Share

Akhir Yang Bahagia
Akhir Yang Bahagia
Penulis: Anavya

Awal Mula

Penulis: Anavya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-08 11:18:04

Rara membuka matanya dengan perlahan. Suara tawa menyerang telinganya. Ia tersenyum kecut begitu semua mata menatapnya dengan tatapan menjijikan. Rara menundukkan wajahnya, kemudian menghela nafas pelan. Dengan langkah pasti ia meninggalkan kelasnya yang masih terdengar ramai.

Begitu Rara masuk ke kamar mandi, ia disambut dengan berbagai tatapan iba dan mengejek. Secara otomatis, kamar mandi langsung kosong begitu gadis itu datang. Rara membasuh mukanya, menatap pantulan dirinya.

“Lagi – lagi begini …padahal gak lakuin apa – apa,” kata Rara sambil membersihkan tepung putih yang berada di rambutnya dan di seragamnya.

Setelah dirasa cukup bersih, Rara kembali mencuci tangan. Rara menghentikkan kegiatannya, mendengar suara yang tak asing di telinganya melangkah mendekat ke kamar mandi. Dengan cepat, Rara masuk ke salah satu bilik kamar mandi.

“Baguslah, tuh anak emang gak pantes masuk sekolah elit gini,” itu suara Lia, salah satu gadis yang populer di sekolah Xanderiany.

“Lagian sekolah ini kok bisa nerima anak miskin beasiswa modelan si Rara, iya gak Mel?” tanya Mia sambil menatap salah satu temannya yang asik berkaca.

“Iya sekolah ini aneh banget,” komentar Amel.

“Untung ada lo Mel, anak kelas kan takut sama power bokap lo,” kata Lia sambil memakai liptintnya.

“Iya, jadi mereka manut aja disuruh sama lo,” kata Mia.

Amel tertawa puas mendengar perkataan Lia dan Mia.

“Udah belum?” tanya Mia melihat Amel dan Lia yang masih asik membenahi diri.

“Done,” jawab Amel kemudian ia mencuci tangannya terlebih dahulu.

“Yuk balik,”Lia menarik tangan Amel dan Mia.

Suara langkah kaki ketiga gadis itu menjauh dari kamar mandi. Rara terdiam dengan tatapan kosong. Ia sudah menduga hal yang terjadi hari ini, pasti ulah ketiga gadis populer di sekolah. Rara membuka ponselnya, mengecek jam.  Ternyata, sudah memasuki jam pulang. Guru yang seharusnya datang di jam pelajaran terakhir, malah tidak datang dan hanya memberikkan tugas. Rara harus mengambil tasnya yang berada di kelas.

Rara keluar dari bilik kamar mandi, ia kembali membasuh wajahnya. Dengan terpaksa, ia tersenyum saat melihat pantulan dirinya di cermin.

“Pasti bisa,” Rara mengepalkan tangannya, memberikan semangat pada diri sendiri.

Rara berjalan di koridor sekolah yang sudah sepi. Wajar saja, butuh waktu lebih dari dua jam agar sekolah kosong dari murid – murid. Rara bernafas lega, setidaknya ia tidak harus menunduk dengan perasaan malu menyelimutinya.

Rara masuk ke kelasnya. Ia menatap mejanya yang dipenuhi corettan dengan kata – kata kotor. Ia mengambil koran yang ada di tasnya. Kemudian, Rara mengelap meja dengan koran yang sudah dibasahi air minum. Setelah dirasa bersih, Rara membuang bekas koran. Rara memakai jaket birunya, lalu meninggalkan kelasnya.

+++

“Tumben telat,” itu adalah kata sambutan yang didapatkan Rara begitu ia sampai di tempat part time-nya.

Rara meringis mendengar perkataan temannya. “Maaf, gue ada urusan sama guru tadi.”

“No problem sebenernya Ra,” teman Rara menatap Rara dari atas ke bawah, ia mengerutkan keningnya melihat sisa – sisa tepung di rok Rara. “Lo yakin telat gara – gara urusan sama guru?”

Rara menghentikkan kegiatan membuka jaketnya. Rara menatap temannya, dengan ragu ia menggangguk.

“Ra, lo bisa cerita ke gue kalau ada masalah. Kita temen kan?” tanya teman Rara perhatian.

“Iya Son, gue paham kok. Gue gak papa, “ Rara tersenyum kecil .

“Lo balik aja, kan lo abis ini ngajar,” lanjut Rara sembari memasukkan jaketnya ke bawah meja kasir.

“Gue balik ya.” Temannya menepuk pundak Rara.

“Oke Son, sekali lagi maaf ya. Hati – hati di jalan ya Soniaaa~” Rara melambaikan tangannya pada Sonia.

Sonia, satu – satunya teman Rara di luar sekolahnya. Sonia dan Rara bisa dekat dengan cepat dikarenakan keduanya sama – sama melakukan kerja part time di salah satu toko kecil yang terletak di pinggir jalan.

“Selamat datang. Silakan.” Rara menyambut pelanggan begitu pintu toko terbuka.

Rara menatap dari kejauhan pelanggan yang baru masuk itu. Seorang lelaki bertopi dan bermasker, kesannya mencurigakan. Lelaki itu mengambil makanan manis di rak makanan. Tanpa sadar Rara, malah memperhatikan lelaki itu. Sampai lelaki itu menyerahkan belanjaannya, Rara baru mengecek belanjaan lelaki itu dengan barcode scanner.

“Totalnya sebelas ribu tujuh ratus rupiah,” Rara memasukkan yupi bolicous ke dalam kantong plastik.

“Kenapa lo disini? “ gumam lelaki bertopi itu pelan.

Rara menatap lelaki di depannya dengan bingung, “hah?”

Lelaki di depannya menggeleng pelan. “ Maaf, ini uangnya,” lelaki itu memberikkan selembar dua puluh ribu ke Rara.

“Kembaliannya ambil aja,” lelaki bertopi itu segera keluar.

“Tapi ini kebanyakan…” suara Rara mengecil. Ia mengawasi lelaki bertopi itu yang meninggalkan toko dengan motor.

“Orang aneh.” Rara memasukkan uang pemberian lelaki itu ke mesin kasir.

Rara membuka ponselnya, ada notifikasi dari grup kelasnya. Rara membuka video mengenai kejadian tadi, kejadian yang melibatkan dirinya. Rara menggigit bibirnya begitu satu kilogram tepung terigu mendarat ke punggungnya.

“Liat apa?”

Rara terlonjak kaget, ia mengalihkan pandangannya pada sumber suara, si lelaki bertopi yang beberapa menit lalu datang.

“Loh?” Rara menatap lelaki itu. Lelaki itu tersenyum melihat wajah Rara.

Suara tawa mengejek yang datang dari ponselnya mengalihkan keduanya. Rara buru – buru mematikkan ponselnya.

“Ngapain?” Rara memukul mulutnya, “maaf, maksudnya selamat datang. Silakan.” Lanjut Rara.

Lelaki itu tersenyum melihat tingkah Rara.

“Ketinggalan ini.” Lelaki itu mengambil permen dua buah milkita yang terletak di dekat meja kasir.

“Totalnya…”

“Ambil aja kembaliannya,” potong lelaki itu, ia mengeluarkan uang lima ribu rupiah.

“Buat lo.” Lelaki itu kemudian keluar begitu saja, meninggalkan permen dua buah milkita di meja kasir.

Rara menatap permen itu,”belum bilang makasih.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Akhir Yang Bahagia   Akhir

    Satu tahun kemudian.“Nona, sudah siap?” tanya Naren.Rara mengangguk. Ia meletakkan sendok dan garpunya di atas piring dan membalikkannya, tanda sudah selesai.“Bi, aku sudah selesai. Tolong bawa ini,” ucap Rara.Bibi Ica mengangguk. Wanita itu mengambil piring kotor Rara lalu meninggalkan ruang makan.“Lo duduk dulu. Kita ngobrol,” ujar Rara menatap Naren yang berdiri tak jauh.Naren mendekat pada Rara dan duduk di depan gadis itu.“Besok jam delapan ya?” tanya Rara.“Iya. Jangan sampai terlambat,” jawab Naren.“Lo yang ngantar gue kan?” tanya Rara.“Nona, sudah lebih dari tiga kali anda bertanya,” tanggap Naren terkekeh kecil.Rara mengulas senyum. Ia menghela napas panjang.“Gue cuman gak nyangka aja akan begini jadinya,” balas Rara.“Nona sendiri yang ingin pergi,” kata Naren lembut.“Yah..gue cuman…” Rara menjeda ucapannya. Ia memilih tidak melanjutkan ucapannya.Keheningan melanda keduanya. Rara dan Naren sama – sama bungkam. Naren melirik Rara yang sibuk memainkan jemari tanga

  • Akhir Yang Bahagia   Bahagia

    Hari yang dilalui Rara tampak biasa saja. Hubungannya dengan kedua orang tuanya berjalan normal. Rara pun sudah berusaha menerima keadaan, walaupun saat ia berdiam diri di kamar, ia memikirkan orang tuanya yang tidak bersama lagi.“Nona, ada panggilan masuk,” kata Bibi Ica seraya mengetuk pintu kamarnya.Rara bangkit dari duduknya. Ia membuka pintu untuk Bibi Ica.“Kenapa Bi?” tanya Rara.“Tuan besar menelopon lewat telepon rumah. Beliau kebingungan karena nona tidak menjawab panggilannya,” tutur Bibi Ica.“Baterai HP aku habis,” ucap Rara. “Bilang aja ke ayah, aku akan membalasnya setelah HP aku penuh.”Bibi Ica mengangguk kecil. Wanita itu tampaknya ingin mengatakan sesuatu.“Kenapa Bi?” tanya Rara.“Nona, dibawah ada pengawal nona. Dia tetap datang hari ini,” ucap Bibi Ica.“Ngapain Naren kesini? Bukannya aku udah bilang kalau hari ini libur untuknya?” tanya Rara bingung.“Saya tidak tahu. Dia katanya hanya ingin melanjutkan kegiatan menjaga keselamatan nona saja,” sahut Bibi Ica.

  • Akhir Yang Bahagia   Tidak Bisa Kembali

    “Apa mamah dan ayah masih bersama?” tanya Rara.Sempat terjadi keheningan saat Rara bertanya. Rara memperhatikan ekspresi kedua orang tuanya satu persatu. Gadis itu menundukan kepala.“Maaf, aku terkesan lancang ya,” ucap Rara.“Tidak Nak,” balas Ayah Zarhan.“Rara sayang, bukannya kamu sudah tahu tanpa harus bertanya?” tanya Mamah Windia lembut.Rara mengangkat kepalanya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, tidak tahu harus menanggapi seperti apa.“Ayah dan mamah sudah bercerai setelah mamahmu keluar dari RSJ. Mamahmu kecewa karena kamu dipindahkan ke panti asuhan dan ayah juga merasa hubungan kami memang tidak satu tujuan lagi. Hubungan komunikasi kami memburuk dan saling menjaga jarak masing – masing,” kata Ayah Zarhan menjelaskan.“Sekarang kami akan berusaha untuk tetap berkomunikasi agar kamu juga nyaman, walaupun kami masih agak canggung,” tambah Mamah Windia.“Ah begitu…” Rara menyinggungkan senyum. “Jadi ayah dan mamah sudah cerai ya?”“Iya Nak,” jawab Ayah Zarhan.“Rara, ini

  • Akhir Yang Bahagia   Masa Lalu Mereka

    Keheningan melanda ruang tamu di kediaman Rara. Rara melirik Bibi Ica yang berdiri di sebelah kanan. Wanita paruh baya itu hanya diam mengawasi sosok yang duduk di depan majikannya.“Bi, aku kenal dia,” ucap Rara.“Iya Nona. Nona mau mengobrol berdua dengannya?” tanya Bibi Ica.“Iya Bi, tolong ya,” balas Rara.Bibi Ica mengangguk. Wanita itu segera meninggalkan ruang tamu.“Lo sendiri gak akan pergi?” tanya Rara menatap Naren.Naren terdiam sejenak. Lelaki itu masih was – was kalau harus membiarkan Rara berdua dengan orang yang tidak bisa ia cari tahu.“Gue gak akan melakukan hal jahat ke Rara,” kata sosok itu sadar Naren menatapnya datar.“Saya gak bisa percaya, mengingat Nona Rara meminta saya untuk tidak mencaritahu tentang anda lebih jauh,” balas Naren.“Ren, lo kan udah tahu kalau Leo itu yang kasih tahu gue,” timpal Rara.“Saya tahu itu Nona, tapi saya ingin mendengar ucapannya langsung,” balas Naren.“Gue yang kasih nomor sopir truk ke Bu Unike. Itu salah gue,” terang Leo.“Sa

  • Akhir Yang Bahagia   Tidak Sabar

    Sandra seketika merasa bersalah. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.“Maaf gue gak bermaksud untuk bertingkah kaya gitu,” ujar Sandra.“Kenapa lo ngikutin gue dan Rara waktu itu?” tanya Naren.“Gue penasaran. Gue nyangkanya lo adalah pembantu Rara, gue gak mau kalau lo merasa rendah diri,” terang Sandra.“San, gue gak merasa rendah diri,” tanggap Naren.“Terus apa yang lo rasain?”Pertanyaan Sandra membuat Naren terdiam. Naren menarik napasnya perlahan lalu menghembuskannya perlahan.“Gue cuman merasa perlu ada batas antara gue dan Rara. Dia adalah atasan gue dan gue bawahan dia,” sahut Naren tersenyum.“Lo merasa kaya gitu gak sama Jevan?” tanya Sandra.Naren menggeleng kecil, “Gue anggap dia teman yang baik. Walaupun Jevan juga tahu tentang gue.”“Jevan juga tahu?” tanya Sandra terkejut.“Iya dia tahu. Makanya gue kadang juga kaku sama dia,” jawab Naren.“Kalau gue gimana? Lo ngerasa kaku?” tanya Sandra seraya menunjuk dirinya sendiri.“Kalau sama lo, gue biasa aja. Lo itu orang

  • Akhir Yang Bahagia   Terus Terang

    Hari minggu.Rara menatap nasi goreng di depannya. Gadis cantik itu tidak berniat menyentuh makanan favoritnya. Ia masih tenggelam dalam lamunannya tentang“Nona Rara,” panggil Bibi Ica seraya menepuk bahu Rara.Rara tersadar dari lamunannya. Ia menatap Bibi Ica dengan tanya.“Iya Bi?”“Nasi goreng Nona nanti dingin,” kata Bibi Ica lembut.Rara terdiam beberapa detik. “Bi, kalau Naren kesini -”Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, suara langkah kaki mengalihkan fokus. Rara menatap Naren yang baru saja datang.“Nona ingin berbicara berdua dengan Naren?” tanya Bibi Nia.Rara mengangguk. Ia melihat Bibi Nia dan Bibi Ica yang menjauh dari ruang makan.“Ren, duduk dulu,” ucap Rara.Naren mengangguk.“Gue belum bisa ambil keputusan tentang rekaman suara itu,” terang Rara menghela napas. “Gue gak setega itu ngebuat Bu Unike sampai dipenjara.”“Nona, saya akan mengikuti keputusan Nona. Untuk saat ini, jangan bertemu dulu dengan Bu Unike ya,” pinta Naren.“Kenapa?”“Menurut laporan, Bu Uni

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status