Share

Akhir Yang Bahagia
Akhir Yang Bahagia
Penulis: Anavya

Awal Mula

Rara membuka matanya dengan perlahan. Suara tawa menyerang telinganya. Ia tersenyum kecut begitu semua mata menatapnya dengan tatapan menjijikan. Rara menundukkan wajahnya, kemudian menghela nafas pelan. Dengan langkah pasti ia meninggalkan kelasnya yang masih terdengar ramai.

Begitu Rara masuk ke kamar mandi, ia disambut dengan berbagai tatapan iba dan mengejek. Secara otomatis, kamar mandi langsung kosong begitu gadis itu datang. Rara membasuh mukanya, menatap pantulan dirinya.

“Lagi – lagi begini …padahal gak lakuin apa – apa,” kata Rara sambil membersihkan tepung putih yang berada di rambutnya dan di seragamnya.

Setelah dirasa cukup bersih, Rara kembali mencuci tangan. Rara menghentikkan kegiatannya, mendengar suara yang tak asing di telinganya melangkah mendekat ke kamar mandi. Dengan cepat, Rara masuk ke salah satu bilik kamar mandi.

“Baguslah, tuh anak emang gak pantes masuk sekolah elit gini,” itu suara Lia, salah satu gadis yang populer di sekolah Xanderiany.

“Lagian sekolah ini kok bisa nerima anak miskin beasiswa modelan si Rara, iya gak Mel?” tanya Mia sambil menatap salah satu temannya yang asik berkaca.

“Iya sekolah ini aneh banget,” komentar Amel.

“Untung ada lo Mel, anak kelas kan takut sama power bokap lo,” kata Lia sambil memakai liptintnya.

“Iya, jadi mereka manut aja disuruh sama lo,” kata Mia.

Amel tertawa puas mendengar perkataan Lia dan Mia.

“Udah belum?” tanya Mia melihat Amel dan Lia yang masih asik membenahi diri.

“Done,” jawab Amel kemudian ia mencuci tangannya terlebih dahulu.

“Yuk balik,”Lia menarik tangan Amel dan Mia.

Suara langkah kaki ketiga gadis itu menjauh dari kamar mandi. Rara terdiam dengan tatapan kosong. Ia sudah menduga hal yang terjadi hari ini, pasti ulah ketiga gadis populer di sekolah. Rara membuka ponselnya, mengecek jam.  Ternyata, sudah memasuki jam pulang. Guru yang seharusnya datang di jam pelajaran terakhir, malah tidak datang dan hanya memberikkan tugas. Rara harus mengambil tasnya yang berada di kelas.

Rara keluar dari bilik kamar mandi, ia kembali membasuh wajahnya. Dengan terpaksa, ia tersenyum saat melihat pantulan dirinya di cermin.

“Pasti bisa,” Rara mengepalkan tangannya, memberikan semangat pada diri sendiri.

Rara berjalan di koridor sekolah yang sudah sepi. Wajar saja, butuh waktu lebih dari dua jam agar sekolah kosong dari murid – murid. Rara bernafas lega, setidaknya ia tidak harus menunduk dengan perasaan malu menyelimutinya.

Rara masuk ke kelasnya. Ia menatap mejanya yang dipenuhi corettan dengan kata – kata kotor. Ia mengambil koran yang ada di tasnya. Kemudian, Rara mengelap meja dengan koran yang sudah dibasahi air minum. Setelah dirasa bersih, Rara membuang bekas koran. Rara memakai jaket birunya, lalu meninggalkan kelasnya.

+++

“Tumben telat,” itu adalah kata sambutan yang didapatkan Rara begitu ia sampai di tempat part time-nya.

Rara meringis mendengar perkataan temannya. “Maaf, gue ada urusan sama guru tadi.”

“No problem sebenernya Ra,” teman Rara menatap Rara dari atas ke bawah, ia mengerutkan keningnya melihat sisa – sisa tepung di rok Rara. “Lo yakin telat gara – gara urusan sama guru?”

Rara menghentikkan kegiatan membuka jaketnya. Rara menatap temannya, dengan ragu ia menggangguk.

“Ra, lo bisa cerita ke gue kalau ada masalah. Kita temen kan?” tanya teman Rara perhatian.

“Iya Son, gue paham kok. Gue gak papa, “ Rara tersenyum kecil .

“Lo balik aja, kan lo abis ini ngajar,” lanjut Rara sembari memasukkan jaketnya ke bawah meja kasir.

“Gue balik ya.” Temannya menepuk pundak Rara.

“Oke Son, sekali lagi maaf ya. Hati – hati di jalan ya Soniaaa~” Rara melambaikan tangannya pada Sonia.

Sonia, satu – satunya teman Rara di luar sekolahnya. Sonia dan Rara bisa dekat dengan cepat dikarenakan keduanya sama – sama melakukan kerja part time di salah satu toko kecil yang terletak di pinggir jalan.

“Selamat datang. Silakan.” Rara menyambut pelanggan begitu pintu toko terbuka.

Rara menatap dari kejauhan pelanggan yang baru masuk itu. Seorang lelaki bertopi dan bermasker, kesannya mencurigakan. Lelaki itu mengambil makanan manis di rak makanan. Tanpa sadar Rara, malah memperhatikan lelaki itu. Sampai lelaki itu menyerahkan belanjaannya, Rara baru mengecek belanjaan lelaki itu dengan barcode scanner.

“Totalnya sebelas ribu tujuh ratus rupiah,” Rara memasukkan yupi bolicous ke dalam kantong plastik.

“Kenapa lo disini? “ gumam lelaki bertopi itu pelan.

Rara menatap lelaki di depannya dengan bingung, “hah?”

Lelaki di depannya menggeleng pelan. “ Maaf, ini uangnya,” lelaki itu memberikkan selembar dua puluh ribu ke Rara.

“Kembaliannya ambil aja,” lelaki bertopi itu segera keluar.

“Tapi ini kebanyakan…” suara Rara mengecil. Ia mengawasi lelaki bertopi itu yang meninggalkan toko dengan motor.

“Orang aneh.” Rara memasukkan uang pemberian lelaki itu ke mesin kasir.

Rara membuka ponselnya, ada notifikasi dari grup kelasnya. Rara membuka video mengenai kejadian tadi, kejadian yang melibatkan dirinya. Rara menggigit bibirnya begitu satu kilogram tepung terigu mendarat ke punggungnya.

“Liat apa?”

Rara terlonjak kaget, ia mengalihkan pandangannya pada sumber suara, si lelaki bertopi yang beberapa menit lalu datang.

“Loh?” Rara menatap lelaki itu. Lelaki itu tersenyum melihat wajah Rara.

Suara tawa mengejek yang datang dari ponselnya mengalihkan keduanya. Rara buru – buru mematikkan ponselnya.

“Ngapain?” Rara memukul mulutnya, “maaf, maksudnya selamat datang. Silakan.” Lanjut Rara.

Lelaki itu tersenyum melihat tingkah Rara.

“Ketinggalan ini.” Lelaki itu mengambil permen dua buah milkita yang terletak di dekat meja kasir.

“Totalnya…”

“Ambil aja kembaliannya,” potong lelaki itu, ia mengeluarkan uang lima ribu rupiah.

“Buat lo.” Lelaki itu kemudian keluar begitu saja, meninggalkan permen dua buah milkita di meja kasir.

Rara menatap permen itu,”belum bilang makasih.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status