Share

Di Kamar Aldean

Penulis: Wisha Berliani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-07 23:57:10

Aldean melangkah tenang menuju tangga, tubuh Celine masih aman dalam gendongannya.

“Om, turunin aku… Om gila!” bisik Celine setengah panik, setengah tertawa, jantungnya deg-degan tak karuan. “Kita di rumah, Om! Kamar Kayra juga di atas, nanti dia tahu!”

Aldean berhenti di satu anak tangga. Menunduk sedikit, bibirnya nyaris menyentuh telinga Celine.

“Kalau gitu… berhenti berisik,” bisiknya balik, suaranya rendah, hangat, dan sangat berbahaya.

Celine langsung refleks menutup mulutnya sendiri. Matanya menatap kesal.

“Om… aku takut ketahuan Kayra, sumpah. Turunin aku,” bisiknya lagi.

Aldean tak menggubris. Langkahnya kembali naik, tenang, seolah dunia baik-baik saja.

“Enggak,” katanya lirih.

“Om.”

“Enggak, Cel.”

“Om Dean…”

“Celine.”

Satu panggilan itu sukses membuat tubuh Celine kaku. Ia menggembungkan pipi, lalu membisikkan protes kecil di leher Aldean.

“Om keterlaluan…”

Aldean hanya tersenyum tipis, lalu melanjutkan langkah ke kamarnya. Sesampainya di depan pintu, ia membukanya perlahan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ah! Sentuh Aku Lagi, Om   Bukan Obrolan Sahabat, tapi Interogasi

    Ruang tengah apartemen itu terasa terlalu sunyi.Celine duduk tegak di sofa. Kedua tangannya melingkar di gelas air yang bahkan belum ia sentuh. Jantungnya juga belum benar-benar tenang sejak tadi.Di seberangnya, Kayra bersandar dengan santai, terlalu santai untuk seseorang yang sejak tadi penuh kecurigaan. Kakinya disilangkan, matanya terus menyapu sekeliling apartemen, seolah hanya melihat-lihat, padahal sebenarnya sedang mengamati dan mencatat setiap detai.“Tempat barumu ini enak juga, ya, Cel,” ujar Kayra akhirnya, nadanya ringan. “Tenang, nggak kayak rumahmu yang penuh orang-orang toxic,” tambahnya tanpa filter.Celine mengangguk pelan. “Iya,” jawabnya singkat.Kayra melirik sahabatnya sekilas. Tatapan itu cepat, tapi cukup untuk menangkap sesuatu.“Dan kamu…” Kayra melanjutkan santai, “…kelihatan cepat betah di sini.”“Masih adaptasi, Kay,” jawab Celine cepat. “Baru pindah juga.”“Hmm.”Kayra mengangguk pelan, bibirnya melengkung tipis. “Iya sih. Tapi... aneh.”Kata itu membua

  • Ah! Sentuh Aku Lagi, Om   Demi Celine dan Demi Kayra...

    Srek.Tirai disingkap oleh Kayra.Kosong.Tak ada siapa pun di baliknya. Hanya pintu besar balkon yang terbuka sedikit, membiarkan angin pagi menyelinap masuk. Tirai tipis itu kembali bergoyang pelan, seolah menertawakan ketegangan yang barusan tercipta.Tubuh Celine nyaris terhuyung karena lega. Ia menghembuskan napas panjang yang sejak tadi tertahan di tenggorokannya. Bahunya turun sedikit. Tegangan di tubuhnya perlahan mengendur.“Itu tadi...” ucapnya refleks tanpa sadar, seolah takut keheningan mengambil alih, “...tirainya kesingkap pasti karena angin. Dari semalam anginnya kenceng banget.”Kayra mengerutkan kening. Ia menatap ke arah jendela, lalu ke tirai, dan kembali ke wajah Celine.“Hm.” Kayra mengerucutkan bibir, kemudian mengangguk kecil. “Iya… mungkin.”Celine tersenyum kecil. Senyum yang tampak rapi.Namun Kayra tidak membalasnya. Tatapannya justru menetap di wajah Celine, lebih lama dari seharusnya.‘Padahal aku nggak nanya apa-apa,’ batin Kayra. ‘Lalu kenapa Celine buru

  • Ah! Sentuh Aku Lagi, Om   Suasana Yang Mendebarkan...

    Pintu kamar terbuka lebih dulu dari dalam.Kayra yang sudah hampir memutar gagang pintu refleks berhenti. Matanya langsung bertabrakan dengan Celine yang berdiri tepat di ambang pintu.Deg.Celine terkejut setengah mati, namun refleksnya jauh lebih cepat dari kepanikannya.“Kay?!” serunya, sedikit terlalu keras. “Kamu nyariin aku, ya? Maaf tadi aku ke kamar bentar—ada yang kelupaan.”Kayra berkedip sekali, lalu mengangkat bahu santai.“Oh. Iya, Cel. Nggak apa-apa kok,” katanya. “Aku tadi cuma lihat-lihat. Terus sampai ke sini.”Pandangan Kayra beralih ke balik tubuh Celine. “Ini kamar kamu?”“Iya,” jawab Celine singkat.Tanpa memberi jeda, ia langsung melangkah keluar dan menutup pintu di belakangnya. Tangannya masih mencengkeram gagang pintu, seolah itu hal paling wajar di dunia.“Udah, yuk balik ke ruang tengah,” lanjutnya cepat. “Aku ambilin kamu minum.”Kayra tidak langsung menjawab. Tatapan matanya turun, menangkap tangan Celine yang belum juga lepas dari gagang pintu. Lalu naik

  • Ah! Sentuh Aku Lagi, Om   Detik-detik Terakhir...

    Ting.Sesampainya di depan lift, pintu terbuka dengan bunyi pelan.Kayra melangkah masuk lebih dulu. “Ayo cepetan, Cel.”Celine terpaku sepersekian detik sebelum akhirnya ikut masuk. Begitu pintu lift menutup, ruang sempit itu terasa semakin menekan.Celine buru-buru mengeluarkan ponselnya. Jarinya gemetar saat mengetik.Celine: [Om. Kayra ada di sini. Dia maksa naik. Om di kamar aja ya. Jangan keluar.]Bip.Pesan terkirim, tapi tak ada balasan.Lift mulai bergerak naik, membuat detik-detik terasa begitu panjang. Celine kembali melirik layar ponselnya. Masih sunyi. Tidak ada pesan masuk dari Aldean. Jantungnya semakin berdebar.‘Apa Om Dean masih mandi? Atau udah di dapur dan ponselnya ditinggal? Astaga… kalau iya, Kayra bakal lihat dia nanti.’Kayra menoleh. “Kamu kenapa dari tadi pegang HP terus?”“Enggak,” Celine cepat menyimpan ponselnya. “Cuma… bales chat.”Kayra menatapnya beberapa detik. “Cel… kamu yakin kamu nggak nyembunyiin apa-apa dari aku?”Pertanyaan itu membuat dada Cel

  • Ah! Sentuh Aku Lagi, Om   Celine Ketahuan?

    BRAK.Pintu mobil Kayra tertutup keras.Wajahnya tegang sejak keluar dari rumah. Sejak semalam, panggilan ke ponsel ayahnya tak satu pun terjawab, meski ia sudah mencoba menghubunginya berkali-kali. Hingga pagi ini, kesabarannya benar-benar habis.Tanpa ragu, Kayra melangkah cepat menuju lobi apartemen elit itu. Namun, baru kakinya menjejak anak tangga, seorang petugas keamanan langsung menghentikannya.“Maaf, Nona. Tidak bisa masuk tanpa konfirmasi penghuni,” ujar pria itu tegas.Kayra berhenti tepat di depan petugas itu. Rahangnya mengeras.“Aku mau cari Papaku. Aldean Devantara. Dia di sini,” ucapnya dingin, tanpa basa-basi.Petugas itu tetap tenang. “Maaf, Nona. Kami tetap tidak bisa mengizinkan—”“Dari semalam aku telpon Papaku, tapi nggak ada jawaban,” potong Kayra, suaranya meninggi. “Ponselnya bahkan nggak aktif. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Papaku, siapa yang tanggung jawab?”Beberapa penghuni yang melintas mulai melirik. Ketegangan di depan lobi naik seketika.“Kami tet

  • Ah! Sentuh Aku Lagi, Om   Apakah Kehangatan dan Ketenangan Ini Akan Bertahan?

    Pagi menyelinap perlahan ke dalam kamar lewat celah tirai.Celine terbangun lebih dulu. Tubuhnya masih terkurung hangat dalam dekapan Aldean. Lengan pria itu melingkar di pinggangnya dari belakang, sementara satu tangannya terlipat di bawah kepala Celine, menjadi bantal yang kokoh dan menenangkan. Napas Aldean terasa teratur di tengkuknya.Celine tersenyum kecil. Ia menarik napas pelan, menikmati detik-detik itu. Keheningan pagi yang tenang. Kehangatan yang diberikan Aldean. Rasa aman yang jarang ia rasakan, tapi kini terasa begitu nyata.Perlahan, Celine berbalik menghadap Aldean agar tak membangunkannya. Wajah pria itu begitu dekat. Garis rahangnya tegas, alisnya sedikit berkerut, dan ekspresi tenang yang jarang orang lihat.Celine mengangkat tangan. Mengusap kening Aldean, turun ke hidung, lalu ke dagunya. Sentuhannya ringan, tapi penuh rasa.Aldean mengeliat kecil. Matanya terbuka perlahan, masih setengah mengantuk. Begitu fokusnya menangkap wajah Celine, kerut di dahinya menghila

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status