Share

2. Dibenci Mertua

Author: Anik Safitri
last update Last Updated: 2022-09-30 15:57:31

Sebenarnya Arindi selalu menyambut dengan hangat Nyonya Tami. Menganggapnya seperti ibu kandungnya sendiri.  Tetapi sifat sang mertua masih sama seperti dulu. Sama seperti saat menentang pernikahan Arfaaz dan Arindi. 

Meskipun usia Keenandra sudah berada di angka lima tahun, namun nyatanya Nyonya Tami tetap pada prinsipnya. Tetap tidak tergugah dengan hadirnya bocah lucu itu. 

[No, Mam. Ini bukan tentang Arindi. Arfaaz jamin, Mama akan bahagia dengan kejutan yang akan Arfaaz beri]

Pesan terkirim. Arfaaz menyandarkan punggungnya di kursi ruang kerja sembari menatap rintikan hujan di luar sana. Di mejanya sudah tersaji wedang jahe hangat buatan Arindi. Dia tipikal wanita yang begitu memperdulikan suaminya, terlepas bagaimana kondisi hatinya saat itu. Arindi tetap menunaikan kewajibanya. 

Di sisi lain, Arfaaz yakin sang mama akan senang bertemu Naina. Menantu idaman seperti yang mamanya harapkan. Berbakat jika ada di lingkungan sosialita, cantik, dan modis.  Itulah yang diinginkan mama Arfaaz untuk kriteria calon menantu agar bisa mengimbanginya sebagai jajaran wanita-wanita kaya dan sosialita.

Lalu dengan Arindi yang cerdas dan sukses, mengapa Nyonya Tami tidak menyukainya? Apa yang kurang? 

Sekilas tidak ada yang kurang dari seorang Arindi Maheswari. Dia Arsitek handal yang bahkan sempat membawa pulang penghargaan Woman Architecyt Of The Year. 

Tidak munafik, tentu banyak dari mereka yang menginginkan menantu seperti Arindi. Berbeda dengan Nyonya Tami yang tidak menyukainya sejak sang putra menyatakan keinginanya menikahi Arindi. 

"Sudah gila kamu. Menikahi wanita yang lahanya sudah ditanami orang lain. Mau jadi apa kamu?" murka Nyonya Tami kepada putra semata wayangnya saat enam tahun yang lalu.

"Ma, Arindi sebenarnya wanita baik-baik. Dia hanya korban," bela Arfaaz. 

Arfaaz hanya tertunduk. Dalam tekadnya ia harus bisa mendapatkan wanita itu. Wanita yang di idamkanya sejak lama. 

Arindi Maheswari adalah adik kelasnya yang begitu dikagumi Arfaaz. Dia cerdas, mempunyai publik speaking yang bagus dan juga wawasanya luas.

 

Namun sayang, Arindi jatuh kepada seorang abdi negara dengan pangkat bintang dua. Arfaaz yang kala itu hanya seorang anak yang biasa saja, anak seorang pengusaha yang baru merintis kala itu, tentu tidak ada artinya di mata Arindi. Arfaaz bukan salah satu murid populer di sekolah, oleh karena itu, Arindi tidak mengenalinya. Bukan karena materinya.

"Tidak ada sebutan wanita baik-baik jika mahkotanya sudah lepas saat dia belum menikah, Arfaaz. Kegadisan seorang wanita itu harga diri yang harus dijunjung tinggi. Yang hanya boleh diberikan kepada suami sah saja," jawab Tami penuh penekanan.

Bertahun-tahun berlalu, suatu hari yang menjadi hari na'as untuk Arindi. Hari dimana ia mendapatkan sebuah musibah yang begitu melukai jiwanya.

Sepulang ia kuliah, di bawah rintik hujan, ia dibekap oleh seseorang berpakaian serba hitam dengan memakai topeng.  Arindi meronta, melawan, meminta tolong. Namun sia-sia, tubuh kekar dan kuat itu mamou menyeret Arindi yang lemah ke sebuah gedung kosong. Hingga membuat kesucianya ternoda.

Semenjak saat itu, sang kekasih yang katanya mendapatkan promosi jabatan lebih tinggi, perlahan meninggalkan Arindi. Bukan justru menemani sang kekasih yang terguncang hebat jiwanya. Dan kisah Arindi dengan sang abdi negara kini hanya kenangan belaka.

Apalagi saat ia mendapati bahwa dirinya hamil. Arindi semakin terpukul. Tambah berantakanlah hidupnya. Bahkan sudah ada di benaknya, untuk mengakhiri hidupnya. Bagaimana tidak? Ia akan menuntut kepada siapa yang menjadi ayah kandung sang anak jika ia sendiri tidak tau pelakunya? Juga luka yang ia coreng di wajah ayah dan ibunya. Kendati kedua orang tuanya mengerti dengan musibah yang dialaminya.

 Tetapi kata malu seolah sudah menutup hati dan fikiran Arindi kala itu.

Dan Arfaaz datang bagaikan pahlawan. Menawari diri untuk menolong, menikahi dan menutup aib sang wanita pujaan. Tetapi hal itu sangat ditentang oleh ibunya. Ibu mana yang sanggup merelakan putra semata wayangnya menikahi wanita hamil yang bukan benihnya. Bertanggungjawab terhadap sesuatu yang tidak ia lakukan. 

"Arfaaz kamu adalah keturunan Hartanto. Ada darah biru yang mengalir di tubuhmu. Jangan asal mengambil langkah."

Tami terus saja menentang sang putra.

"Hilangkan saja nama Hartanto dari namaku, Ma. Dengan begitu aku menjadi bebas. Kalau memang nama itu dijadikan sebuah beban."

"Itu artinya kamu tidak mendapat sepeserpun harta dari mendiang ayahmu, begitu maumu?"

Namun tidak disangka, justru Arfaaz mengangguk dengan mantap. 

Tami semakin naik darah mendengar jawaban sang putra yang begitu nekat.

Semenjak perdebatan itu,  Arfaaz lebih memilih untuk diam. Dia yang dengan keras kepala akan keinginanya. Pun dengan Tami yang tetap kuat pada prinsip dan laranganya.

Namun apa yang terjadi setelah itu? 

Sedikitpun Arfaaz tidak menyentuh masakan sang mama. Bahkan makanan dari luar pun,  ia tolak. Arfaaz hilang selera makan. Tubuhnya yang semula berisi terlihat semakin kurus. 

Seorang ibu yang mengkhawatirkan kesehatan putranya, tentu mengalah. Memenuhi keinginan sang putra dari pada suatu hal yang lebih sakit akan terjadi.

Dan pernikahan Arfaaz dan Arindi akhirnya digelar. Sederhana. Di kediaman mempelai wanita. 

"Wanita tidak tau diri.  Sudah rusak. Tetapi mau saja di nikahi lelaki baik-baik," bisik lirih Tami di telinga Arindi saat mereka melakukan prosesi sungkeman. 

Arindi hanya menelan saliva terhadap komentar pedas sang mertua.

"Kita lihat saja,  akan berapa lama kamu bisa bertahan dengan anak saya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   62. END

    Naina hanya melengos mendengar alasan Arindi. Saat para pelayat satu persatu saat sudah pulang. Datanglah seorang tamu berpakaian rapi.Semula mereka mengira bahwa laki laki itu adalah teman atau klien Arfaaz. Ternyata laki laki itu memperkenalkan diri sebagai pengacara."Saya pengacara dari Pak Arfaaz, ingin menyampaikan amanah. Bahwa beliau mempunyai tabungan yang ia amanahkan kepada istrinya jika meninggal."Naina kaget. Namun dalam hati tentu ia bernafas lega. Ia kira ia akan hidup miskin setelah ditinggal mati Arfaaz dan perusahaannya terancam bangkrut. Namun rupanya suami pelitnya itu menyiapkan tabungan untuk mereka. Pengacara tersebut menyerahkan masing masing satu buku tabungan. Saat Arindi menerima buku tabungan itu, ekor mata Naina sempat meliriknya. Jumlahnya Wow cukup fantastis.Dan saat tiba gilirannya. Jumlahnya sangat berbeda jauh dengan yang di terima Arindi."Loh Pak. Kok jumlahnya tidak sama?""Iya Bu. Dikarenakan pernikahan Mbak Arindi dan Mas Arfaaz sudah berjala

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   61. JATUH TERTIMPA TANGGA PULA

    Naina masih gemetar "Mbak Arindi," teriaknya. Suaranya bahkan hampir tercekat."Mbak," panggilnya sekali lagi sedikit keras.Arindi mendekat."Ada apa?""Mas Arfaaz kecelakaan. Dan dia meninggal.""Hah, serius kamu?""Aku Baru saja dapat telefon dari kepolisian. Dan sekarang dibawa ke RS BAYANGKARA," Jawab Naina..Arindi sebenarnya ingin menangis, meraung, menjerit saat itu. Tapi itu bukan solusi di saat genting. Ia segera menyambar kunci mobil."Aku ikut Mbak," tanya Naina dengan panik. Ia masuk ke kamar dulu."Tidak usah pakai acara dandan segala. Ini darurat," bentak ArindiSaat itu Naina tak memilih berdebat. Kecuali menuruti."Ra, kamu pulang dulu ya. Aku Mau ke rumah sakit. Suamiku kecelakaan,""Oh iya Nan. Tidak apa apa."Sepeninggal Naina, Clara hanya menggeleng. Membayangkan apesnya menjadi Naina saat itu.Saat sampai di rumah sakit, Arindi segera berlari di lorong rumah sakit. Tak perduli banyak pasang mata yang menatapnya."Sus, pasien kecelakaan atas nama Arfaaz dirawat d

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   60. BERITA MENGEJUTKAN

    Clara mengusap wajahnya dengan kasar. Berarti memang apa yang dikatakan Naina saat itu adalah benar."Ya Tuhan, Man. Kamu kok tega sekali sih?" protes Clara."Tega? Maksut kamu? Aku tidak menyakitinya.""Kamu itu sebagai laki laki peka sedikit kenapa sih. Kamu tau jika Naina itu suka dengan kamu. Masih tidak mengerti. Selama ini kamu berusaha mendekatinya. Lalu untuk apa kalau Ki tidak suka?" tanya Clara lagi."Ya Jan sikapku ke Naina ya sama seperti ke kamu Ra. Kita teman. Aku tidak pernah memberinya harapan lebih.""Tapi kalau dia berharap lebih bagaimana?""Ya dia yang salah.""Loh kok dia yang salah?" tanya Clara."Dia sudah bersuami. Kalaupun menjalin hubungan denganku, tujuannya untuk apa? Suatu hubungan itu harus ada tujuan yang jelas ke depannya seperti apa. Kalau aku dan Naina menikah itu adalah hal yang mustahil." jawab HermanAlis Clara bertaut."Kenapa mustahil? Kalian tidak ada ikatan darah. Kalian juga satu agama. Toh Naina juga hanya menjadi istri kedua. Bisa lah menik

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   59.MEMANG KENYATAAN

    Sesampai rumah juga Naina tak mengatakan apapun. Meskipun ia begitu kesal dengan Herman. Namun justru seperti Arfaaz yang terkena dampaknya."Nan, aku balik ke kantor ya," ucap Arfaaz.Naina hanya cemberut.'Mau balik ke kantor, mau balik ke alam kubur. Aku tidak perduli,' gumam Naina dalam hati.Namun saat Arfaaz hendak masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba ada sebuah taksi yang berhenti di depan rumah. Dan Arfaaz yakin dibalik taksi itu ada Arindi.Benar saja. Arindi turun bersama Keenandra. Dan laki laki itu mengurungkan niatnya untuk balik ke kantor."Rind," sapa Arfaaz."Iya.""Ada yang perlu aku bicarakan Rind.""Iya aku ingat Mas. Ada apa?"Langkah Arindi menuju teras. Dan Arfaaz mengekor di belakang."Kamu sedekat apa sih dengan Herman sekarang?" tanya Arfaaz.Arindi tertawa kecil."Dekat? Aku tidak dekat sedikit pun dengan dia. Ya kali sudah besuami dekat dengan laki laki lain," jawab Arindi dengan santai."Tapi lihatlah, bagaimana orang tuamu sekarang tidak menyukaiku Rind. It

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   58. SIAP.MENDUKUNG

    Arfaaz tidak dapat berkata apa apa dengan penolakan Arindi tersebut. Ya memang karena nyatanya ada Naina yang sudah menunggunya di luar. Ia kenal Arindi menang berwatak tegas dan keras."Aku pesankan taksi untuk kamu ya nanti," tawar Arfaaz lagi.Arindi menggeleng pelan."Tidak usah Mas. Aku bisa pesan sendiri." jawab Arindi "Ya sudah. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku ya." pesan Arfaaz lagi.Arindi hanya mengangguk."Ada hal penting juga yang ingin aku sampaikan Rind. Tapi nanti saja menunggu di rumah," pesannya lagi.Arfaaz hanya menurut. Ia memilih segera berlalu dari situ. Bukan karena apa. Toh kehadirannya juga sudah tidak diharapkan oleh orang tua Arindi. Jadi untuk apa?Naina sudah ada di mobil. Hatinya kesal bukan main. Bukan karena direndahkan karena menjadi istri kedua oleh orang lain. Tetapi karena Herman menganggapnya mereka hanya teman biasa.Lalu apa artinya kedekatan mereka selama ini?"Lama sekali sih Mas." gerutu Naina."Sabar Nan. Aku juga harus pamit kepada ora

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   57. BERBEDA

    "Bu," pekik Arindi sebagai bentuk rasa protesnya."Biarlah Arindi. Biar semua tau dan menilai. Bagaimana suamimu ini," jawab Bu Asih."Kasihan sekali sih Arindi. Padahal kamu cantik, pintar, hebat, sukses lagi, kenapa mau saja dimadu?" jawab Mama Herman."Tante, Bu, saya kesini tidak berharap mendapatkan komentar apapun. Mau bagaimanapun, mau seperti apapun kehidupan saya, tetapi tidak dapat menutup kenyataan bahwa memang Naina adalah istri saya." jawab Arfaaz dengan berani.Naina yang sudah kesal karena Herman. Kini harus mendapatkan kesal lebih dobel lagi. Ia memegang tangan Arfaaz. Menandakan ia tidak suka di sini. Herman pun hanya diam seribu bahasa.Naina tiba tiba keluar begitu saja."Nan," pekik Arfaaz. Naina juga tidak menggubris lagi. Namun Arfaaz juga tidak mengejarnya sama sekali. Ia tentu tidak enak hati dengan keluarga mertuanya.Naina kesal dan menunggu di ruang tunggu yang agak jauh dengan kamar perawatan sang mertua.. "Heran dengan Mas Arfaaz. Orang kok hobinya mencar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status