Share

KELAKUAN GEMPA AND TEAM

Gempa dan teman temannya sedang berada di kelas. "Eh bro semalem lo ngapain aja sama ibu negara?". Tanya Amir pada Gempa.

"Gue abis ehem,". Jawab Gempa asal.

"Waaaww, imfresif." Ucap Galang menggeleng gelengkan kepalanya sambil menutup mulutnya tak percaya.

"Halah palingan cuma mimpi,". Celetuk Jeno dengan gaya santuy yang di milikinya.

"Gak percayaan banget lo sama gue." Ucap Gempa kesal. Yaa walaupun dia hanya asal ngomong tapi tetap saja dia sempat mandi bareng sama Anaya. Itu termasuk 'ehem' bukan?!

"Ya kalo percaya sama lo itu namanya musik." Celetuk Niko menimpali kehaluan yang di buat Gempa.

"Musrik bego." Ralat Dimas menoyor kepala Niko lumayan keras sampai sang mpunya mendesis kesakitan.

"Njing. Sakit ogeb!" Umpat Niko dengan reflek langsung memukul tangan Dimas pelan.

Di antara Gempa dan teman temannya yang ribut dengan masalah yang unfaedah. Gaga hanya diam dan menyimak percakapan teman temannya dan enggan untuk meladeni perkataan mereka yang sangat sangat tidak penting bagi Gaga.

"Assalamualaikum," Salam beberapa orang yang baru saja masuk kedalam kelas.

"Hadehhh infak lagi, infak lagi, bisa gak sih sekali aja gak nagih infak,". Gerutu Amir karena yang datang itu adalah anggota osis SMA Mandala. Setiap hari jumat anggota osis SMA Mandala akan menagih infak kesetiap kelasnya.

"Pamali lo Mir gak boleh ngomong gitu, kalo gak ikhlas lo gak usah ngasih juga mereka gak bakal maksa,". Ucap Dimas mengingatkan Amir yang laknat itu.

Di balik keramaian Amir yang mengeluh karena setiap Jumat di tagih infak. Ada Gempa yang terus menatap Anaya dengan sinis saat Anaya di rangkul oleh Dito. Bukannya Anaya centil atau gimana tapi kakinya masih sakit dan agak bengkak jadi dia kesusahan untuk berjalan. Alhasil Dito pun meeangkulnya untuk melaksanakan tugasnya untuk menagih infak ke setiap kelasnya.

Karena merasa diperhatikan Anaya pun menatap sekeliling ruangan dan matanya terhenti pada Gempa yang juga sedang menatapnya dengan sinis. Anaya mengangkat sebelah alisnya sebagai pertanyaan kenapa Gempa memperhatikannya dengan wajah yang kesal dan sinis.

Gempa tidak menjawabnya dia hanya menatap tangan Dito yang berada di bahu Anaya.

Anaya yang mengerti pun langsung berbicara dengan gerakan bibir. "Kaki aku masih sakit, jadi di bantuin Dito,". Ucap Anaya tanpa suara.

Gempa hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia tidak mau memperpanjang masalah karena ini hanya masalah sepele baginya. Yaa walaupun hatinya sedikit kesal karena tak terima jika miliknya di sentuh orang lain.

Anak anak osis pun mulai memupu infak ke setiap bangkunya. "Infak dulu Gem,". Ucap Siska dengan nada centilnya.

Gempa menyodorkan uang lima puluh ribu dari saku bajunya dan memberikannya pada Siska. "Gue sekalian bayarin infak Anaya,". Ucap Gempa santai.

Siska menatap Gempa tak suka. "Kenapa sih Anaya terus, mending juga gue daripada si Anaya." Kesal Siska yang tak suka jika Gempa terus saja membahas Anaya.

"Sadar neng, lo sama Anaya beda kasta,". Seringai Jeno namun masih dengan gaya santainya.

"Iya. Gue cantik dan dia burik." Jawab Siska ketus.

"Sorry yaa Siskol tapi kayanya kebalik deh, bukanya Anaya yang cantik dan lo yang burik, Yaa." Ralat Dimas dengan seringai mengejek.

"Berisik deh. Mana infak kalian." Bentak Siska yang sudah kesal karena di pokoknya oleh mereka.

Amir mengeluarkan uang dua puluh ribu dari saku bajunya. "Sekalian gue bayarin yang lo Siskol, gue ikhlas kok,". Ucap Amir mengedipkan sebelah matanya menggoda Siska.

Tapi yang di goda malah bergidig ngeri dengan perlakuan Amir yang menggodanya. "Idihhh najis banget lo, Mir. Punya muka pas pasan gak usah coba coba deketin gue deh, ogah gue di deketin sama curut modelnya kaya lo." Sinis Siska mengangkat sebelah bibirnya jijik.

"Harta dan tahta, jelek gakpapa,". Ucap Amir menjawab ucapan Siska yang merendahkannya.

"Asal banyak duitnya,". Sambung Dimas sambil mengipas ngipaskan sepuluh lembar uang seratus ribuan.

"Yang penting apa?" Teriak Amir mengangkat tangannya memberi perintah agar teman temannya menjawab dengan kompak.

"Harta dan tahta." Teriak mereka kompak.

"Tapi percuma kalo kurang ibadah,". Ucap Jeno ikut menimpali nyanyian Amir. Tak lupa dia berbicara dengan gaya santuynya, karena Jeno adalah King of santuy.

"Dan jangan lupa berdekahlah,". Sambung Niko bersedekap dada.

"Sepohon kayu daunnya rimbun,". Nyanyi Galang sambil menggerak gerakan tangannya seperti orang yang sedang berdoa.

"Lebat bunganya serta buahnya,". Sambung Amir dengan gaya seperti ibu ibu marawisan.

"Walaupun hidup seribu tahun, Kalo tak sembahyang, apa gunanya?!" Sambung Niko menderamatiskan diri.

"Walaupun hidup seribu tahun, Kalo tak sembahyang," Sambung Galang mengangkat tangannya seperti sedang berdoa.

"Apa gunanya,". Teriak semuanya kompak.

"Udah udah kasian tuh si Siakol,". Perintah Gempa pada teman temannya yang malah asik bernyanyi yang tidak jelas.

Merekapun berhenti bernyanyi dan memberikan uang dua puluh ribuan pada Siska yang sudah kesal dibuatnya.

"Makasih,". Ucap Siska ketus lalu menghampiri Anaya dan Dito yang berada di depan kelas.

"Kita permisi, Terimakasih." Ucap Dito berpamitan lalu berjalan keluar kelas dengan Anaya yang masih setia dia rangkul.

Gempa hanya menatap datar kepergian Anaya yang berada dalam rangkulan Dito.

Marah?

Kesal?

Itulah yang di rasakan sekarang oleh Gempa sekarang. Ingin menonjok Dito? Sudah pasti, tapi Gempa bisa apa? Toh itu juga bukan keinginan Anaya. Jika keinginan Dito itu sudah bisa di pasti iya.

"Gila si Dito berani banget dia rangkul rangkul ibu negara di depan pawangnya langsung, emang paling ngeyel tuu bocah." Ucap Amir menggeleng gelengkan kepalanya tak habis fikir dengan Dito yang dengan beraninya menggandeng Anaya di hadapan Gempa.

"Kaki Anaya lagi sakit, dia susah jalan," Jelas Gaga dengan nada santainya.

Mendengar jawaban dari Gaga, Gempa pun langsung menatap Gaga dengan tatapan heran. "Dari mana lo tau kalo Anaya kakinya lagi sakit?" Tanya Gempa menatap Gaga dengan sinis.

Gaga hanya mengangkat bahunya acuh dan enggan untuk memnjawab pertanyaan dari Gempa yang menurutnya tidak penting.

"So mistis banget sih lo, njing." Umpat Gempa kesal karena Gaga tidak menjawab pertanyaannya.

"Misterius goblok." Ralat Dimas sambil menggebrak meja di hadapannya. "Lama lama gue gila deh gabung sama kalian. Dari tadi ngomongnya gak jelas terus." Teriak Dimas menggebu.

Lima L yang sekarang Dimas rasakan.

Lelah.

Lemah.

Letih.

Lesu.

Love you :v

"Serah gue lah, mulut juga mulut gue, kenapa lo yang ribet." Jawab Gempa dengan gaya songongnya.

Bukan. Dia bukan kesal karena Dimas, tapi dia kesal pada Dito dan Gaga yang selalu berhasil membuat emosinya meluap luap, padahal ini masih pagi tapi rasanya udara hari ini sangat panas bahkan lebih panas dari biasanya. Kenapa di setiap keadaan Dito dan Gaga yang selalu paling tau tentang keadaan Anaya dari pada dirinya. Suami Anaya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status