Home / Rumah Tangga / Aibku Ditukar Dengan Madu / 1. Arindi Yang Berubah

Share

Aibku Ditukar Dengan Madu
Aibku Ditukar Dengan Madu
Author: Anik Safitri

1. Arindi Yang Berubah

Author: Anik Safitri
last update Huling Na-update: 2022-09-30 15:56:34

"Rin, kamu marah?" tanya lelaki itu.

Pertanyaan bodoh. Hati wanita mana yang tidak sakit saat mendengar suaminya menyebut nama wanita lain? Kenapa masih saja dipertanyakan.

"Bukankah kita sudah membahas ini sebelumnya, Rin?" tanya Arfaaz dengan lirih.

Arindi menatap ke atas ke arah langit-langit rumah. Agar pertahananya tidak runtuh. Agar linangan air matanya tidak jadi jatuh.

Arindi mengangguk lemah. Kendati tubuhnya belum berbalik menatap sang suami.

"Lalu mengapa sifatmu menjadi seperti ini? Arindi yang biasanya hangat lalu mengapa kini membeku sedingin ini?" tanya Arfaaz. Seakan tanpa dosa dan tanpa merasa bersalah. Seolah ia tersakiti karena sikap Arindi, tetapi nyatanya ia lah seorang pembuat luka itu sendiri.

"Aku perlu waktu untuk kuat. Tidak semudah itu. Tetapi tenanglah. Arindi tetap seperti yang kamu kenal sedari dulu hingga sekarang. Ia adalah wanita kuat yang akan selalu membuatmu bangga," kata Arindi.

Nada kalimat yang keluar dari mulut Arindi seolah terasa bergetar. Tentu tidak mudah mengucapkan kalimat itu untuk keluar dari bibir. Perlu rangkaian kekuatan untuk menguarkan dan mengucapkanya.

Ia memilih pergi meninggalkan Arfaaz di ruang makan begitu saja. Arfaz memeluknya dari belakang, membuat langkahnya terhenti dengan melingkarkan tangan di pinggang sang istri. Menenggelamkan kepalanya kepada pundak Arindi yang menahan kesedihan agar tidak terlihat. Oleh siapapun.

Dalam hati kecil Arindi, ia meratap. Apakah perlakuan manis sang suami akan terus ia dapati walau kelak akan hadir seorang wanita sebagai madu, yang katanya manis.

Benarkah memang manis? Atau justru akan sepahit empedu?

"Bantu aku berbakti kepada mamaku, Rind," pinta lirih Arfaaz. Dan Arindi merasakan cairan hangat mendarat di pundaknya. Ya, Arfaaz menitikan air mata.

Kata orang, air mata laki-laki adalah air mata ketulusan. Benarkah itu?

"Apa bentuk bakti anak kepada seorang ibu adalah dengan menikahi wanita lain, Mas? Aku dan mama mu sama-sama perempuan. Harusnya hal itu tidak perlu diperjelas oleh siapapun bukan?"

Arfaaz menghela nafas pelan.

"Lalu apa yang bisa aku persembahkan untuk wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku itu Rind? Harta? Mamaku bahkan sudah tak perlu limpahan materi lagi dari ku. Dia tidak akan terlena akan segepok uang yang aku beri. Harta mama bahkan lebih dari aku,"

Arindi melepaskan pelukan Arfaaz dengan pelan. Ia mengumpulkan kekuatan untuk membalikan badan menatap sang suami.

"Apa masih kurang yang aku lakukan ini?" tanya Arindi lirih menatap netra sang sumi yang basah.

Arindi selalu gagal. Saat keinginan menatap tajam lawan bicaranya. Terlebih sang suami. Seorang imam yang pantas ia hargai. Dia tidak seberani itu. Meninggikan apapun di hadapan sang suami.

Arfaaz tersenyum. Keinginan yang tidak mudah digapai. Harus ada perang batin, perdebatan dan tentu saja air mata dengan Arindi sebelum ini. Sebelum Arindi mengalah mengizinkan Arfaaz menikahi Naina. Karena alasan 'Mama'.

'Bantulah suamimu berbakti kepada ibunya. Kelak kamu juga akan merasakan anakmu yang tetap berbakti padamu walau sudah berkeluarga'.

Kalimat dari Arfaaz itulah yang selalu berdengung di telinga Arindi. Ia percaya betul akan hukum tabur tuai dan hukum sebab akibat di dunia ini. Namun benarkah dengan poligami adalah bentuk berbakti kepada sang ibu?

"Dia wanita yang ramah dan murah senyum Rind. Aku rasa dia juga seorang yang asyik. Ajaklah untuk bertemu," kata Arfaaz di akhir senyumnya. Membuat Arindi yang semula menunduk menjadi mendongakan kepala kembali menatap suaminya.

Dia mundur beberapa langkah. Meyakinkan akan pertanyaan Arfaaz.

"Aku? Mengajaknya bertemu? Tidak salah mas? Dia yang akan masuk ke dalam kehidupan rumah tanggaku. Dia yang akan menjadi tamu. Seperti orang bertamu di rumah orang lain, harusnya dia yang mengatakan permisi. Bahkan meminta izin. Dan satu lagi, asyik untumu. Belum tentu asyik untukku, Mas." jawab Arindi dengan tegas.

Arfaaz lupa. Berbicara dengan wanita secerdas Arindi tidaklah mudah. Tidak seperti kebanyakan wanita yang menilai sesuatu dari hati. Tetapi Arindi selalu melihat segala sesuatu dari sisi yang berbeda. Itulah yang membuat Arfaaz menggilainya. Selain cerdas, dia mengajarkan Arfaaz melihat dunia dari sisi yang lain. Hingga Arfaaz banyak belajar dari wanita ini.

***

[Akhir pekan di bulan ini, kuharap Mama bisa terbang ke Indonesia. Arfaaz tunggu]

Sepenggal pesan yang dikirim Arfaaz untuk sang ibu yang tengah berada di negeri Paman Sam.

Seperti biasa. Lama. Mamanya bukan wanita yang gemar berlama lama di depan layar handphone. Meskipun sang mama juga terbiasa dengan hingar bingar kehidupan sosialita.

[Ada apa? Untuk bertemu Arindi lagi? Mama rasa, Mama masih perlu waktu]

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   62. END

    Naina hanya melengos mendengar alasan Arindi. Saat para pelayat satu persatu saat sudah pulang. Datanglah seorang tamu berpakaian rapi.Semula mereka mengira bahwa laki laki itu adalah teman atau klien Arfaaz. Ternyata laki laki itu memperkenalkan diri sebagai pengacara."Saya pengacara dari Pak Arfaaz, ingin menyampaikan amanah. Bahwa beliau mempunyai tabungan yang ia amanahkan kepada istrinya jika meninggal."Naina kaget. Namun dalam hati tentu ia bernafas lega. Ia kira ia akan hidup miskin setelah ditinggal mati Arfaaz dan perusahaannya terancam bangkrut. Namun rupanya suami pelitnya itu menyiapkan tabungan untuk mereka. Pengacara tersebut menyerahkan masing masing satu buku tabungan. Saat Arindi menerima buku tabungan itu, ekor mata Naina sempat meliriknya. Jumlahnya Wow cukup fantastis.Dan saat tiba gilirannya. Jumlahnya sangat berbeda jauh dengan yang di terima Arindi."Loh Pak. Kok jumlahnya tidak sama?""Iya Bu. Dikarenakan pernikahan Mbak Arindi dan Mas Arfaaz sudah berjala

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   61. JATUH TERTIMPA TANGGA PULA

    Naina masih gemetar "Mbak Arindi," teriaknya. Suaranya bahkan hampir tercekat."Mbak," panggilnya sekali lagi sedikit keras.Arindi mendekat."Ada apa?""Mas Arfaaz kecelakaan. Dan dia meninggal.""Hah, serius kamu?""Aku Baru saja dapat telefon dari kepolisian. Dan sekarang dibawa ke RS BAYANGKARA," Jawab Naina..Arindi sebenarnya ingin menangis, meraung, menjerit saat itu. Tapi itu bukan solusi di saat genting. Ia segera menyambar kunci mobil."Aku ikut Mbak," tanya Naina dengan panik. Ia masuk ke kamar dulu."Tidak usah pakai acara dandan segala. Ini darurat," bentak ArindiSaat itu Naina tak memilih berdebat. Kecuali menuruti."Ra, kamu pulang dulu ya. Aku Mau ke rumah sakit. Suamiku kecelakaan,""Oh iya Nan. Tidak apa apa."Sepeninggal Naina, Clara hanya menggeleng. Membayangkan apesnya menjadi Naina saat itu.Saat sampai di rumah sakit, Arindi segera berlari di lorong rumah sakit. Tak perduli banyak pasang mata yang menatapnya."Sus, pasien kecelakaan atas nama Arfaaz dirawat d

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   60. BERITA MENGEJUTKAN

    Clara mengusap wajahnya dengan kasar. Berarti memang apa yang dikatakan Naina saat itu adalah benar."Ya Tuhan, Man. Kamu kok tega sekali sih?" protes Clara."Tega? Maksut kamu? Aku tidak menyakitinya.""Kamu itu sebagai laki laki peka sedikit kenapa sih. Kamu tau jika Naina itu suka dengan kamu. Masih tidak mengerti. Selama ini kamu berusaha mendekatinya. Lalu untuk apa kalau Ki tidak suka?" tanya Clara lagi."Ya Jan sikapku ke Naina ya sama seperti ke kamu Ra. Kita teman. Aku tidak pernah memberinya harapan lebih.""Tapi kalau dia berharap lebih bagaimana?""Ya dia yang salah.""Loh kok dia yang salah?" tanya Clara."Dia sudah bersuami. Kalaupun menjalin hubungan denganku, tujuannya untuk apa? Suatu hubungan itu harus ada tujuan yang jelas ke depannya seperti apa. Kalau aku dan Naina menikah itu adalah hal yang mustahil." jawab HermanAlis Clara bertaut."Kenapa mustahil? Kalian tidak ada ikatan darah. Kalian juga satu agama. Toh Naina juga hanya menjadi istri kedua. Bisa lah menik

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   59.MEMANG KENYATAAN

    Sesampai rumah juga Naina tak mengatakan apapun. Meskipun ia begitu kesal dengan Herman. Namun justru seperti Arfaaz yang terkena dampaknya."Nan, aku balik ke kantor ya," ucap Arfaaz.Naina hanya cemberut.'Mau balik ke kantor, mau balik ke alam kubur. Aku tidak perduli,' gumam Naina dalam hati.Namun saat Arfaaz hendak masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba ada sebuah taksi yang berhenti di depan rumah. Dan Arfaaz yakin dibalik taksi itu ada Arindi.Benar saja. Arindi turun bersama Keenandra. Dan laki laki itu mengurungkan niatnya untuk balik ke kantor."Rind," sapa Arfaaz."Iya.""Ada yang perlu aku bicarakan Rind.""Iya aku ingat Mas. Ada apa?"Langkah Arindi menuju teras. Dan Arfaaz mengekor di belakang."Kamu sedekat apa sih dengan Herman sekarang?" tanya Arfaaz.Arindi tertawa kecil."Dekat? Aku tidak dekat sedikit pun dengan dia. Ya kali sudah besuami dekat dengan laki laki lain," jawab Arindi dengan santai."Tapi lihatlah, bagaimana orang tuamu sekarang tidak menyukaiku Rind. It

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   58. SIAP.MENDUKUNG

    Arfaaz tidak dapat berkata apa apa dengan penolakan Arindi tersebut. Ya memang karena nyatanya ada Naina yang sudah menunggunya di luar. Ia kenal Arindi menang berwatak tegas dan keras."Aku pesankan taksi untuk kamu ya nanti," tawar Arfaaz lagi.Arindi menggeleng pelan."Tidak usah Mas. Aku bisa pesan sendiri." jawab Arindi "Ya sudah. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku ya." pesan Arfaaz lagi.Arindi hanya mengangguk."Ada hal penting juga yang ingin aku sampaikan Rind. Tapi nanti saja menunggu di rumah," pesannya lagi.Arfaaz hanya menurut. Ia memilih segera berlalu dari situ. Bukan karena apa. Toh kehadirannya juga sudah tidak diharapkan oleh orang tua Arindi. Jadi untuk apa?Naina sudah ada di mobil. Hatinya kesal bukan main. Bukan karena direndahkan karena menjadi istri kedua oleh orang lain. Tetapi karena Herman menganggapnya mereka hanya teman biasa.Lalu apa artinya kedekatan mereka selama ini?"Lama sekali sih Mas." gerutu Naina."Sabar Nan. Aku juga harus pamit kepada ora

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   57. BERBEDA

    "Bu," pekik Arindi sebagai bentuk rasa protesnya."Biarlah Arindi. Biar semua tau dan menilai. Bagaimana suamimu ini," jawab Bu Asih."Kasihan sekali sih Arindi. Padahal kamu cantik, pintar, hebat, sukses lagi, kenapa mau saja dimadu?" jawab Mama Herman."Tante, Bu, saya kesini tidak berharap mendapatkan komentar apapun. Mau bagaimanapun, mau seperti apapun kehidupan saya, tetapi tidak dapat menutup kenyataan bahwa memang Naina adalah istri saya." jawab Arfaaz dengan berani.Naina yang sudah kesal karena Herman. Kini harus mendapatkan kesal lebih dobel lagi. Ia memegang tangan Arfaaz. Menandakan ia tidak suka di sini. Herman pun hanya diam seribu bahasa.Naina tiba tiba keluar begitu saja."Nan," pekik Arfaaz. Naina juga tidak menggubris lagi. Namun Arfaaz juga tidak mengejarnya sama sekali. Ia tentu tidak enak hati dengan keluarga mertuanya.Naina kesal dan menunggu di ruang tunggu yang agak jauh dengan kamar perawatan sang mertua.. "Heran dengan Mas Arfaaz. Orang kok hobinya mencar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status