Share

episode 2

Aji yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya, dia tidak mau menalak wanitanya itu.

“Tidak...! Aku tidak akan pernah mau menalak kamu Tari!” pekik

Aji pun menghampiri Yasmin yang masih tergugu, kemudian dia menyuruh Yasmin beserta ibunya agar pergi meninggalkan pesta pernikahannya.

“Pergi...! dan bawa juga ibumu dari sini, kedatangan kalian di sini hanya menghancurkan acaraku saja." usir Aji.

Yasmin menatap Aji dengan berurai air mata, ada penyesalan yang tumbuh pada dirinya, setelah mendengar ucapan yang keluar dari mulut pria yang sudah menodainya.

Rayuan manis Aji s’lalu terngiang-ngiang, bahwa ia akan segera menikahinya jika Yasmin mau memberikan bagian yang paling berharga di hidupnya.

Tari semakin muak ketika melihat perlakuan kasar Aji terhadap Yasmin, kemudian ia menghampiri wanita yang tengah hamil muda itu.

“Cukup Aku yang kamu sakiti Mas! Lihat dia? Dia ini sedang mengandung anakmu!” ujar Tari, “sekarang, kalian pergilah dari sini! Aku mau istirahat." sambungnya.

Kini Tari menatap wajah kedua orang tuanya, wajah teduh dan sendu itu seketika tersenyum memberi tanda bahwa dirinya baik-baik saja, dan menyerahkan semua keputusan yang akan Tari ambil untuk masa depannya.

Setelah itu, wanita cantik berkebaya itu melangkahkan kakinya untuk pergi ke dalam, agar hati dan pikirannya bisa lebih tenang

Akan tetapi, langkah wanita cantik itu seketika terhenti ia merasakan ada sebuah tangan yang menarik lengannya, kemudian Tari berbalik dan melihat Aji yang tengah bersimpuh dikakinya.

Sambi berurai air mata agar Tari mau memaafkan semua kesalahannya dan menarik kata-katanya yang ingin bercerai itu.

“Lepaskan! Dan cepat kamu pergi dari sini Mas." geram Tari.

“Aku tidak akan pergi dari sini, sebelum kamu mau memaafkan ku Tar,” seru Aji.

“Aku sudah memaafkanmu, Aku sudah ikhlas.” ujar Tari.

Ada senyum yang terpancar di bibir hitam Aji, ternyata ia salah mengartikan ucapan Tari yang mengatakan kalau Tari sudah ikhlas menerima semua ini.

Pikir Aji, wanitanya itu akan mencabut kata-katanya akan tetapi, Tari justru malah menelepon seseorang untuk mempercepat menangani soal perceraiannya bersama dengan Aji.

“Halo, Pak Andre maaf saya sudah mengganggu waktunya, saya mau bilang sama Bapak,” ujar Tari sambil melirik sekilas ke arah Aji, “ tolong Pak Andre urus secepatnya surat perceraian saya bersama dengan Mas Aji." sambungnya lagi.

Daarrr!

Wajah yang tadinya menampilkan senyum yang sangat manis, kini berubah menjadi datar.

Ada kilatan amarah yang membuncah pada diri Aji yang mendengar percakapan antara Tari dan Pak Andre.

Aji kira wanita yang kini telah menjadi istrinya itu akan membatalkan semuanya, tetapi malah sebaliknya, ia malah mempercepat proses sidang melalui Pak Andre yang terkenal sebagai pengacara di keluarganya.

“Apa-apaan kamu Tari!” teriak Aji dengan suara menggelagar.

“Maaf Mas, Aku sudah menganggap jika hubungan kita ini sudah berakhir,” ujar Tari, “dan Aku sedang menuntut keadilan untuk Yasmin, wanita yang telah kamu tiduri itu.” ungkap Tari.

Wanita yang kini sedang menangis sambil memeluk ibunya itu terpaku, mendengar semua ucapan yang di katakan oleh Tari.

Dia tidak menyangka bahwa wanita yang telah dikhianati itu ternyata mempunyai hati yang sangat lembut dan pemaaf.

Yasmin pun melepaskan dari pelukan ibunya dan kini tengah bersimpuh di kaki Tari.

“Maafkan Aku Mbak, gara-gara kebodohanku pernikahan Mbak kini menjadi hancur berantakan.” ujar Yasmin.

Sebenarnya, Tari itu sangat muak dengan Yasmin namun, ia tidak menampakkan itu semua.

Pernikahan yang selama ini ia dambakan dan s’lalu ia impi-impikan, kini menjadi hancur berantakan oleh ulah pria yang hanya mengedepankan nafsunya saja, tanpa memikirkan perasaan orang lain.

Sesak, benar-benar sesak hati Tari saat ini, padahal dia sudah merencanakan bulan madu ke Seoul Korea bersama dengan pria yang akan berstatus sebagai suaminya itu, akan tetapi rencana itu tinggalah rencana.

Yang hancur bersamaan dengan datangnya seorang perempuan yang menangis sambil membawa sebuah alat tes pack.

“Bangun! Saya hanya kasihan dengan anak yang ada di dalam kandunganmu saja." ujar Tari.

Yasmin pun melepaskan pegangannya di kaki

Tari, ia mendongak ke wajah Tari yang kini ternyata menangis mengeluarkan air matanya.

Sadar akan arah pandangan Yasmin yang melihat ke arah wajahnya, dengan cepat Tari mengusap air matanya yang keluar dari benteng pertahanannya itu.

Kemudian ia berlari menuju kamar dan menguncinya, di situlah Tari mengeluarkan isi hatinya yang telah hancur berkeping-keping itu, kemudian ia menangis meraung sejadi-jadinya.

Tidak pernah dia bayangkan kalau semuanya akan menjadi seperti ini, Tari berjalan mengitari kamar yang sudah didekor dengan sedemikian rupa.

Sungguh indah, kamar yang akan di tempati oleh sepasang suami istri yang baru saja melangsungkan ijab kabulnya.

Terlihat ada sebuah taburan bunga mawar yang berbentuk hati di atas kasur tersebut dan ada sebuah selimut yang di ukir menjadi sepasang angsa yang sedang berbahagia namun, kebahagiaan itu hanyalah sebuah bayangan semu yang melintas di pikiran Tari saja.

“Apa salahku ya Rab, sehingga engkau tega menghukumku dengan cara seperti ini!” teriak Tari yang cukup kencang, sehingga kedua orang tua Tari yang akan mengetuk pintu itu merasa khawatir dengan keadaan putri keduanya itu.

“Astagfirullah, Tari pak.” ujar Bu Asti yang mendengar teriakan Tari.

“Coba kita ketuk pintunya Bu, siapa tau Tari mau membuka pintunya,” seru Pak Irwan.

Kemudian, Bu Asti mengetuk pintunya dengan perasaan yang begitu khawatir, takut terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan.

Tok! Tok! Tok

Suara ketukan pintu terdengar namun, Tari tidak memedulikan itu. Ia terus menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya itu sambil berurai air mata.

Pak Irwan dan Bu Asti semakin khawatir, jika sampai saat ini Tari tidak membukakan pintunya dan tidak ada sahutan apa pun dari dalam kamar, yang mereka dengar hanyalah isakkan demi isakkan pilu yang berada di dalam sana.

“Bagaimana ini Pak,? Ibu takut kalau...”

“Sudah, Ibu jangan mikir yang macam-macam” potong Pak Irwan, “ Bapak yakin, kalu anak kita itu tidak mempunyai pikiran yang mencelakai dirinya sendiri." ujar Pak Irwan yang berusaha meyakinkan Bu Asti.

“Iya Pak, Ibu tahu. Terus ini bagaimana?” tanya Bu Asti.

Di tengah kepanikan Bu Asti dan Pak Irwan, tiba-tiba pintu kamar Tari terbuka dan memperlihatkan Tari dengan sedikit matanya yang sembab.

“Ada apa Bu?” tanya Tari dengan suara khas seperti orang yang habis menangis.

“Kamu tidak apa-apa Nak?” tanya Bu Asti yang khawatir.

“Tidak kok Bu, ada apa Ibu memanggil Tari?” tanya Tari

Bu Asti menatap putrinya dengan sendu, ia paham betul dengan apa yang di rasakan oleh anaknya saat ini.

“Bu, kok malah bengong?” tanya Tari yang membuyarkan lamunan ibunya.

“E-eh itu Nak, di luar ada yang mencari kamu." ujar Bu Asti.

“Kira-kira siapa yang mencari Aku ya?” batin Tri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status