarong. Selama itu pula, hubungan Ray dan Manthis tetap dingin. Manthis sudah berupaya menegur sang leader ini, tapi Ray tetap seperti biasa dingin dan cuek.

Saat show di Palangkaraya, Produser Ogong Lee yang dapat laporan kalau Manthis dan Ray terlibat perang dingin kemudian berinsiatif menengahi keduanya, dia sengaja langsung terbang dari Jakarta menuju Kalimantan Tengah.

Ogong Lee yang agak ngondek ini mempertemukan ke empatnya saat sarapan pagi di hotel berbintang di Palangkaraya.

Di sini Manthis mengakui kesalahannya dan minta maaf, dia berjanji tidak akan lagi menomor duakan band mereka. Ray pun akhirnya mau memaafkan vocalisnya ini, dia juga mengakui salah terlalu mengekang semua personelnya. Itu setelah Ben dan John ikut bicara, menurut mereka selama band mereka tetap prioritas, tak ada salahnya personel bersolo karir atau membantu musisi lain berkarya.

“Tapi soal indispliner…seperti yang dilakukan Manthis, gue juga minta jangan terulang lagi, ini peringatan pertama dan terakhir dari gue!” tegas Ray, yang diamini Ben, John dan juga Manthis. Manthis dan Ray pun bersalaman sekaligus berpelukan, Produser Ogong Lee tentu saja orang yang sangat bahagia, karena dia sudah kebat-kebit kalau sampai personel ini pecah kongsi, alamat buruk bagi dia, termasuk penggemar fanatic The Stollen’s di seluruh Indonesia.  

Ogong Lee sadar, Manthis dan Ray adalag roh dari group band ini, di tambah gaya nyentrik Ben serta John, rasanya sangat sulit mencari pengganti yang sepadan.

Setelah Ray dan Manthis berdamai, pertunjukan The Stollen’s sangat menggila di 3 kota yang ada di Kalimantan Tengah. Sampai- sampai panitia memohon pada manajemen agar menambah  dua titik lagi, namun semuanya terpaksa di tolak, karena jadwal The Stollen’s sangat padat, sebab setelah ini personel harus balik ke Jakarta untuk persiapan show di tiga titik di Kalimantan Barat.

Ketika show di Pontianak, Manthis kaget Sheila datang menemuinya di hotel, bahkan tanpa sungkan wanita sosialita dan jelita ini mengenalkan diri sebagai kekasih Manthis.

Untungnya kedatangan Sheila tidak mengganggu jadwal show band ini, Sheila ternyata cukup pengertian setelah Manthis bercerita kalau dia sempat lama saling diam-diaman dengan Ray, gara-gara kelamaan di Bali.

“Hmmm jadi ini wanita nya yang bikin si Manthis sampai ngedon lama di Bali,” batin Ray. Namun saat teringat Anita, dalam hati Ray sangat menyayangkan Manthis harus putus dengan wanita itu. Karena Anita dianggap Ray lebih dewasa dan pengertian serta bisa membimbing Manthis.

Sementara Sheila di anggap Ray agak manja, walaupun terlihat dewasa tapi kadang kalau manjanya sudah kumat, Manthis terlihat tak berdaya dan terpaksa mengikuti kemauan Sheila.

Sheila menemani Manthis sampai kelar show di Kalbar dan mereka balik kembali ke Jakarta, saat akan show kembali ke Sulawesi, Sheila pamit kembali ke Bali dan janji kalau ada waktu lowong akan menemui Manthis kembali di sana.

Ray, Ben dan John sampai geleng-geleng kepala melihat leher Manthis yang seperti banyak kena gigitan tawon.

“Gila loee, leher loee itu kayak abis di serbu puluhan tawon ajahh, dasarrrr!” ejek Ben dan John, Manthis hanya tertawa saja, dia tak pernah tersinggung, karena sudah hapal karakter masing-masing.

Sementara Ray hanya mengingatkan agar kelakuan jelek jangan terlalu diperlihatkan ke media, karena akan jadi gossip kurang enak, terutama bagi Manthis sendiri dan pasti berimbas pada band mereka yang kini sangat di gandrungi para remaja. Ray sadar, Manthis secara tak langsung sudah jadi ikon group mereka. Sehingga apapun gaya dan ulah Manthis akan selalu jadi pusat perhatian para penggemarnya.

*****

BERSAMBUNG  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status