Share

Rumah Baru Yang Asing

Rara baru saja keluar dari rumah sakit dan Jevan mengantarnya pulang. Jevan mengantarnya ke lingkungan rumah orang kaya. Disinilah Rara, hanya dapat melongo menatap rumah mewah dihadapannya. Rumah dengan gaya eropa klasik, dimana terlihat kesan mewah , anggun, dan berkelas yang didominasi warna emas dan putih gading.

 “Yuk masuk Ra.” Kata Jevan setelah memberikan kunci mobilnya ke penjaga rumah.

“Jev…” Rara buru – buru menahan Jevan.

Jevan menatap Rara dengan pandangan bertanya.

“Lo yakin nganter gue ke sini? Ini bukan rumah gue Jev…” kata Rara.

“Lo kenapa sih Ra? Dari kemarin lo aneh…” Jevan menatap Rara aneh.

“Justru lo yang aneh, ini bukan rumah gue. Lo salah rumah kaliii.” Rara bersikukuh.

“Enggak Raa~ alamat lo emang ini,” kata Jevan yakin.

Rara menggeleng yakin. “Kalau gitu gue balik sendiri aja.” Rara melepaskan pegangan tangannya.

“Rara, percaya sama gue.” Jevan menarik tangan Rara lembut. Kemudian, Jevan mengetuk pintu rumah itu.

Seketika itu juga Rara makin terkejut melihat orang – orang menunduk 90 derajat padanya. Seolah sudah menunggu kehadirannya, wajah orang – orang itu tampak bahagia dan terharu.

“Selamat datang Nona,”  orang – orang berjas dan berseragam pelayan menyambutnya.

“Welcome home Rara,” Jevan berbisik pelan. Rara kebingungan, tapi ia tersenyum canggung pada pelayan yang masih menunduk.

“Silakan non, lewat sini,” seorang wanita berumur menghampiri keduanya. Wanita berumur itu menuntun keduanya ke ruang tamu. Mau tak mau, Rara mengikuti langkah Jevan yang sudah terlebih dahulu berjalan. Jevan dan Rara kemudian duduk di ruang tamu.

Wanita berumur itu memberi kode kepada pelayan di belakangnya untuk menyiapkan minum. Dengan gesit, dua orang pelayan muda menyiapkan minuman.

“Silakan diminum,” kata wanita berumur itu dengan ramah. Kedua pelayan muda berdiri di belakang wanita berumur itu.

Rara mulai minum teh yang disajikan, seketika rasa hausnya hilang. Rasa teh yang diminum berbeda dengan yang biasa Rara minum.

“Beda emang kalau teh mahal…” gumam Rara dalam hati.

 “Selamat datang non, perkenalkan saya adalah kepala pelayan disini. Panggil aja Bi Santi,” kata wanita berumur dengan wajah ramahnya.

“Ini Bi Ica dan Bi Nia yang mengatur keperluan nona.” Bi Santi memperkenalkan pelayan yang berdiri di belakangnya. Kedua pelayan muda itu menunduk sopan.

Rara mengerutkan keningnya, mau berapa lama melihat ketiganya pun asing di matanya.

“Ra? Lo melamun?” Jevan menepuk pundak Rara karena Rara hanya diam menatap ketiga pelayan itu.

“Kalian kenal aku?” Tanya Rara sambil menunjuk dirinya sendiri. Ketiga pelayan itu menatap satu sama lain kemudian dengan kompak ketiganya mengangguk.

Rara berdiri dan mendekati ketiga wanita itu. Ketiga pelayan itu mundur.

“Kalian yakin? Aku bukan no-“ Rara kebingungan.

“Ra, lo nakuttin mereka,” Jevan menarik lengan Rara, memintanya kembali duduk.

“Ah, maaf. Aku minta maaf.” Rara jadi merasa bersalah. Rara kembali duduk dengan wajah kebingungan.

“Tidak Non, kami minta maaf. Ini salah kami.” Ketiga pelayan itu seketika panik mendengar permintaan maaf Rara.

“Enggak, a-“

“Ra, lo harus istirahat. Sesi tanya jawab entar lagi,” sela Jevan cepat.

“Silakan non, saya antar ke kamar,” kata Bi Ica sopan.

Rara tak mengikuti langkah Bi Ica. Semakin dipikir Rara merasa banyak yang janggal disekitarnya.

“Ra?”

“Jev, ini bukan rumah gue. Gue ingin pulang...” Rara menatap Jevan memohon.

“Gue janji bakalan ganti uang lo. Jadi udah cukup main – mainnya ya?” Rara merasa ia kini sedang dikerjai.

Jevan terdiam. Ketiga pelayan yang berdiri pun tak berani mengeluarkan suara.

“Kok lo diem?”

Jevan menghela nafas, “Ra, untuk sekarang lo sebaiknya istirahat.”

“Besok, gue janji bakal anter lo ke tempat yang lo bilang rumah itu. Gimana? ” Tawar Jevan.

Rara tampak berfikir. Ia menggigit bibir bawahnya, kalau ia ke panti ia yakin Bu Unike akan curiga padanya.

“Besok ya?”

“Iya Rara~” Jevan tersenyum.

“Tolong antar Rara ke kamarnya ya Bi.” Jevan berdiri. Ketiga pelayan itu mengangguk.

“Gue sekalian mau pulang. Lo istirahat ya,” Jevan melambaikan tangannya ke Rara. Rara membalas lambaian Jevan. Rara mengikuti langkah ketiga pelayan di depannya.

Lagi – lagi Rara dibuat melongo, ia memperhatikan kamarnya. Kamarnya dua kali lipat dari kamarnya dulu. Ranjang berukuran king size terletak di tengah ruangan dengan lemari besar berdiri kokoh di sebelah kanan ranjang.

“Baju nona sudah tersedia disini,” Bi Nia menggeser pintu lemari besar.

Rara hanya dapat tersenyum tanda ia mengerti.

“Kalau begitu kami permisi ya Non. Non, bisa memanggil kami kalau butuh sesuatu,” Kata Bi Nia membungkuk sopan.

“Selamat beristirahat Non.” Bi Ica menyusul langkah Bi Nia kemudian menutup pintu kamar Rara.

Rara duduk di ranjang ukuran king size itu. Sangat empuk dan nyaman, berbeda jauh dari ranjang ukuran single miliknya di rumah lama. Rara menidurkan tubuhnya di ranjang itu, ia menghela nafas.

Rara sudah kepalang pusing melihat perubahan yang terjadi padanya hari ini. Dimulai dari, ia diantar oleh Jevan ke lingkungan rumah orang kaya, kemudian ia juga merupakan penghuni disana, dan diberikan fasilitas yang tidak pernah ia dapatkan selama ini.

“Ini bukan mimpi kan?” Rara mencubit pipi kanannya cukup keras.

“Bukan kok…” Rara merasakan sakit di pipi kanannya.

Aroma lilin aromaterapi menguar di kamar yang Rara tempati, matanya mulai memberat dan ia kini mengantuk.

+++

Rara bangun dari tidurnya saat memasuki jam makan malam. Ia tertidur cukup lama, mungkin karena efek lilin aromaterapi.

“Gak ada yang bangunin gue…” gumam Rara.

Rara turun dari ranjang, ia berniat membuat makanan sendiri. Rara berjalan menuju dapur.

“Oh Nona?” Suara terkejut terdengar dari pria paruh baya yang memakai pakaian koki.

Pria yang berusia 40 tahunan itu segera membungkuk, “perkenalkan saya adalah koki disini. Panggil saja Chef Dino.”

Rara mengangguk, ia mulai menyalakan air panas.

Chef Dino menatap Rara kebingungan. “Non, mau buat apa?”

Rara menggaruk rambutnya yang tak gatal, “Mie?”

“Biar saya saja Non, ini bagian tugas saya,” Chef Dino berusaha mengambil panci dari tangan Rara.

“Gak usah Chef, aku bisa sendiri kok,” tolak Rara halus.

“Tapi non…”

“Chef pulang aja ya, pasti keluarga chef udah nungguin di rumah,” kata Rara.

“Nona yakin? Apa saya membuat kesalahan?” tanya Chef Dino.

“Chef gak buat kesalahan sama sekali kok. Chef bisa pulang, ” Rara tersenyum ramah.

Chef Dino terdiam sebentar, berfikir.

“Saya pulang dulu ya Non,” Chef Dino melepaskan topi chef-nya.

Rara mengangguk, “Makasih ya chef udah bekerja keras.”

Rara kembali melanjutkan kegiatan memasak mie. Beberapa menit kemudian, mie gorengnya sudah matang, dengan wajah bahagia Rara membawanya ke ruang makan.

Rara kembali takjub melihat ruang makan dengan meja memanjang dengan kombinasi cokelat muda dan krem pada meja dan kursi dengan lampu kristal di langit – langit.

“Rumahnya mewah sekali…” Rara duduk di salah satu kursi di ruang makan. Rara mulai makan dengan tenang, sesekali matanya memperhatikan sekeliling.

Tak henti – henti Rara memuji rumah mewah yang kini ia huni itu. Hingga tanpa sadar, seseorang mendekatinya perlahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status