Share

Part 7

last update Last Updated: 2025-08-10 09:23:56

Pintu kamar diketuk beberapa kali. Marwa yang memang sudah mendengar suara deru mobil suaminya di bawah sana, tak menghiraukan sama sekali. Ia masih duduk bersandar pada kepala ranjang. Dengan mata bengkak ia menatapi foto pernikahan yang terbingkai besar di dinding.

Pernikahan dengan Ammar, lelaki yang ia anggap bersahaja, berwibawa, dan penuh cinta kasih, ternyata membuat trauma dan luka mendalam di hidupnya.

"Dek, tolong jangan marah sama Mas. Ini semua bisa kita bicarakan baik-baik. Mas sayang sama kamu, Dek." Ammar yang tidak bisa masuk karena pintunya dikunci dari dalam oleh Marwa, terus berusaha membujuk istrinya.

Jam di dinding sudah berdentang sepuluh kali. Sudah selarut ini Ammar baru pulang dari rumah orang tuanya setelah peristiwa siang tadi. Tanpa sedikit pun berusaha menghubungi istrinya yang hatinya tengah terluka.

Membiarkan istrinya pulang sendirian dengan perasaan hancur berkeping-keping, terombang-ambing dan terguncang akibat perbuatannya. Bahkan nyaris menghilangkan nyawanya sendiri.

Di rumah orang tuanya, ia justru bersenang-senang dengan kekasihnya, tanpa memikirkan bagaimana luka batin yang dirasakan oleh Marwa, yang begitu mencintai dan menyayanginya sepenuh hati. Bahkan ia lebih membela Alena yang jelas-jelas telah merebut dirinya dari Marwa.

Pintu kamar dibuka oleh Marwa, setelah sekian kali Ammar berusaha membujuknya. Marwa menatapnya dingin tanpa suara. Hatinya telah mati rasa untuk Ammar.

Lelaki yang sudah sepuluh tahun menjadi suaminya itu menatap Marwa dengan penuh iba. Seakan ia memahami perasaan istrinya yang sedang terluka. Ia mendekap erat tubuh Marwa, dan mengecup keningnya sembari berucap lirih.

"Maafkan Mas, Dek. Sebenarnya sudah lama Mas ingin berterus terang perihal semua ini padamu. Tapi Mas belum menemukan keberanian. Mas takut kamu terluka."

Marwa hanya diam membisu. Hanya mendengar tanpa ingin merespons apa pun. Baginya semua sudah terlambat. Kejujuran suaminya saat ini sudah tidak berarti lagi. Rasa sakit dibohongi dan dikhianati lebih mendominasi saat ini.

"Mas tau, cepat atau lambat semua ini pasti akan terungkap. Mas hanya menunggu waktu yang tepat untuk menceritakannya padamu. Dek, tolong maafkan perbuatan Mas. Mas khilaf." Ammar membelai rambut Marwa yang basah.

"Jangan sentuh aku, Mas!" Marwa mengurai dekapan Ammar. Ia merasa muak dan sangat jijik ketika disentuh oleh suaminya itu. Ia menjauh dan duduk di bibir ranjang.

Ammar menyusul dan duduk bersisian dengannya. "Dek, Mas--"

"Cukup, Mas! Nggak usah menjelaskan apa pun lagi padaku. Bagiku semua sudah berakhir. Aku nggak ingin tau apa pun tentang perselingkuhan kalian. Sejak kapan ini dimulai, sudah berapa lama kalian berhubungan, bahkan aku nggak mau tau apakah saat ini kamu masih mencintaiku atau tidak.

Yang aku tau, kamu adalah seorang pembohong. Pembohong ulung. Sikapmu yang begitu manis, perhatian dan kasih sayangmu yang begitu besar, memperlakukan diriku seolah-olah aku adalah ratu, membuat aku terkelabui.

Sehingga aku merasa bahwa diriku adalah wanita satu-satunya dalam hidupmu. Wanita paling bahagia meskipun dengan kekurangan, yang belum bisa memberikan keturunan selama sepuluh tahun pernikahan. Ternyata apa? Semua hanya semu belaka.

Kamu hebat, Mas! Sandiwaramu patut diacungi jempol. Tak hanya kamu, bahkan Ibu dan Kania. Mereka juga telah terlatih untuk bersandiwara di hadapanku. Benar-benar hebat, kalian!"

Marwa berusaha mengatur napas yang kian memburu. Sudah tak tertahan lagi emosi yang meledak-ledak dalam dada. Matanya mulai panas. Namun, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menjatuhkan air matanya lagi untuk lelaki seperti suaminya itu.

"Ini semua nggak seperti yang kamu pikirkan, Dek. Jangan berprasangka buruk pada Mas dan juga keluarga Mas!" protes Ammar tak terima. "Soal cinta dan kasih sayang Mas padamu, itu semuanya benar. Tidak ada kebohongan sama sekali. Mas hanya khilaf, Dek. Mas minta maaf."

Marwa tersenyum sinis. Ia merasa muak sekali dengan pengakuan suaminya yang dianggap palsu belaka. "Lidah itu tidak bertulang, Mas. Ucapkan saja semua sesuka hatimu. Aku sudah tidak peduli!"

Melihat Marwa akan beranjak, Ammar berusaha mencegah. Cengkeraman tangannya yang begitu kuat, membuat Marwa merintih kesakitan.

"Arghhh ...!"

"A-ada apa, Dek. Astaga, tanganmu terluka. Kenapa bisa begini, Dek? Apa yang terjadi?" Ammar terlihat sangat cemas ketika melihat tangan istrinya yang tengah dibalut perban.

"Lepaskan tanganku, Mas!" Marwa menarik tangannya dengan ka sar. "Sakit di tanganku ini belum seberapa dibandingkan dengan sakit hatiku karena pengkhianatanmu. Minggir, aku mau tidur!"

Marwa merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi memunggungi Ammar. Ia menutupi tubuhnya dengan selimut tebal bermotif bunga mawar. Membiarkan suaminya tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Ammar kehabisan akal, tetapi ia akan terus berusaha membujuk istrinya untuk berdamai dan hidup berdampingan dengan wanita keduanya. Sesungguhnya ia memang sangat mencintai Marwa. Namun, ia tak sanggup menolak pesona seorang Alena, mantan asisten rumah tangga ibunya, yang atas permintaan Marwa dia diangkat menjadi staff di kantor tempat ia bekerja.

Sementara Marwa yang pura-pura tertidur, terus memutar otak. Ia mulai merencanakan sesuatu untuk menghancurkan suaminya, dan orang-orang yang telah membuat hati dan hidupnya hancur berantakan.

'Tunggu pembalasanku orang-orang munafik!'

***

"Halo, Sayang!"

Suara Ammar mengejutkan Marwa yang baru saja turun dari kamar. Ia terpelongo melihat suaminya sudah menunggu di meja makan. Sementara di sana sudah terhidang dua mangkuk bubur ayam lengkap dengan toping bawang goreng dan kerupuk.

Tadi pagi-pagi sekali Ammar sudah bangun. Ia pergi ke pasar membeli semua bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bubur ayam kesukaan Marwa. Meskipun ia seorang direktur personalia, ia sangat mahir membuat makanan yang satu ini.

Dulu, ia sering membuatkannya untuk Marwa, dan istrinya itu sangat menyukai bubur ayam buatannya. Selama hidupnya, Marwa belum pernah makan bubur ayam seenak buatan Ammar.

Ammar berpikir, dengan membuatkan makanan kesukaan untuk istrinya yang sedang dirundung kesedihan itu, hatinya akan luluh dan melunak kembali seperti dulu.

'Apa-apaan ini?' Marwa menghentikan langkahnya. 'Suguhan lezat itu? Kenapa dia begitu pandai membuatku mengingat masa-masa indah itu?'

"Dek, Mas sengaja ambil cuti hari ini demi kamu. Mas buatkan bubur ayam kesukaanmu. Kita makan sama-sama, yuk!" ajak Ammar.

"Cuti? Demi aku?" Marwa tersenyum sinis. "Bukankah separuh masa cutimu sudah kamu habiskan bersama wanita itu, Mas?"

"M-maksud kamu, Dek? Ayolah, jangan terus berprasangka buruk pada Mas. Mas lakukan semua ini hanya untuk kamu. Tolong hargai--"

"Sssttt!" Marwa memotong ucapan Ammar. Ia benar-benar sudah muak dan tak percaya lagi dengan semua ucapan suaminya yang penuh dusta itu.

"Jangan coba-coba merayuku, Mas! Kamu pikir aku nggak tau, kalau kamu dan Alena sama-sama sedang cuti? Kalian habiskan waktu setiap hari bersama dan melakukan perbuatan-perbuatan haram. Kalian begitu menjijikkan!"

"Sayang, kamu bicara apa, sih? Mas nggak ngerti."

"Stop, jangan mendekat, Mas!" sergah Marwa melihat suaminya mulai memangkas jarak dengannya. "Nggak usah buang-buang waktumu untuk mengurusi hidupku lagi. Kamu urus saja wanita yang sebentar lagi akan jadi istrimu dan menantu baru ibumu itu. Mulai sekarang aku harus membiasakan diri hidup tanpa kamu."

"Nggak! Kamu akan selalu bersama Mas, Dek. Nggak boleh ada perpisahan dan perceraian. Mas sayang kamu, Dek!"

"Beranggapan bahwa kamu bisa mendapatkan segalanya dengan mengorbankan perasaan orang lain, bukankah itu suatu keegoisan? Tidak semua yang kamu anggap membahagiakan dirimu, juga bisa membahagiakan orang lain, Mas. Tunggu surat gugatan cerai dariku!"

"Dek, jangan mengambil keputusan di saat kamu sedang emosi. Dek ... Dek! Kamu mau kemana? Kita belum selesai bicara!"

Marwa tak menghiraukan teriakan Ammar. Ia terus saja berjalan menuju garasi dan melajukan mobilnya. Ia merasa harus menemui seseorang dan memberi pelajaran berharga untuknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
good marwa cerai yg tetbaik laki otak slengki sdh jijik lihatnya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 50

    Alena yang masih mengintip dari balik dinding, bersiap-siap menjalankan misinya. Pewarna bibir yang selalu ada di saku, ia poleskan ke bibir. Membuat bibir tipisnya semakin merah menyala.Tak lama William yang sudah selesai memberikan perintah pada si office girl pun mulai mengayun langkah ke luar pantry.Tiba-tiba ...."Arghhh ...." pekik Alena, yang memang sengaja menabrakkan tubuhnya dengan sangat keras ke arah William."Eeh eehhh ...." William pun terhuyung, membuat mereka berdua akhirnya terjatuh dalam keadaan yang tak pantas untuk dilihat.Kejadian yang begitu cepat itu membuat William sangat terkejut, dan benar-benar tak menyangka bahwa wanita yang berada di atas tubuhnya saat ini adalah Alena. Saling tatap pun tak dapat terelakkan. Seakan seketika waktu berhenti dan membekukan suasana.William benar-benar terkejut. Sementara Alena benar-benar terpana. Baru kali ini ia melihat wajah William dengan jarak hanya beberapa inchi saja dari wajahnya.Beberapa pasang mata tertuju pada

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 49

    "Kenapa telat? Baru hari pertama kerja kamu sudah tidak disiplin!" bentak seorang wanita bertubuh subur. Ia melirik arloji di tangan kanannya. "Kamu tau ini sudah jam berapa, hah? Kamu itu sudah telat setengah jam. Kalau tidak serius ingin bekerja di sini, ya, sudah, pergi saja!""M-maaf, Mbak!""Mbak? Kamu panggil saya Mbak? Hello, ini kantor, bukan toko. Panggil saya Ibu. Dasar tidak sopan!""I-iya, maaf maaf, Bu! T-tadi saya kejebak macet di jalan. Saya janji besok-besok nggak akan telat lagi," sahut Alena tertunduk sembari memilin ujung kemejanya.Seumur-umur baru kali ini dibentak atasan. Dulu, ia bagai anak emas. Bisa berbuat sekehendak hati karena Ammar akan selalu menjadi tamengnya."Ya, sudah. Sekarang kamu naik ke lantai 3 dan bersihkan semuanya!" titah wanita itu."A-apa? B-bersih-bersih, Bu?""Iya. Apa kata-kata saya kurang jelas?""M-maksudnya saya ke lantai 3 untuk bersih-bersih?" tanya Alena setengah tak percaya."Nggak. Main sirkus! Ya, iyalah!""J-jadi saya bekerja di

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 48

    "Kamu yakin, Nak, dengan keputusanmu untuk memasukkan wanita itu bekerja di perusahaan ini? Kamu tidak lupa, kan, dengan apa yang sudah dia lakukan pada rumah tanggamu?" tanya Pak Najib, CEO di perusahaan tempat Marwa bekerja, ketika mereka sedang menunggu pesanan makanan di sebuah kafe."Iya, nih. Hati-hati, loh! Jangan-jangan dia punya niat nggak baik lagi sama kamu." William yang duduk bersisian dengan Marwa pun merasa heran. Memang ia tahu, bahwa sekarang calon istrinya itu sudah memaafkan perbuatan lelaki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya. Akan tetapi, apakah itu juga berlaku pada wanita pelakor itu?Marwa menghela napas, lalu menyeruput segelas jus melon yang ada di hadapannya. "Tadinya saya juga sempat negative thinking sama dia, Pak. Tapi setelah saya pikir-pikir, setiap orang bisa berubah, kan? Ya, mungkin saja dengan kesengsaraan yang dia alami selama ini, bikin dia bertobat dan mau berubah menjadi lebih baik.""Mudah-mudahan saja. Tapi sebetulnya saya heran. K

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 47

    "Mbak Alena?" Kania terperanjat melihat sosok wanita yang tengah berdiri tegak di hadapannya dengan dua buah koper di kanan dan kiri."Mas ...." Alena langsung menghambur masuk melewati Kania begitu saja, tanpa memedulikan keterkejutan gadis itu."Kamu sudah pulih, Mas? Kamu sekarang sudah bisa berjalan?" Alena memeluk erat tubuh Ammar.Merasa sangat bahagia melihat suaminya kini tak lagi duduk di kursi roda. Ia mengurai dekapan dan memerhatikan kondisi fisik Ammar dari atas hingga bawah. Rasanya tak percaya. Akhirnya lelaki yang pernah sangat ia cintai hartanya itu, kini sebentar lagi akan perkasa seperti dulu.Ammar yang masih terpelongo dengan kedatangan Alena, hanya mematung. Ada mimpi apa wanita yang sudah tega meninggalkannya itu sekarang tiba-tiba muncul di hadapannya. Ia bertanya-tanya di dalam hati, darimana wanita ini tahu kalau mereka tinggal di sini?"Eh, eh ... mau apa kamu tiba-tiba datang ke sini, hah?" Bu Salma segera menarik tubuh wanita yang pernah jadi asisten rumah

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 46

    "Wow!" Kedua bola mata William membeliak. "Jadi ini rumahnya?"William yang sudah mendengar semuanya dari Marwa ketika di perjalanan tadi, terkesima melihat rumah mewah nan megah yang menjulang tinggi di hadapannya.Matanya menyisir setiap sudut dan lekukan rumah bercat putih bergaya itali itu. Ia berdecak kagum. Sungguh sempurna tanpa cela.Tak menyangka, ternyata sedalam ini rasa cinta Ammar terhadap Alena? Pantas saja Marwa begitu sakit hati dan menaruh dendam mendalam pada suaminya itu. Ia jadi merasa sangat kasihan pada wanita di sampingnya, meski kini wanita itu sudah tampak lebih tegar.Rumah yang sudah beberapa bulan terakhir tak berpenghuni itu tampak tak terawat. Di halaman terpancang sebuah tiang bertuliskan "Rumah ini disita oleh Bank". "Iya. Ini rumah pemberian Mas Ammar untuk Alena yang aku ceritakan tadi. Bagaimana menurutmu? Apa pembalasanku terlalu berlebihan bila dibandingkan dengan apa yang sudah dia lakukan di belakangku?" Marwa tersenyum getir."Delapan juta. Dia

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 45

    "Benar, kan, apa kataku?" William memulai percakapan sesaat setelah mereka berada dalam mobil, di area parkir rumah sakit.Sejak keluar dari ruangan Ammar, tak satu pun dari mereka yang mengeluarkan suara. Hanya mengayun langkah cepat dan ingin segera mencari udara segar. Kejadian yang baru saja terjadi membuat mereka sedikit syok."Perkataan yang mana?" tanya Marwa tak mengerti ke mana arah pembicaraan."Ammar akan cemburu berat dan nggak akan bisa terima kenyataan, ketika tahu bahwa akulah yang akan menggantikannya menjadi suamimu." William mulai menghidupkan mesin mobil."Kenapa kamu seyakin itu?""Tentu saja. Dia pasti merasa minder. Merasa dia nggak ada apa-apanya bila dibandingkan aku yang ... yaaa kamu tau sendirilah ... handsome, younger, and the ... hahaha!" William terbahak mendengar ucapannya sendiri. "Nggak bermaksud memuji diri sendiri, sih. Tapi seberapa pun kerasnya aku menyangkal, kenyataannya memang seperti itu, kan? Hahaha!"Marwa ikut terkekeh. "Jangan ge-er dulu, P

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status