Share

Bab 144: Masa Lalu Isvara

Author: Duvessa
last update Last Updated: 2025-07-18 00:25:27
‘Wah, jangan-jangan Kak Al mau nanya soal uang yang aku pinjam dari Kak Isvara,’ pikir Aksara cepat, jantungnya sempat melompat, tapi wajahnya tetap dipasang santai.

“Nanya apa, Kak Al?” tanya Aksara, ragu-ragu sambil menarik kursi dan duduk.

“Mau pesan minum dulu?” tawar Alvano.

“Nggak usah. Nanti aja. Hausnya belum ngalahin deg-degan,” celetuk Aksara mencoba mencairkan suasana. Namun, Alvano hanya menatapnya. Tenang, tapi tajam.

Alvano mengangguk, lalu diam sejenak. Menimbang. Apakah pantas menanyakan hal ini? Namun siapa lagi kalau bukan Aksara? Dia tidak mungkin bertanya pada orang tua Isvara, atau lebih parah lagi pada Isvara sendiri, yang masih tidur lelah setelah semalam tumbang karena emosi.

“Aksara …” Akhirnya Alvano bersuara.

“Iya, Kak?” Aksara mengerutkan kening. Dia tahu Alvano sedang merumuskan kata-kata. “Tanya aja, Kak. Aku jawab sebisanya.”

Alvano menarik napas panjang. Lalu, dengan suara rendah yang terdengar lebih rapuh dari biasanya, dia akhirnya mengutarakan, “Kalau
Duvessa

Ternyata sebanyak itu luka yang Isvara punya ya :(

| 11
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 145: Siapa Pria Itu?

    Sementara itu, Isvara kini sedang berada di supermarket terdekat dari rumah. Setelah seharian mencoba tidur, atau lebih tepatnya berusaha menenangkan pikirannya yang penuh setelah semalam pingsan. Dia memutuskan keluar sebentar.Hari ini Isvara memang tidak masuk kerja. Alvano dengan tegas memintanya untuk istirahat penuh. Namun, diam terlalu lama di kamar hanya membuat pikirannya makin keruh, terus-menerus terisi ulang oleh kata-kata dari ibu mertuanya.Maka, dia memilih sesuatu yang sederhana: belanja bahan makanan. Melihat deretan sayur dan buah yang tertata rapi membuatnya merasa sedikit lebih waras.Dalam hati, Isvara ingin memasak ayam panggang rosemary, makanan favorit Alvano. Entah kenapa, ada keinginan dalam dirinya untuk membuat suaminya tersenyum malam ini. Setelah hampir dua minggu terpisah, tidakkah wajar bila dia rindu? Dan ingin menebus semua jarak, semua luka?Saat berbelok ke lorong buah. Pandangannya tertumbuk pada seorang pria tua yang sedang berjuang mengangkat sema

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 144: Masa Lalu Isvara

    ‘Wah, jangan-jangan Kak Al mau nanya soal uang yang aku pinjam dari Kak Isvara,’ pikir Aksara cepat, jantungnya sempat melompat, tapi wajahnya tetap dipasang santai.“Nanya apa, Kak Al?” tanya Aksara, ragu-ragu sambil menarik kursi dan duduk.“Mau pesan minum dulu?” tawar Alvano.“Nggak usah. Nanti aja. Hausnya belum ngalahin deg-degan,” celetuk Aksara mencoba mencairkan suasana. Namun, Alvano hanya menatapnya. Tenang, tapi tajam.Alvano mengangguk, lalu diam sejenak. Menimbang. Apakah pantas menanyakan hal ini? Namun siapa lagi kalau bukan Aksara? Dia tidak mungkin bertanya pada orang tua Isvara, atau lebih parah lagi pada Isvara sendiri, yang masih tidur lelah setelah semalam tumbang karena emosi.“Aksara …” Akhirnya Alvano bersuara.“Iya, Kak?” Aksara mengerutkan kening. Dia tahu Alvano sedang merumuskan kata-kata. “Tanya aja, Kak. Aku jawab sebisanya.”Alvano menarik napas panjang. Lalu, dengan suara rendah yang terdengar lebih rapuh dari biasanya, dia akhirnya mengutarakan, “Kalau

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 143: Konsekuensi

    Alvano menatap lembaran itu lama. Bukan untuk mempertimbangkannya. Kalau bisa, dia ingin merobeknya saat ini juga.“Papa serius?” tanya Alvano akhirnya. Bukan pertanyaan sungguhan–lebih kepada konfirmasi getir.“Papa selalu serius, apalagi soal reputasi keluarga ini,” jawab Atma. Dia menyandarkan punggung, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Perempuan itu ... tidak memenuhi kriteria untuk menjadi pendampingmu. Bukan karena siapa dia, tapi karena apa yang dia bawa.”Alvano mengepalkan jemari. Rahangnya mengeras. “Dan menurut Papa, perceraian ini solusinya?”“Ini solusi paling logis, Van.”Logis, katanya.Memang selalu sulit bicara soal cinta pada orang yang tidak menganggap cinta relevan dalam hidupnya.Atma melanjutkan dengan suara datar, “Kamu mau kehilangan kursimu sebagai pewaris utama? Sepupu-sepupumu menunggu kamu jatuh, Van. Menunggu kamu punya titik lemah. Dan sekarang, kamu membuka celah itu.”Alvano menarik napas panjang, berusaha meredam bara yang mulai membakar tenggorok

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 142: Harus Bagaimana?

    Isvara menarik napas pendek. Lalu, menatap suaminya lebih lama, sedangkan matanya masih sembab. “Kenapa ... kamu nggak pernah cari tahu sendiri sebelumnya, Van?”Sebenarnya, Alvano sudah bisa menebak sejak lama. Dimulai dari hilangnya sebagian ingatan Isvara saat kakeknya meninggal, lalu ketakutannya pada ruangan gelap, ditambah ucapan Anita tempo hari. Semuanya seperti kepingan puzzle yang nyaris lengkap. Namun, Alvano memilih untuk tidak menyusunnya. Kalau Isvara belum siap bercerita, kenapa harus memaksa?“Karena ... aku nggak pernah ngerasa perlu gali masa lalu kamu sampai sejauh itu.” Alvano menggenggam tangan Isvara lebih erat. Matanya sendu, tapi bicaranya tegas. “Aku pikir ... semua orang berhak punya rahasia. Dan aku nggak mau nyakitin kamu dengan maksain buka kotak luka yang mungkin kamu sendiri masih susah nutupnya.”Isvara mengerjap. Ada sesuatu yang meluruh di dadanya. Pria ini, lagi-lagi, meruntuhkan egonya. “Van ... kamu ngerti ‘kan, itu juga salah satu alasan kenapa a

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 141: Sama Buruknya

    “Hey, Cantik. Kamu akhirnya bangun juga.”Suara Alvano terdengar terlalu lembut untuk menampung semua badai yang masih menggulung di dada istrinya.Isvara hanya mampu mengangguk pelan, sementara kepalanya terasa berdenyut seakan menolak untuk benar-benar kembali ke dunia nyata.Alvano duduk di sisi ranjang, satu tangannya bertumpu di kasur dekat pinggang Isvara. Wajahnya lelah, matanya sembab. Entah sejak kapan dia menatap istrinya seperti itu. Ini bukan ranjang rumah sakit. Mereka ada di kamar. Karena Alvano, dalam paniknya, memilih menggendong Isvara begitu saja, ketika perempuan itu mendadak ambruk tak sadarkan diri di ruang tamu.“Mana Mama?” Entah kenapa, justru itu yang pertama meluncur dari bibir Isvara.Alvano menghela napas, jemarinya meremas seprai. “Mama udah aku suruh pulang.”Hening lagi.Hanya suara detak jam dan napas mereka yang saling bersahutan dalam kamar. Sunyi ini bahkan terasa lebih mencekik daripada pertengkaran tajam di ruang tamu tadi.“Aku panggil dokter, ya?

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 140: Rahasia Kelam

    “Alvano! Mama hanya mau memastikan kamu tidak salah pilih. Kamu itu penerus keluarga Narendra. Perusahaan, reputasi, masa depan. Apa kamu mau semuanya runtuh hanya karena kamu memilih seorang perempuan yang bahkan tidak bisa memastikan dirinya sendiri tetap waras?” Nada marah Marina terdengar jelas sekali.Isvara menegang, matanya melebar sedikit. Alvano menoleh sekilas padanya, lalu kembali menatap ibunya.“Sakit mental itu sama aja kayak sakit flu, Mam,” ucap Alvano pelan, tapi tajamnya menusuk. “Sama-sama perlu diobati, sama-sama nggak bikin orangnya jadi lebih rendah dari siapa pun.”Isvara mendongak kaget, matanya melebar. Jadi Alvano sudah tahu tentang penyakitnya? Sejak kapan? Baru saja atau jauh sebelum ini?Marina menghela napas. Tangannya meremas jemari sendiri, lalu mencondongkan tubuh, menatap Isvara bagai hendak menelanjangi seluruh luka dalam pikirannya. “Mungkin bagi orang lain begitu, Van. Tapi tidak dengan keluarga kita. Kamu ingin istrimu ... menjadi sumber kelemahanm

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status