Home / Romansa / Aku (Bukan) Gadis Pemuas / BAB 1 || KEGILAAN KAKAK IPAR

Share

Aku (Bukan) Gadis Pemuas
Aku (Bukan) Gadis Pemuas
Author: s_uci17

BAB 1 || KEGILAAN KAKAK IPAR

Author: s_uci17
last update Last Updated: 2025-12-10 16:44:34

"Inikah kemandirian yang Papa maksud? Meninggalkan Kira sendirian, sebatang kara di dunia yang menakutkan ini?" Air mata Kirania kembali menggenang di pelupuk mata, kala mengingat sekarang ia tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.

Sore ini, Pradipta—papanya, baru saja dikebumikan.

"Siapa bilang kau sendirian, hm?" bisik seseorang yang membuat Kirania terkesiap kaget bukan main.

"Kak Jeff," cicit Kirania. "Bagaimana bisa kakak masuk ke sini?"

Jeff menarik pinggang Kirania lebih dekat, hingga tubuh mereka lebih menempel lagi. Wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter saja.

"Itu tidak penting, yang penting adalah jangan pernah berpikir bahwa kau sendirian. Masih ada aku disini yang akan selalu ada untukmu. Kau tidak perlu merasa takut."

Napas hangat Jeff yang menyapu permukaan wajahnya membuat Kirania meremang, tapi sorot mata Jeff yang menatapnya lekat membuatnya terpaku. Kirania tidak tahu ia harus merasa tenang, atau justru sebaliknya.

Faktanya, Jeff adalah salah satu sumber rasa takut terbesarnya di penthouse ini.

Selain karena tatapan mata Jeff yang tajam dan seolah mampu menelanjanginya, Jeff juga seringkali bersikap aneh, melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh kakak ipar ke adik iparnya.

Itu sudah berlangsung sejak Jeff menikah dengan Helena setahun lalu.

"Mikirin apa, hm?" tanya Jeff tiba-tiba.

Cup.

Kecupan singkat di bibirnya membuyarkan lamunannya.

Kirania kontan menarik kepalanya ke belakang, berusaha menjauhkan diri dari Jeff. Terlalu dekat dengan pria itu sungguh tidak baik untuk kesehatan.

"Kak Jeff ...." panggil Kirania dengan suara bergetar.

Sementara pria yang baru saja dipanggil mengulas senyum tipis ke arahnya. Senyum yang sangat jarang terlihat di muka umum.

"Kenapa, hm?"

Jeff yang semula memeluk Kirania, kini beralih merentangkan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri pembatas balkon, mengurung tubuh mungil itu dalam kukungannya. Ia sengaja mencondongkan tubuhnya lebih dekat, agar tak luput dari wajah cantik di hadapannya.

"Ada yang ingin kau katakan?" tanya Jeff.

Kirania mengangguk.

"Katakanlah."

Kirania ragu, tapi ia merasa harus mengatakannya agar merasa lega. "Kakak gak boleh kayak gini terus ke aku."

Jeff menaikkan sebelah alisnya. “Gak boleh?” Ia terkekeh kecil. “Terus kakak bolehnya ngapain, hm?"

Mulut Kirania terbuka, sudah siap akan menjawab. Anehnya tak sepatah kata pun mampu ia ucapkan, mendadak ia kehilangan kata-katanya.

"Kalau kayak gini boleh, gak?" Jeff mengecup pipi kanan Kirania.

"Kalau kayak gini? Boleh?" Jeff berpindah mengecup pipi kiri Kirania.

"Kalau ini?" Jeff mencuri kecupan di bibir Kirania.

"Atau bagaimana dengan yang ini? Apa tidak boleh juga?" Jeff mendaratkan bibirnya di leher putih Kirania.

"Kak, stop!" Kirania mendorong bahu Jeff kuat-kuat. "Kakak itu suami Kak Helena! Kakak ipar aku! Aku mohon stop bersikap kayak gini! Ini sama sekali gak pantas, Kak!"

Alis Kirania menukik tajam saat Jeff malah menanggapi ucapannya dengan seringai meremehkan.

"Kata siapa? Aku tidak pernah menganggapmu sebagai adik iparku. Bagiku kau lebih dari itu. Kau—" Jeff menggantung kalimatnya, mengusap bibir Kirania dengan gerakan sensual. "—kau adalah gadisku, calon ibu dari anak-anakku," bisik Jeff.

Kirania memalingkan kepala saat Jeff hendak menciumnya, hingga bibir pria itu hanya berakhir di pelipisnya. "Berhenti bicara omong kosong, Kak. Kak Helena lah calon ibu dari anak-anak kakak. Dia istri kakak."

Jeff menggeleng, menangkup kedua sisi pipi Kirania. Menatap mata gadis itu lamat-lamat. “Kirania Aurora Lettania lah calon ibu dari anak-anakku.”

Detik berikutnya, Jeff menyatukan bibirnya dengan bibir Kirania yang sedari tadi seperti memanggil untuk dicium.

Kirania memberontak hebat meskipun sekujur tubuhnya gemetar. Namun, semakin Kirania memberontak, semakin ciuman itu terasa menuntut dan memanipulasinya. Kali ini ia tidak menyerah, menggunakan lutut kakinya, ia menghantam selangkangan Jeff.

BRUGH!

"ARGHH! SHIT!" Jeff menggeram tertahan. Tautan bibir mereka akhirnya terpisah.

Saat pria itu merintih seraya sedikit membungkuk, Kirania yang napasnya terengah langsung mengambil langkah seribu ke arah pintu. Tapi sepertinya malam ini dewi fortuna sedang tidak berpihak kepada Kirania, karena dengan mudah Jeff kembali meraih pinggangnya, mengurungnya dalam pelukan yang erat dari belakang.

"Mau kemana, hm?" gertak Jeff tepat di samping telinga Kirania.

"Kak, berhenti seperti ini, atau aku teriak biar Kak Helena tahu!" ancam Kirania dengan suara yang terengah-engah, berusaha melepaskan tangan kekar Jeff yang melilit kuat perutnya.

"Terus kamu pikir, kalau Helena tahu dan datang kemari, dia akan membelamu, hm?" Jeff tertawa rendah, terdengar mengejek.

"Yang ada kamu yang ditampar, Sayang. Dan kamu juga yang akan dituduh menggoda suaminya," bisik Jeff lalu menggigit kecil daun telinga Kirania, sebelum bibirnya merambat turun menyusuri leher putih jenjang gadis itu, mengabaikan pemberontakan si empunya.

"Dengar, Kira. Di atas kertas Helena mungkin adalah istriku, tapi kau adalah milikku. Dulu, sekarang, maupun nanti."

Jeff mengusap perut rata Kirania dengan gerakan sensual. Menggerakkan tangannya ke arah bukit kembar gadis itu, menyentuhnya dari luar baju dan meremasnya lembut.

"Ssshhh ... Kak, stop ... lepas," lirih Kirania, mendesis pelan karena remasan Jeff di dadanya, tubuhnya kian gemetar.

"Tidak ada satupun laki-laki di dunia ini selain aku yang berhak atas dirimu, Kirania! Hanya aku, baby. Hanya aku," bisik Jeff penuh penekanan.

Ia menarik tubuh Kirania agar lebih menempel dengan tubuhnya. Membiarkan bokong bulat gadis itu merasakan miliknya yang mulai mengeras dibawah sana.

"Kau bisa merasakannya, hm? Dia selalu seperti ini jika bersamamu, bahkan sekalipun aku hanya membayangkan wajahmu saja," bisik Jeff serak, menggeram tertahan.

"Kau tahu, Kira? Tidak ada hal di dunia ini yang aku inginkan lebih daripada dirimu."

Tangan besar Jeff kemudian turun membuka satu persatu kancing piyama Kirania, tanpa memutus tatapannya dari mata gadis itu yang kembali berkaca-kaca.

"Aku sudah mencoba, tapi tidak berhasil. Setiap hari, aku semakin mendambakanmu, aku ingin mengurungmu, menciummu, membuatmu mendesah di bawahku dan menyebut namaku."

Kirania menggeleng, ia menahan tangan Jeff yang terus membuka kancing piyamanya, menatap Jeff penuh permohonan. "Jangan begini, Kak. Demi Tuhan, kau adalah suami dari kakakku. Meskipun aku tidak punya ikatan darah dengan Kak Helena, aku sangat menghargainya, begitu juga dirimu. Kau sudah seperti kakak laki-laki yang selama ini tidak pernah aku miliki."

"Sudah kukatakan bukan, aku tidak pernah menganggapmu adik iparku, Kira!" sarkas Jeff menggertak tertahan, jemarinya meraih kedua tangan Kirania, menahannya di atas kepala.

"Dan aku tidak pernah mencintai Helena." Sebaris kalimat pengakuan dari Jeff itu membuat Kirania terpaku.

"A-apa maksud, Kakak?" tanya Kirania pelan, seolah masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Saat akan bertanya lebih lanjut, ia baru sadar akan satu hal—ia mendongak, kedua tangannya yang semula ditahan Jeff di atas kepala, kini telah berubah terikat di kepala ranjang. Kapan Jeff melakukannya? Kenapa ia bisa tidak sadar?

Dengan panik Kirania menarik-narik tangannya agar terlepas dari ikatan itu, tapi hasilnya nihil, ikatan itu terlalu kuat. Napasnya tersengal, ia berpindah menatap Jeff yang sudah bangkit dari atas tubuhnya—menyeringai mengerikan ke arahnya, matanya jatuh pada gunting di tangan Jeff.

"K-kakak mau apa?" cicit Kirania, bergerak tidak karuan di atas ranjang, rasa takut menyelimuti dirinya.

"Menurutmu?" Jeff menyeringai. "You are mine, baby girl. Dan malam ini, aku akan mewujudkannya."

Kirania terpekik histeris, tangisnya pecah sejadi-jadinya ketika Jeff mulai menggunting sisa pakaian di tubuhnya. Ia menghentak-hentakkan tubuhnya sebagai bentuk perlawanan, tapi apa daya, ia tidak bisa kemana-mana sekarang, sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah menangis dan memohon, tapi pria itu seakan tuli, bahkan seperti menikmati kegiatannya dalam menelanjangi Kirania.

"Hentikan ... Kakak!" Kirania menangis sejadi-jadinya, histeris dalam permohonan dan juga keputusasaan.

"Diam lah, Sayang. Nanti sekujur tubuhmu sakit, jika kau bergerak-gerak seperti itu." Tak ada sedikitpun rasa bersalah atau belas kasihan dari kalimat yang keluar dari mulut Jeff.

Rasa dingin perlahan menembus kulit tubuh bagian atas Kirania yang kini tidak tertutupi apapun lagi—piyama, tanktop bahkan bra itu sudah teronggok mengenaskan di lantai. Kini dua bukit kembarnya terpampang tanpa penghalang.

Air mata Kirania mengalir semakin deras, tubuhnya bergetar dalam rasa takut dan keputusasaan. Sekali lagi kepalanya menggeleng kuat, meraung hebat, matanya yang merah menatap Jeff penuh pengibaan.

Jeff membasahi bibirnya, jakunnya naik turun melihat pemandangan indah di depannya. Bahkan baru memandangnya saja, ia sudah menahan napas dan merasakan desakan yang begitu hebat pada sesuatu di pangkal pahanya.

Katakanlah Jeff gila, karena faktanya ia memang telah gila—tergila-gila dengan gadis yang kini terbaring tidak berdaya di bawah kuasanya.

"Kau benar-benar sexy, baby," seringai Jeff, mulai mencumbu tubuh Kirania.

BRAK!

Jeff menoleh ke arah pintu dan detik berikutnya satu pukulan telak menghantam rahangnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 7 || TERTANGKAP BASAH

    "Dressnya kependekan," komentar Arsenio yang sedang menggulung lengan jaket miliknya yang kebesaran di tubuh mungil Kirania. "Kan Kira gak tahu kalau bakalan pergi naik motor," sahut Kirania dengan wajah cemberutnya. Siapa yang menyangka jika empat ban mobilnya kempes semua. Sekarang ia berakhir menumpang dengan Arsenio yang kebetulan sedang membawa motor, karena pria itu takut kena macet. "Lain kali jangan dipakai lagi," ucap Arsenio, nada suaranya terdengar semakin datar saja. "Kalau lagi naik motor?" tanya Kirania polos. "Mau naik motor, naik mobil, tetap jangan dipakai lagi," balas Arsenio, sambil memasangkan helm ke kepala Kirania. "Kenapa emangnya?" tanya Kirania, kali ini dengan nada suara heran. Arsenio menghela napas panjang, lantas memandang gadis di hadapannya itu yang semakin terlihat manis saja dalam balutan jaket kebesaran serta helm pink di kepala. Tangannya terulur, mencubit gemas pipi chubby Kirania. "Ayo naik," ucap Arsenio, sambil memasang he

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 6 || SAYA SAYANG, BUKAN KARENA NAFSU

    Setelah tujuh hari mengurung diri di penthouse, pasca meninggalnya Pradipta. Hari ini Kirania menyetujui ajakan teman-temannya untuk jalan-jalan ke luar. "Selamat siang!" sapa Devanka dengan senyum cerahnya seperti biasa. "Wah ... lihatlah betapa cantiknya Kirania kita siang ini." Kirania yang baru saja menuruni tangga, hanya memberikan senyuman tipis sebagai balasan. Matanya lalu tanpa sengaja melirik ke arah meja makan, membuat pandangannya bertemu dengan Jeff. Pria itu memang punya kebiasaan akan pulang untuk makan siang. "Tante senang, akhirnya kamu udah mau jalan-jalan ke luar." Devanka mengusap puncak kepala Kirania lembut. "Ayo duduk, Sayang. Kita makan siang bareng dulu." Langkah Kirania menjadi grogi, saat mata elang Jeff tidak lepas menatapnya. Entah kenapa ia merasa tatapan Jeff begitu tajam, seperti tengah menelanjanginya. "Kak Helena mana, Tante?" tanya Kirania. Sebenarnya hanya basa-basi untuk meredam rasa gugup akibat tatapan penuh intimidasi Jeff. "Lagi sia

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 5 || KEBUSUKAN KELUARGA?

    "Saya tahu kita semua disini masih dalam kondisi berduka. Namun, wasiat ini sudah menjadi amanat dari Tuan Pradipta, sebelum beliau berpulang. Jadi, saya harus membacakannya pagi ini." Suara Bram memecah keheningan ruangan keluarga yang telah diisi oleh Devanka, Helena, Jeff, dan Kirania. Selaku orang kepercayaan mendiang Pradipta, Arsenio ikut mendampingi pembacaan surat wasiat malam ini. Mata pria itu tidak putus memperhatikan Kirania. Gadis itu tampak rapuh dan rentan. Wajah dan matanya yang sembab, bukan hanya menggambarkan gurat kesedihan yang sangat dalam. Tapi juga tampak tertekan. "Baik, bisa saya mulai?" Tanya Bram, menatap semua anggota keluarga."Ya, silahkan," kata Arsenio datar. Bram menarik napas dalam-dalam, membuka dokumen yang ada di tangannya, dan mulai membacakannya."Surat wasiat. Telah bertanda tangan di bawah ini, nama Pradipta Maheswara. Menyatakan dengan sadar dan tanpa paksaan, membuat surat pernyataan wasiat waris. Bahwa saya adalah pemilik harta kekayaan

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 4 || SHE IS MINE!

    "Tahanlah sebentar," ucap Arsenio, meniup perlahan luka di telapak tangan Kirania. Kirania hanya diam dan membiarkan Arsenio merawat luka di telapak tangan kanannya yang tadi menggenggam beling. Diam-diam matanya tidak putus memperhatikan pria itu, membuat ingatannya terlempar pada kejadian beberapa menit yang lalu—momen intim mereka. "Apa gerangan yang sedang Tuan Putri pikirkan, hm?" tanya Arsenio, dengan nada menggoda sambil melanjutkan membalut tangan Kirania dengan perban. "Hm? Mikirin apa?" ulang Arsenio, matanya menatap lurus ke mata Kirania. "Mikirin cara bunuh diri lagi?" Kirania cepat-cepat menggeleng. "E-enggak. Kira gak mikirin apa-apa," gumamnya pelan. Ia hendak menarik tangannya, tapi Arsenio menahannya dengan genggaman kuat, namun tetap terasa lembut dan tidak menyakitinya. Ia menundukkan kepala—menghindari mata Arsenio yang tak kunjung putus menatapnya intens. "Berjanjilah pada saya, bahwa kamu tidak akan melakukan hal nekad seperti ini lagi," ucap Arsen

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 3 || JANJI ARSENIO

    Arsenio menangkap tangan Kirania dan menahannya kuat. "Lepas! Saya mohon jangan nekad, Non." Alih-alih melepaskannya, Kirania justru menggenggam beling itu lebih kuat sehingga semakin melukai tangan gadis itu. "Saya mohon jangan seperti ini, Non. Lepaskan belingnya, ini akan melukaimu." Sorot mata Arsenio yang sarat akan kekhawatiran juga permohonan, bertemu dengan sorot mata Kirania yang memancarkan kesedihan, rasa lelah, maupun keputusasaan yang mendalam. Air mata gadis itu berurai deras. "Semua keluarga Kira udah gak ada, Om. Semuanya ninggalin, Kira. Mama, lalu Papa. Gak ada lagi yang tersisa bagi Kira di dunia ini. Jadi untuk apa lagi Kira hidup? Lebih baik Kira pergi bersama mereka. Kira mau ketemu Papa," bisik Kirania parau, suaranya hampir tidak terdengar, tenggelam dalam tangisnya. Arsenio menggeleng tegas. "Tidak. Tuan Pradipta pasti tidak akan suka jika Non Kira menemuinya dengan cara seperti ini." "Biarkan Kira mati! Kira gak mau hidup kayak gini, Om. Gak mau

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 2 || PERTOLONGAN ARSENIO

    "Brengsek! Berani-beraninya kau menyentuh Nona Kira! Biadab!" maki Arsenio yang tengah memukuli Jeff dengan membabi buta. Serangan telak yang tidak terelakkan oleh Jeff yang berada di bawah kukungan tubuh besar Arsenio. “Aku sudah curiga sedari tadi ketika melihatmu masuk ke dalam kamar Nona Kira, tapi aku menahan diriku untuk tidak menerobos masuk.” Arsenio baru menghentikan pukulannya setelah wajah Jeff babak belur. Ia bangkit dari atas tubuh Jeff yang terkapar tidak berdaya, napasnya memburu hebat. Ia lantas berbalik ke arah Kirania yang menangis sesegukan di atas ranjang, menarik selimut dan menutupi tubuh Kirania yang sudah setengah telanjang itu. "Om ...." isak Kirania, seakan mengadu pada pria berusia 40 tahunan itu. "Tenanglah, Non. Semua akan baik-baik saja." Arsenio melepaskan ikatan pada tangan Kirania dengan lembut, agar tidak menyakiti gadis itu. Setelah ikatan pada tangan Kirania terlepas, Arsenio kemudian melilitkan selimut di tubuh gadis itu. Saat ia hendak men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status