Share

Bab 73: Drama Kopi

Penulis: Duvessa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-13 20:51:01
Repot!

Satu kata itu saja rasanya sudah cukup menggambarkan penderitaan Isvara pagi ini.

Tangan wanita itu penuh. Delapan cup kopi, semua tersusun dalam dua paper bag berat yang digantung di kedua tangan. Namun entah kenapa, berat di pundaknya jauh lebih dari sekadar beban kafein—ini beban mental dari kepala tim bernama Retha.

‘Specialty coffee shop’ yang Retha minta jaraknya memang tidak jauh ... kalau kamu seekor cheetah. Namun bagi manusia normal berkaki lecet bernama Isvara, satu kilometer terasa seperti ikut lomba jalan cepat tanpa medali di akhir.

Pergi menggunakan ojek online? Bisa, kalau Isvara mau memutar tiga kelurahan dulu karena jalan satu arah yang menyebalkan itu.

Setelah berjalan menyeberangi trotoar sempit, menghindari abang-abang parkir dan pejalan kaki yang sibuk video call sambil berjalan, Isvara akhirnya tiba di depan pintu lobi Valora. Tangannya mulai gemetar karena menahan beban paper bag, sementara ponselnya mulai bergetar di saku.

Dengan susah payah, Isvara meny
Duvessa

Alvano selalu aja bikin Isvara gak bisa berkata-kata :)

| 3
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 85: Satu Sama

    Isvara menoleh dengan wajah datar. Namun, matanya tajam. Lebih tajam dari biasanya. “Maaf, Pak. Saya pikir Bapak sedang sibuk menerima pelukan dari mantan di rumah sakit.”Alvano diam. Matanya menyipit, tapi dia tidak memotong.“Jadi, saya coba mengalihkan pikiran hari ini. Lagi pula, saya butuh makan siang.” Isvara berbicara dengan tenang. Terukur, tapi tiap katanya seperti sengaja dilempar perlahan agar terasa perih.Alvano mengatupkan rahangnya.“Kalau kamu mau marah, kenapa nggak bilang langsung?” tanya Alvano akhirnya. Suaranya lebih rendah sekarang, tapi tekanan tetap terasa.Isvara menyandarkan tubuhnya ke kursi. Melipat tangan di dada. “Kalau saya bilang pun, apa yang akan berubah?”“Kamu harusnya kasih tahu aku apa yang kamu rasain, bukan malah jalan sama—” Alvano berhenti. Tidak melanjutkan, tapi sudah cukup jelas apa maksudnya.Isvara mendengus pendek. “Teman lama?” Wanita itu menatap Alvano lurus-lurus. “Ya. Karena cuma sama teman lama, aku nggak perlu mikir ... dia masih

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 84: Teman Lama

    Dengan jas gelap rapi. Kemeja biru tua yang membingkai bahu Alvano dengan tegas. Dasi abu-abu dengan pola tipis yang nyaris tidak terlihat. Tatapan Alvano lurus, tajam, fokus pada dua orang yang berdiri di dalam lift. Pada jarak yang terlalu dekat. Pada tangan Renjiro yang masih menggantung di kerah blazer wanita yang seharusnya sudah jelas adalah miliknya.Isvara membeku sepersekian detik. Namun, dengan cepat, dia menarik napas dan kembali ke mode tenang. Kalau Alvano bisa tenang waktu Livia memeluknya di rumah sakit, maka kali ini … dia juga bisa.Renjiro menurunkan tangannya perlahan. Tidak gugup, malah nyaris santai. Seolah yang terjadi barusan tidak lebih dari interaksi ringan dua teman lama yang baru bertemu.“Hai, Mr. Alvano,” sapa Renjiro dengan hangat. “Long time no see.”Alvano tidak langsung menjawab. Matanya berpindah ke Isvara sebentar—sebentar saja, cukup untuk membaca sekilas ekspresi sang istri, lalu kembali ke Renjiro.Beberapa detik hening. Sunyi yang tajam, seperti

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 83: Lunch?

    Beberapa kepala langsung menoleh. Dan meski pria itu hanya berdiri tenang dengan masker tipis menutupi sebagian wajahnya, semua orang tahu siapa dia.Renjiro. Atau yang lebih dikenal publik sebagai Kai Ren.BA utama Valora X Tenka. Model internasional yang biasanya hanya muncul lewat layar kampanye digital, kini berdiri di depan mereka. Seperti cuplikan eksklusif dari dunia selebritas yang tiba-tiba bocor ke ruangan mereka.Citra menatap Isvara dengan mulut setengah terbuka, lalu menatap Renjiro, lalu kembali ke Isvara. Mencoba menyambungkan benang merah yang tidak pernah dia bayangkan ada.Andre melongo tanpa suara, sementara beberapa rekan lain sudah mulai saling bisik-bisik kecil.“Kai Ren?” Retha melangkah sedikit ke depan, sedikit heran kenapa Renjiro mencari Isvara. “Ada perlu apa, ya?”Renjiro menurunkan maskernya perlahan. Senyum kecil muncul di bibirnya. Senyum yang pernah jadi headline di berbagai majalah fashion dan kini terlihat langsung, tanpa filter.“Hai. Aku nggak salah

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 82: Batas

    Livia membeku di tempatnya. Tatapannya bergeser ke pria itu, tidak percaya bahwa genggaman di pergelangannya berasal dari orang yang dulu selalu membelanya.Namun, genggaman itu bukan sekadar penahanan. Itu adalah batas. Peringatan diam yang tidak perlu diteriakkan.“Lepasin aku, Van,” desis Livia, suaranya bergetar.Alvano tidak langsung menurut. Tatapannya kini tertuju pada Isvara. Sorot matanya berubah tegas, bukan karena marah, tapi karena ingin mengakhiri semua kekacauan ini.“Jangan pernah lakukan ini lagi,” ucap Alvano akhirnya pada Livia, suaranya rendah, tapi cukup dingin. “Apa pun yang pernah terjadi antara kita, kamu nggak berhak menyentuh istriku.”Kata ‘istriku’ itu meluncur dengan tekanan tajam. Bukan untuk menyakiti Livia, tapi untuk menegaskan: posisi Isvara bukan sekadar formalitas, bukan pelindung reputasi, melainkan seseorang yang Alvano pilih dengan sadar.Livia meronta dalam satu hentakan kecil, mencoba melepaskan diri, seolah ingin menepis kenyataan yang baru saja

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 81: Keberpihakan

    Livia akhirnya melepaskan pelukannya. Perlahan. Namun, bukan karena malu, melainkan karena merasa diganggu. Dia menoleh, menatap Isvara dari ujung kepala hingga kaki, seolah sedang menilai.“Oh ... aku nggak lihat kamu di situ.” Livia tersenyum tipis, tapi lebih tajam daripada hangat. Sorot matanya menelusuri Isvara seolah sedang menilai sesuatu yang tidak terlalu penting.Alvano diam.Sunyi itu menggantung. Namun, bukan sunyi canggung, melainkan sunyi yang membuat napas terasa berat, seolah oksigen di ruangan direbut oleh ketegangan.Livia kembali menyentuh lengan Alvano dengan santai. “Aku cuma khawatir, Al. Semalam Tante Marina bilang kamu masuk rumah sakit,” ucap Livia lembut. “Aku nggak bisa tidur. Aku langsung ke sini. Aku nggak akan tenang sebelum lihat kamu sendiri.”Livia bicara seakan Isvara tidak pernah ada. Seolah ruang itu milik mereka berdua. Seolah waktu bisa diputar mundur ke masa di mana Livia masih merasa berhak atas semua yang kini telah menjadi milik orang lain.Is

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 80: Kewajiban Seorang Istri

    “Tapi dia yang kasih makanan itu ke kamu, ‘kan?” suara Marina masih tinggi.“Kami pikir itu dari Mama,” jawab Alvano. “Dikirim lewat kurir. Gimana kami bisa curiga?”Marina tampak tertegun. Sorotnya yang semula penuh kemarahan, kini bergeser menjadi bingung. Sejenak, dia menoleh ke Adisti, seolah meminta penjelasan.Adisti akhirnya ikut melangkah masuk dan berdiri di sisi lain ranjang. “Mama, serius deh. Dari tadi Mama nggak tanya kabar Vano dulu. Langsung nyalahin orang.” Marina membuka mulut, seolah ingin membalas. Namun, tidak jadi. Dia justru menarik napas dalam dan memalingkan wajah, lalu duduk pelan di kursi sebelah kiri ranjang.Beberapa detik berlalu dalam keheningan sebelum akhirnya Marina bersuara, kali ini jauh lebih lembut, “Van, kamu tidak apa-apa, ‘kan?”Alvano menoleh dan mencoba tersenyum. “Aku baik-baik aja, Mam. Untung aja istriku cepat bawa aku ke rumah sakit. Kalau nggak, mungkin aku udah—”“Jangan ngomong begitu!” potong Marina cepat sambil menepuk pelan tangan an

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status