Share

6. Pernikahan Arfaaz

Menjelang acara pernikahanya, hanya rasa kebimbangan yang seolah terus bersemayam di hati Arfaaz. 

Bagaimana sang istri dan Naina nanti? Apakah mereka bisa hidup rukun? 

Namun waktu tetap berjalan sebagaimana mestinya. 

Pagi ini deru mobil Arfaaz mulai terdengar dipanasi. Ada hiasan bunga di atasnya.  Arfaaz tampak bersiap siap pergi ke gedung tempat pernikahanya dilangsungkan. 

"Rind, kamu tidak siap-siap?" tanya Arfaaz ketika melihat Arindi masih santai dengan laptopnya. 

"Kemana?" tanyanya santai. 

"Rind, tolong jangan buat aku marah,"

"Siapa yang membuatmu marah?  Ini acaramu sementara aku tidak melarang dan tetap mencoba kuat.  Jadi, ini kesalahanku begitu?"

Ah, Arfaaz selalu kehilangan kata-kata di depan Arindi.  Sosok yang tidak pernah meninggikan suara dihadapanya kini benar benar menjadi sosok berbeda.

"Kamu tidak datangkah, Rind?" tanya Arfaaz dengan nada lembut. 

Arindi sejenak menghela nafas pelan. 

"Untuk apa? Untuk dipameri kemesraan kalian di atas pelaminan?"

"Lalu kenapa kamu seolah enggan hadir Rind? Ini acara penting dalam hidupku.”

"Penting bagimu.  Bukan berarti penting bagiku." jawab Rindi dengan nada dingin. 

"Ah. Mengapa kamu memberi restu jika akhirnya kamu bersikap seperti ini?" keluh Arfaaz mengusap kasar wajahnya. 

"Memberi? Kamu itu memaksa, Mas. Bukan meminta," jawab Arindi tidak mau kalah. 

Arfaaz mengalah. Meninggalkan Arindi yang masih terpekur diatas ranjang mewahnya. Meninggalkan wanita yang di hari ini mengalami patah hati yang luar biasa. 

Sebelum langkah kaki itu mulai meninggalkan istana mewahnya, ada rasa berat menggelayuti. 

Mama. 

Ya dimana Mamanya kini? Mengapa tidak ada kabar menjelang pernikahanya? Mungkinkah sang mama trauma dengan wanita yang dipilih anaknya?

Denting jam yang terus memburu, seolah memaksa Arfaaz untuk segera menaiki mobil itu. 

Di sebuah gedung mewah,  sudah tampak karangan bunga  ucapan selamat berjejer begitu indahnya.

Ada seorang wanita yang berdiri di depan pintu,  yang membuat mata Arfaaz terbelalak dengan senyum yang merekah.

Sang mama telah berdiri menyambutnya dengan anggun dan senyum manisnya. Arfaaz setengah berlari kecil untuk bisa memeluk Mamanya setelah bertahun-tahun tidak bertemu. 

"Ma'af Mama langsung kesini. Mama enggan bertemu dengan istrimu yang di rumah. Selamat ya sayang, " ucap Tami kepada putranya.

"Mama setuju? Mama senang kan?"

Tami mengangguk penuh perasaan mengharu biru. 

"Kini mama tidak akan malu saat ditanya siapa menantu Mama. Mana mungkin mama menjawab bermenantukan Arindi. Sementara semua orang tau bahwa ia adalah korban pemerkosaan. Ah memalukan.  Namun kali ini, mama acungkan jempol untuk pilihan kamu,"

Naina menepati janji. Ia sudah menunggu dengan gaun pilihan Arindi tempo hari. Meski hatinya tidak ikhlas dan tidak puas. Beruntung, semua tertolong dengan wajah cantik dan tubuh proposional Naina. 

Berkali-kali ia mematut diri di cermin. Berkali-kali pula ia mendesah kecewa. Ia memang cantik, namun ia tak suka dengan gaun yang ia kenakan. Bagaimana tanggapan orang nanti? Diperistri konglomerat, namun gaun yang ia pakai sangat jauh dari kata mewah. 

Sementara itu,  Arindi dan sang perancang busana. Alestio Prambada tampak mempersiapkan diri. Sembari sesekali laki-laki yang sedikit kemayu itu membenarkan gaun yang dipakai Arindi.

"Hari ini kamu harus menjadi bintang Rind."

"Apa tidak berlebihan Les?" sapa akrab Arindi kepada perancang busana kondang itu. 

"No no no. Kamu tidak mau semakin di injak-injak oleh wanita itu kan? Terlebih oleh mama mertuamu? Mereka boleh melangsungkan pernikahan. Mereka boleh tertawa bahagia. Tetapi mereka tidak bisa segampang itu meremehkan kamu. Ingat baik-baik itu Rind."

Dengan langkah tegap dan pasti, seorang Arindi melangkah mantap. Balutan gaun rancangan Alestio nyatanya pas di badan Arindi yang kini bagaikan bintang itu. Dres panjang berwarna merah maron dengan aksen payet yang mewah itu membalut tubuh Arindi dengan sempurna. Sanggul kecil di belakang,  menambah anggunya seorang arsitek itu.

Alestio mengekor dari belakang. Ia pun turut di undang di acara bersejerah konglomerat ini.

"Selamat," ucap Arindi dengan tegar diatas pelaminan sang suami.

Tangan Arfaaz lama menjabat tangan Arindi. Hingga Naina menyenggol lenganya.

"Nan, perkenalkn ini Arindi," kata Arfaaz memperkenalkan istri pertamanya. 

Mata Naina terbelalak. Arindi yang ia kira adalah seorang wanita kucel dan lemah namun kali ini ia membawa aura yang berbeda. Ditambah dengan hadirnya seorang Alestio yang sesekali membenarkan gaun Arindi membuat Naina hampir tak percaya. Istri pertama suaminya mempercayakan gaun kepada perancang busana yang menjadi idolanya itu. Sementara dirinya hanya di rias oleh MUA biasa saja. 

Tangan Naina terulur hendak menyalami kakak madunya. Namun sayang,  Arindi melewatinya begitu saja. 

"Mama juga datang?" seru Arindi yang melihat kehadiran sang ibu mertua. 

Masih sama. Dengan tatapan sinis, Tami menolehkan kepala ke arah menantunya.

"Mentalmu kuat juga mau datang? Kamu tidak malu? Apa tidak merasa kalah dengan wanita yang akan menjadi madumu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status