공유

Kantor Baru

작가: Ayu Kristin
last update 최신 업데이트: 2022-09-27 16:06:40

Hampir saja aku menjatuhkan baki yang berisi kopi untuk Mas Adam. Jantungku hampir merosot karena terkejut melihat ponselku sudah berada di tangan Mas Adam. Apalagi saat ini ia menanyakan tentang kantor yang baru saja selesai aku bangun sebagai rumah keduaku.

"Oh, itu kantornya Nadia. Itu wa dari Nadia, kan?" ucapku meletakan kopi yang masih panas di atas nakas. Aku yakin, Mas Adam sedang membaca pesan dari Nadia.

Sorot mata Mas Adam masih menatap pada deretan aksara yang berada ponsel di tangannya. "Memangnya Nadia bisnis apa sampai bisa buka kantor segala?" Kini Mas Adam menatap kepadaku seraya mengernyitkan dahi, tatapannya penuh curiga.

Aku mengendikkan bahu. "Aku mana tahu, dia hanya memintaku untuk datang, itu saja!" balasku berusah untuk bersikap santai.

Mas Adam sepertinya tidak percaya dengan perkataanku. Beberapa saat ia menatapku begitu intens. "Baiklah, besok aku ikut ke acara itu!"

Deg!

Jantungku seperti merosot dari tempatnya. Bagaimana bisa aku mengajak Mas Adam besok ke kantor baruku. Sementara di sana bakalan ada banyak kolega-kolega bisnisku dan calon penulis yang karyanya akan segera aku terbitkan.

"Sial!" desisku pelan.

***

Entah sudah berapa kali aku mondar-mandir di dalam kamar. Sesekali melirik jam dinding yang bertengger pada tembok berwarna putih yang menghiasi kamar.

"Tidak bisa, aku tidak mungkin mengajak Mas Adam ke acara peresmian kantor baruku. Bisa-bisa dia akan tahu bahwa aku memiliki banyak uang. Bahkan saat ini aku sudah memiliki kantor penerbit buku sendiri. Ini gawat!" Aku mengigit bibir bawahku dengan perasaan gusar.

"Nia, ayo! Kita jadi berangkat kan ke kantor Nadia?" ucap Mas Adam yang sudah siap dengan kemeja berwarna biru laut yang ia kenakan.

"Oh, iya Mas! Aku sudah siap," sahutku melemparkan senyuman kecil kepada lelaki yang baru keluar dari dalam kamar mandi.

"Ya sudah, ayo!" Mas Adam berjalan lebih dulu, meraih helm dan kunci motor yang biasa menggantung pada dinding di samping pintu.

"Aduh, bagaimana ini!" gerutuku mengikuti langkah Mas Adam yang berjalan lebih dulu.

Tidak menunggu waktu lama, motor yang kami kendari akhirnya tiba di sebuah perumahan berlantai dua milikku. Tertulis pada papan nama besar yang berada di depan kantor baruku. Penerbit Pena Senja, itulah nama yang aku pilih untuk perusahaan penerbitku.

Mas Adam menghentikan motornya, dengan helm yang masih terpasang. Ia melihat pada papan nama perusahaan yang terpasang pada bagian depan kantor. Cukup besar, karena aku ingin semua orang melihatnya.

"Ada apa, Mas?" tanyaku pada Mas Adam yang menghentikan gerakan tangannya untuk melepaskan helm. Wajahnya terlihat berpikir.

"Sepertinya aku tidak asing dengan nama penerbit itu?" desisnya.

'Aduh ... semoga saja Mas Adam tidak ingat tentang impian-impianku yang ingin memiliki kantor penerbit sendiri dengan nama pena senja.'

"Oh, nama itu, aku yang memberikan nama itu kepada Nadia. Habis dia bingung mau kasih nama apa, jadi aku kasih saja nama itu," jelasku.

Mas Adam mengangguk kemudian melepaskan helm yang ia kenakan. "Aku heran saja Nia, bisa-bisanya teman kamu yang tidak hobi dengan dunia literasi itu membuka usaha seperti ini," guman Mas Adam sepanjang perjalanan masuk ke dalam kantor.

"Namanya juga usaha, Mas!" sahutku.

Beberapa staf dan karyawan baru sudah berkumpul di halaman belakang kantor. Aku sengaja membeli rumah berlantai dua dengan halaman yang luas di bagian belakangnya. Dengan beberapa tanaman hias yang menghiasinya. Aku pikir, aku butuh menyatu dengan alam jika tiba-tiba moodku menulis memburuk.

Tidak hanya orang kantor, beberapa sutradara dan teman-teman sesama penulis hebat pun datang ke kantorku untuk menghadiri undanganku tentunya.

"Nia, kenapa ada sutradara juga di sini?" Mas Adam mendekat padaku dengan berbisik.

"Iya, makanya dari itu, tadi aku pengen banget melarang Mas Adam untuk ikut."

Mas Adam menarik tubuhnya dariku. Matanya menyipit dengan wajah kesal melihat ke arahku. Sementara aku hanya meringis dengan satu tangan menutupi senyuman dari bibirku yang masih mengembang.

"Ini penulis terkenal itu ya?" Seorang lelaki tiba-tiba datang menghampiriku.

Aku terkesiap dan tersenyum paksa kepada lelaki itu. "Maksudnya siapa?" lirihku merasa tidak percaya diri jika disebut dengan penulis terkenal. Aku menoleh ke kiri dan kanan, pura-pura tidak merasa.

"Ini Dania Putri itu kan?" Lelaki yang berada di hadapanku ini sangat antusias. Sepertinya dia adalah salah satu penggemarku.

"I-iya!" jawabku lirih, sekilas melihat pada Mas Adam yang memasang wajah masam.

"Ah, pasti Mas Adam sedang cemburu!" batinku terkekeh melihat ekspresi Mas Adam.

Lelaki yang usianya terlihat lebih muda dariku itu mengulurkan tangannya padaku. "Selamat ya, Anda adalah inspirasiku. Dari penulis online, kini bisa sukses seperti ini. Saya jadi kepikiran bisa memiliki perusahaan penerbit sendiri, seperti Mbak Dania," ucapnya menyungingkan senyuman.

"Bukan, bukan Mas! Ini bukan perusahaan saya!" Segera aku menyanggah ucapan lelaki itu sebelum Mas Adam mencurigaiku.

Lelaki yang berdiri di depanku mengernyitkan dahi. Ia seperti sedang kebingungan.

"Tapi, di undangan itu tertulis jika pemilik perusahaan penerbit ini adalah Anda." Lelaki yang ada di hadapanku mengacungkan jari telunjuknya kepadaku.

Mampus aku! Alasan apa yang harus kuberikan padanya?

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Bab 43

    Bugh."Ray!" Dania memekik. Tubuh Adam tersungkur di samping bangku. Setelah bogem mentah Rayyan hadiahkan tepat pada wajahnya. Wajah Adam sampai berpaling, saking kuatnya pukulan yang Rayyan hadiahkan.Dada Rayyan bergerak naik turun terbakar amarah. Sorot matanya tajam, seperti ingin menguliti mantan suami Dania hidup-hidup."Kamu sudah gila ya, Ray!" Dania memekik. Ia membantu Adam bangkit. Seketika seluruh pasang mata di cafe itupun menatap pada keributan yang terjadi."Iya, aku memang gila! Aku gila karena kamu!" Rayyan menaikan satu oktaf nada suaranya. Tatapan tajamnya beralih pada Dania. Hati Rayyan makin panas melihat Dania membantu Adam. Bak bara api yang disiram dengan minyak tanah. Kecemburuan Rayyan semakin membara."Mas, kamu tidak apa-apa, kan?" Dania mengabaikan Rayyan. Ia menatap khawatir pada sudut bibir Adam yang berdarah. Ada sedikit robekan di sana."Aku tidak apa-apa Dania." Angga mengusap sudut bibirnya sendiri. Menepis tangan Dania yang hendak menyentuh bagian

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Salah Sangka

    "Ray!" sentak Dania merobek kertas undangan bersampul merah muda itu di depan wajah Dania. Ekspresi kesal seketika tampak pada wajah Dania."Apa-apaan kamu, Ray?" Dania menaikan nada suaranya.Rayyan menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum sinis. "Tidak ada pesta pertunangan apalagi pernikahan!" cetus Rayyan bersungguh-sungguh.Dania tidak bergeming melipat kedua tangannya di depan dada, menatap datar pada Rayyan."Berhentilah mengangguku. Hubungan kita sudah selesai!" tegas Dania penuh penekanan. Membalas tatapan tajam mata Rayyan.Dania melangkahkan kakinya. Lagi-lagi Rayyan menjegal pergelangan tangannya."Pergilah bersamaku!" ucap Rayyan menatap serius.Dania menghempaskan kasar tangan Rayyan hingga cengkraman tangan itu terlepas."Jangan gila, kamu Ray!" sentak Dania mendelik sesaat pada Rayyan."Aku serius, Dania!" Ray mengajar Dania yang meninggalkannya."Dania tunggu!" Rayyan mengikuti langkah cepat Dania. Tetapi wanita cantik itu sama sekali tidak peduli.Adegan saling kejar

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   peringatan

    Rayyan menjatuhkan tatapan dingin. Membuat tubuh Dania membeku seketika. Degupan jantung Dania memompa lebih cepat, hingga terdengar oleh telinganya."Saya pamit dulu, Bu!" lirih Lusi memutar tubuhnya cepat. Melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu tempat dimana Rayyan berdiri. Sadar jika suasana tidak sedang bersahabat.Dania mematikan layar laptop. Berjalan dengan langkah penuh ketegasan menuju ke arah pintu. Memasang wajah sedatar mungkin. Saat ia melewati Rayyan, lelaki itu menjegal pergelangan tangannya.Sontak Dania menoleh pada Rayyan yang juga sedang menatap ke arahnya. Tatapan dingin dan menghunus.Rayyan menarik tubuh Dania. Memaksa Dania masuk kembali ke dalam ruangannya. Saat Rayyan hendak menutup pintu, seorang pegawai muncul di hadapannya."Ibu Dan ...!" Lelaki berjas hitam itu menjeda ucapannya. Sorot mata tajam Rayyan membuat nyali lelaki itu menciut."Ma ...!""Ada apa Pak Ilham?" Dania menarik kasar pergelangan tangannya dari cengkraman Rayyan. Sempat terlepas, namu

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Bab 40

    Dania tertegun cukup lama. Ia dapat merasakan jika matanya mulai memanas. Perlahan tapi pasti pandangannya mulai kabur."Saya akan memberikan anda waktu dua puluh empat jam. Jika anda sudah memutuskannya. Anda bisa menghubungi saya kembali."Dania bisa sedikit bernafas lega. Meksipun tidak sepenuhnya sesak meninggalkan dadanya.Sebelum air mata kekalahan jatuh membasahi pipi. Dania bergegas bangkit dari bangku yang berada di depan meja kerja Tuan Ram."Secepatnya saya akan memberitahu pada anda, Pak!" lirih Dania. Suaranya bergetar seperti sedang menahan tangisan. Langka kakinya gontai berjalan menuju ke arah pintu._____Tangis Dania pecah. Bulir air mata mampu membuat bantal yang membuatnya nyaman menjadi basah kuyup.Baru saja Dania diterbangkan ke awang-awang oleh takdir kehidupan. Kini ia harus jatuh tersungkur di dasar bumi yang paling dalam. Ia harus memilih antara dua hal yang sangat berarti di dalam hidupnya. Cinta atau keriernya yang mulai bersinar.Sakit. Sesak, hancur. Itul

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Keluarga Rayyan

    Suara derap langkah kaki memecah keheningan. Dania menoleh pada sosok lelaki yang muncul dari ujung lorong. Berlari dengan langkah terrgesah-gesah. Diikuti oleh seorang wanita bertubuh ramping, yang belum pernah sekalipun Dania lihat. Ia menduga jika wanita itu adalah ibu dari Rayyan, istri dari Tuan Ram. “Dania, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana dengan keadaann Ray?” Tuan Ram memberondongi Dania dengan pertanyaannya. Kekhawatiran terlukis jelas dari wajah Tuan Ram. Dania terisak. Ia sangat menyesal sekali sudah mengajak Rayyan untuk menolong Nadia. “Ray masih ada di dalam ruangan, Pak!” lirih Dania dengan suara berat. Derai air mata jatuh membahasi pipinya.Wanita yang berdiri di samping Tuan Ram mendadak menjatuhkan tubuhnya pada bahu Tuan Ram. “Ya Tuhan, bagaimana dengan anakku!” lirih Ibu Siska, terisak. Tuan Ram mengusap lembut bahu istrinya. “Tenanglah, Ma, Ray pasti akan baik-baik saja,” ucap Tuan Ram mencoba untuk menenangkan. Menuntun wanita yang seketika terisak itu

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   penculikan

    "Diam atau aku akan mencium kamu!" desis Rayyan setengah berbisik saat Dania akan membuka mulutnya.Mata Dania membulat penuh. Mulutnya kembali mengatub. Kata-kata yang telah tersusun kembali tertelan."Tapi, Om Ram bilang ...!" ucap Maria terbata. Wajahnya tampak terkejut."Iya, aku memang belum membawa Dania ke rumah. Tetapi Papa sudah kenal baik dengan Dania. Dia ini adalah penulis terbaik di Indonesia. Beberapa bukunya juga sudah difilmkan oleh perusahaan Papa." Rayyan menatap pada Dania yang sedang memaksakan senyuman pada bibirnya."Iya kan, sayang?" Rayyan menarik tubuh Dania semakin mendekat. Hingga pelukannya semakin erat."I-iya!" balas Dania terbata.Wajah wanita berambut kecoklatan itu seketika berubah. "Oh, begitu! Baiklah," balas Maria melirik sinis pada Dania."Kalau begitu aku pergi dulu!" lirih Maria terdengar lesu. Wanita dengan body seperti foto model itu membalikan tubuhnya berjalan menuju ke arah pintu kafe.Dania mendorong tubuh Rayyan. Hampir saja lelaki itu ter

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status