Share

Part 3

last update Last Updated: 2025-06-30 16:56:08

"Rumah ini dikontrakkan." Marwa membaca tulisan pada selembar kertas yang menempel di pintu salah satu rumah. "Hah? Serius ini? Lalu pindah ke mana si wanita brengsek itu?"

Rumah berdempet tiga itu, salah satunya adalah rumah yang pernah ditinggali Alena. Bahkan dulu Marwa yang membayar rumah kontrakan itu untuknya. Sejak wanita itu berhenti jadi ART di rumah mertuanya dan diterima bekerja di perusahaan tempat Ammar bekerja, ia tidak punya tempat tinggal lagi.

Orang tuanya berada di kampung. Ia merantau ke kota untuk mengadu nasib. Karena kasihan, Marwa akhirnya memberinya tempat tinggal di sini. Uang kontrakan sepenuhnya Marwa yang tanggung. Dan itu sudah berjalan 2 tahun. Yang ia herankan, kenapa wanita itu pergi menghilang begitu saja tanpa memberitahunya?

"Eh, Mbak, maaf, numpang tanya," sapa Marwa pada salah satu penghuni kontrakan yang kebetulan sedang membuka pintu, dan mengayun-ayunkan sapu di tangannya untuk membersihkan debu di lantai.

"Iya, Teh. Ada apa, ya?" tanya wanita muda itu.

"Mbak tau, nggak, penghuni rumah ini pindah ke mana?"

"Oh, Teh Alena?" tanyanya lagi menyeka dahinya yang basah oleh keringat.

"Nah, iya, benar."

"Beberapa bulan lalu waktu dia pindahan saya sempat tanya, sih. Tapi dia mah cuma bilang mau pulang kampung aja gitu. Itu pun dia buru-buru banget, Teh. Dibantuin sama laki-laki. Masih muda, ganteng, pakai pakaian rapi berjas gitu. Jadi saya nggak sempat ngobrol lama, tuh, sama Teh Alena," jelas si Mbak panjang lebar.

Marwa membulatkan bibirnya sambil manggut-manggut pertanda mengerti. "Ya, sudah, Mbak, terima kasih, ya."

"Iya, iya, Teh," ucap wanita muda itu sambil melanjutkan aktifitas menyapunya.

'Pasti laki-laki yang dimaksud wanita itu Mas Ammar. Ya, Tuhan! Sudah berapa lama, sih, hubungan mereka? Tentunya sudah lama. Jika tidak, mana mungkin mereka bisa berbuat sejauh itu. Sampai-sampai melakukan perbuatan layaknya suami istri. Benar-benar kecolongan aku!' Marwa menghela napas berat.

Tak putus asa, ia pun mencoba menghubungi Meysie, sekretaris suaminya. Mungkin akan mendapat sedikit keterangan tentang wanita itu.

[Ada apa, Bu Marwa?] Suara Meysie terdengar dari ujung telepon.

[Mey, kamu tau, nggak si Alena sekarang tinggal di mana] jawab Marwa tanpa basa-basi.

[Hah? Bu Alena? Eum ... nggak tau, tuh, Bu. Emangnya dia udah pindah dari kontrakannya, Bu]

[He em. Pindah nggak bilang-bilang, tuh, anak. Nggak sopan banget!] jawab Marwa kesal.

[Lah, saya baru tau dari Ibu malah kalau dia sudah pindah.]

[Oh, ya, sudah kalau begitu.]

Telepon diakhiri. Marwa makin kesal. Tak tahu harus ke mana mencari wanita itu. Jika bertanya pada Ammar, sudah pasti suaminya itu pura-pura tidak tahu. Yang ada justru dia yang akan dimarahi karena pergi tanpa izin.

Ah, shit!

Karena tak menemukan solusi, akhirnya ia pun melajukan kendaraan roda empatnya pulang ke rumah. Padahal ia sudah menyusun dengan matang, shock therapy apa saja yang akan ia berikan pada wanita itu agar dia kena mental.

***

Sementara itu, Ammar yang sedang berada di perjalanan menuju ke kantor, membelokkan mobilnya ke salah satu jalan yang ada di persimpangan. Bukannya pergi ke kantor, ternyata ia malah menemui seseorang.

Seorang wanita muda berpakaian terbuka di bagian-bagian tertentu, menyambutnya di ambang pintu dengan wajah berbinar. Ammar segera memarkirkan mobilnya di garasi dan memeluk erat tubuh sintal wanita itu.

"Halo, Sayang." Kedua bibir mereka bertemu. "Padahal baru kemarin kita bercinta, tapi Mas sudah rindu lagi padamu. Entah kenapa Mas begitu candu padamu, Alena."

"Emhhh ... Mas ini. Bisa aja bikin aku meleleh. Aku juga kangen, kok, sama kamu, Mas."

"Kangen apanya? Sama orangnya atau sama ehem-ehemnya?" goda Ammar mencubit kecil dagu wanita itu.

"Tuh, kan, nakal, ih!" Alena tersipu sembari bergelayut manja di lengan Ammar. Lalu menggeret lelaki berdada bidang itu masuk ke rumahnya.

Tak mau menyia-nyiakan waktu, mereka pun melakukannya lagi. Memadu kasih, berbagi peluh dan kenikmatan, melampiaskan nafsu birahi terlarang mereka, tanpa memedulikan perasaan seseorang yang tengah hancur di sana.

***

Di rumah Marwa ....

Wanita itu kini tengah berbaring dengan tangan terlipat di belakang kepala. Rasa kesal, kecewa, geram, pada dua manusia tak tahu diri itu kian menjadi-jadi. Membuatnya tak bisa memejamkan mata walau sesaat. Pikirannya tak lagi jernih. Hatinya pun telah dipenuhi rasa dendam yang membara.

'Lihat saja! Aku akan buat hidup kalian menderita, orang-orang munafik. Jangan panggil aku Marwa, jika aku tak bisa membuat kalian menangis darah di hadapanku!'

Ponsel berdering membuyarkan lamunan. Ia bergegas menjawab panggilan begitu melihat nama Nanda tertera di layar. Dahinya mengernyit. Tumben, pikirnya. Sementara jam buka toko masih 1 jam lagi.

[Ada apa, Nanda? Tumben kamu--]

[H-halo, Bu Marwa. M-maaf, saya mengganggu pagi-pagi. Itu, Bu, anu ....] Nanda menjeda ucapannya.

[Kenapa, Nanda? Kok, kamu panik gitu? Coba tenang dulu, deh. Tarik napas dalam-dalam, lalu hembuskan perlahan!] Marwa mencoba menenangkan. Nanda pun mengikuti arahan atasannya itu dari seberang telepon.

[Anu, Bu. Sekarang coba, deh, Ibu buka WA. Saya ada mengirim sesuatu ke nomor Ibu.] jelas Nanda dengan suara sedikit lebih tenang.

[Oke, tunggu sebentar, ya. Jangan tutup teleponnya!] tukas Marwa.

Tanpa menunda lagi, Marwa segera menuruti permintaan orang kepercayaannya itu. Ia segera membuka aplikasi w******p dan ternyata Nanda telah mengirim sebuah video di sana. Marwa langsung memutar video itu dan tampaklah suaminya dan Alena yang tengah berpelukan dan berciuman di depan sebuah rumah.

'Ya, Tuhan! Kenyataan pahit apalagi ini?' Ia memegangi dadanya, yang tiba-tiba terasa bagai dihimpit batu besar.

Sebenarnya adegan itu sudah biasa baginya. Bahkan, ia sudah pernah melihat adegan mereka, yang lebih menjijikkan daripada yang ada dalam video itu. Namun, satu yang menjadi perhatiannya. Rumah mewah nan megah itu, rumah siapa?

[H-halo, Bu Marwa. Ibu baik-baik saja, kan?] Nanda menjadi cemas. Bosnya pasti syok setelah melihat video itu, pikirnya.

[Iya, iya, Nan. Saya nggak apa-apa, kok. Lalu kamu dapat darimana video itu?]

[Jadi gini, Bu. Kemarin malam saya nginap di rumah tante saya. Dan pagi ini ketika saya mau pulang ke rumah Mama, saya nggak sengaja lihat Pak Ammar ada di rumah itu.

Rumahnya nggak begitu jauh dari rumah tante saya. Kecurigaan saya muncul, ketika melihat mereka sedang berpelukan. Mesra banget. Mana, tuh, perempuan pakaiannya sexy banget lagi. Aduh ... tapi mohon maaf. Saya jadi nggak enak ini, Bu, cerita kayak begini sama Ibu.]

[Nggak apa-apa, Nanda. Justru saya sangat berterima kasih sama kamu atas informasi ini. Ya, sudah, sekarang kamu sharelok alamat rumah itu, ya! Dan tolong nanti awasi toko. Kemungkinan hari ini saya tidak datang.] titahnya, yang langsung diiyakan oleh Nanda, sebagai akhir dari percakapan mereka di telepon.

Sudut bibir Marwa terangkat tipis. Merasa semesta sangat mendukung dan sedang berada di pihaknya saat ini. Baru saja tadi ia kewalahan mencari di mana keberadaan Alena. Tau-tau ada orang yang datang membawa kabar.

Ponsel berdenting. Sebuah pesan dari Nanda berisi peta lokasi dari aplikasi g****e maps masuk, membuat bibir Marwa melengkung sempurna.

'Well, jadi sekarang kau tinggal di sana, Alena? Heh, tunggu kejutan dariku!'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 5

    'Kenapa ramai sekali? Ada apa ini dan siapa mereka?' batin Marwa terus meracau.Demi menuntaskan rasa penasaran, ia pun turun dari mobil. Jantungnya kian berdebar. Ia terus mengayun langkah menuju pintu masuk yang terbuka lebar, dan mengintip dari balik dinding ruang tamu. Dan apa yang ia lihat begitu mengejutkannya.Ibu mertua sedang sibuk mengeluarkan barang-barang dari dalam koper, sedangkan Kania, sang adik ipar asik bercengkerama dengan beberapa orang sahabatnya. Sementara di sudut sana, tampak suaminya tengah asik berduaan dengan seorang wanita.Dia ... Alena. Betapa mesranya mereka. Ibu mertua dan adik iparnya seolah menutup mata dengan kemesraan mereka.'Ya, Tuhan! Ada apa dengan mereka? Kenapa merahasiakan kepulangan ini dariku? Dan kunci ini ....' Marwa membuka telapak tangan, dimana terdapat kunci yang beberapa waktu lalu dititipkan ibu mertua padanya.'Kata Ibu kunci rumah ini hanya ada satu, dan Ibu memercayakan rumah ini padaku. Lalu kenapa mereka bisa masuk? Waktu itu j

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 4

    "A-apa? Cuti? S-sejak kapan, Mey?" Marwa terkejut setengah mati mendengar pengakuan Meysie, yang merupakan sekretaris suaminya itu.Siang ini wanita itu sudah berada di kantor Ammar. Maksud hati ingin memberi kejutan untuk sang suami, tetapi malah dia yang mendapat kejutan.Sebenarnya, kedatangannya ke sini ingin memergoki suami dan selingkuhannya itu. Mungkin saja mereka juga mencuri-curi kesempatan untuk berbuat mesum di kantor ini. Jika sudah dimabuk asmara, biasanya apa saja bisa dilakukan tanpa memedulikan situasi dan kondisi."Sudah sejak lima hari yang lalu, Bu," sahut wanita berkaca mata tebal itu dengan dahi mengkerut. "Loh, memangnya Bu Marwa nggak tau soal Pak Ammar yang sedang mengambil cuti tahunan?""Hah?" Marwa terperangah dengan mulut menganga. Benar-benar tak siap menerima kejutan yang baru saja ia dapatkan. Namun, detik berikutnya ia seakan tersadar dan segera berakting agar tak terlihat ganjil."O-oh, hahaha ... aduh, kok saya bisa lupa, ya, kalau suami saya sekara

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 3

    "Rumah ini dikontrakkan." Marwa membaca tulisan pada selembar kertas yang menempel di pintu salah satu rumah. "Hah? Serius ini? Lalu pindah ke mana si wanita brengsek itu?"Rumah berdempet tiga itu, salah satunya adalah rumah yang pernah ditinggali Alena. Bahkan dulu Marwa yang membayar rumah kontrakan itu untuknya. Sejak wanita itu berhenti jadi ART di rumah mertuanya dan diterima bekerja di perusahaan tempat Ammar bekerja, ia tidak punya tempat tinggal lagi.Orang tuanya berada di kampung. Ia merantau ke kota untuk mengadu nasib. Karena kasihan, Marwa akhirnya memberinya tempat tinggal di sini. Uang kontrakan sepenuhnya Marwa yang tanggung. Dan itu sudah berjalan 2 tahun. Yang ia herankan, kenapa wanita itu pergi menghilang begitu saja tanpa memberitahunya?"Eh, Mbak, maaf, numpang tanya," sapa Marwa pada salah satu penghuni kontrakan yang kebetulan sedang membuka pintu, dan mengayun-ayunkan sapu di tangannya untuk membersihkan debu di lantai."Iya, Teh. Ada apa, ya?" tanya wanita m

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 2

    Hari menjelang sore ketika Marwa tiba di rumah. Wanita yang tengah dirundung kesedihan dan kekecewaan mendalam itu langsung naik ke lantai atas menuju ke kamarnya. Menghidupkan laptop yang teronggok di atas nakas, lalu menyalin rekaman video mesum suaminya ke dalam flashdisk. Hanya jaga-jaga saja, jika tiba-tiba ada kerusakan pada ponselnya.Tubuh dengan hati lelah itu luruh di atas ranjang. Mata mulai memejam. Namun, adegan demi adegan menjijikkan yang tadi ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri, terus menari-nari dalam ingatan. Membuatnya mual dan ingin muntah.Wajah wanita yang tak asing lagi baginya itu terus terbayang. Alena, wanita bekas asisten rumah tangga di rumah ibu mertuanya. Wanita muda, yang diangkat derajatnya oleh Marwa, dari seorang babu menjadi staff marketing eksekutif di perusahaan tempat suaminya bekerja.'Lalu, ini balasan wanita brengsek itu padaku, setelah apa yang telah aku korbankan untuknya? Dasar wanita tak tahu diri! Apa otaknya sudah geser, hingga lupa

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 1

    "Astaga! Suara apa itu?" Langkah Marwa terhenti sesaat setelah ia memasuki rumah mertuanya. Ia merasa seperti mendengar suara desahan dari dalam salah satu kamar. Tak ada mobil dan kendaraan apa pun terparkir di halaman. Begitu juga sandal atau sepatu. Tak ada tanda-tanda ada orang di dalam rumah, yang kosong sejak seminggu lalu itu. Ibu mertua dan adik iparnya sedang pergi berlibur ke luar negeri.Entah siapa yang tengah berada di dalam sana, dan suara-suara menjijikkan itu ... sebenarnya sedang apa mereka?"Ah, kamu nakal, Mas!" Suara itu mendayu, menggoda.Lalu suara desahan kian terdengar nyaring. Bagaimana tidak? Rumah sedang tak berpenghuni. Suara apapun akan terdengar jelas. Lagipula, aktifitas mereka tampak tak wajar, seperti yang biasa dilakukan suami istri, Marwa paham betul dan yakin sekali, bahwa ada sepasang manusia berlawanan jenis di dalam sana yang tengah melakukan perbuatan terlarang."Kamu selalu bikin aku candu dan ingin terus melakukannya." Kali ini suara seorang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status