Share

Bab 8

Author: Tujuh
“Meisy.”

Aku berbicara dengan tenang, nada suaraku tanpa gelojak, “Ini tempat kerja pribadiku. Silakan keluar.”

“Suruh aku keluar?!” Dia tertawa terbahak-bahak dengan gila, “Melinda, dasar jalang!”

“Kamu menghancurkan semua milikku! Pernikahanku dan reputasiku! Sekarang kamu berlagak seperti nyonya yang begitu angkuh?”

“Kalau bukan karena kamu, mana mungkin aku berakhir seperti ini?!”

Tatapannya penuh kebencian, seolah ingin mencabik-cabikku.

“Bahkan Evan… demi dirimu, dia mengabaikanku! Dasar jalang! Kamu pikir kamu sudah menang?”

Usai bicara, dia langsung menerjang maju seperti orang gila, kukunya mengarah langsung ke wajahku.

Belum sempat aku bereaksi, sosok tubuh berdiri di depanku.

Dia adalah Andi, pelanggan tetap di kafe yang dulu mengundangku ke sini dan juga pemilik workshop ini yang sebenarnya.

“Nona, tolong jaga sikapmu,” ujarnya sambil mencengkeram pergelangan tangan Meisy dengan tenang dan kuat.

Meisy menjerit sampai meronta-ronta dengan gila.

Tepat pada saat itu, pintu ke
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Aku Bukanlah Prioritasmu   Bab 9

    Di ruang rawat VIP rumah sakit, dokter sudah menangani luka Andi dengan baik.Aku duduk di sisi ranjang, menatap wajahnya yang terlelap dan tenang. Barulah aku bisa menghela napas lega.Tiba-tiba, pintu kamar diketuk pelan.Aku membuka pintu, ternyata orang itu Evan.Dia berdiri sendirian dengan kepala tertunduk. Tidak ada lagi jejak keangkuhan dan percaya diri yang dulu dia miliki.“Melinda….” panggilnya dengan suara serak.“Bolehkah… kita bicara sebentar?”Aku menoleh melihat Andi yang masih tertidur, lalu menutup pintu perlahan dan berjalan keluar bersamanya.“Melinda, aku salah.”Dia mendongak menatapku, matanya tampak penuh garis merah, “Setelah kamu pergi, aku baru sadar betapa besarnya kesalahanku.”Suaranya dipenuhi penyesalan.“Aku ingat seberapa malamnya aku pulang dari jamuan bisnis, kamu selalu menungguku hanya untuk menyeduhkan teh penghangat untukku. Aku ingat kamu belajar memasak sup khusus untuk menyehatkan lambungku….”“Aku terlalu bodoh, dibutakan oleh Meisy. Aku meng

  • Aku Bukanlah Prioritasmu   Bab 8

    “Meisy.” Aku berbicara dengan tenang, nada suaraku tanpa gelojak, “Ini tempat kerja pribadiku. Silakan keluar.”“Suruh aku keluar?!” Dia tertawa terbahak-bahak dengan gila, “Melinda, dasar jalang!”“Kamu menghancurkan semua milikku! Pernikahanku dan reputasiku! Sekarang kamu berlagak seperti nyonya yang begitu angkuh?”“Kalau bukan karena kamu, mana mungkin aku berakhir seperti ini?!”Tatapannya penuh kebencian, seolah ingin mencabik-cabikku.“Bahkan Evan… demi dirimu, dia mengabaikanku! Dasar jalang! Kamu pikir kamu sudah menang?”Usai bicara, dia langsung menerjang maju seperti orang gila, kukunya mengarah langsung ke wajahku.Belum sempat aku bereaksi, sosok tubuh berdiri di depanku.Dia adalah Andi, pelanggan tetap di kafe yang dulu mengundangku ke sini dan juga pemilik workshop ini yang sebenarnya.“Nona, tolong jaga sikapmu,” ujarnya sambil mencengkeram pergelangan tangan Meisy dengan tenang dan kuat.Meisy menjerit sampai meronta-ronta dengan gila.Tepat pada saat itu, pintu ke

  • Aku Bukanlah Prioritasmu   Bab 7

    Keesokan harinya, orang itu inisiatif mengirimkan pesan terakhir padaku.Itu adalah tautan berita tentang Evan.Laporan tersebut menyatakan bahwa pewaris terkaya itu telah absen dari penampilan publik selama berbulan-bulan dan pekerjaan perusahaan sepenuhnya diserahkan pada asistennya.Laporan itu juga menyertakan foto yang diambil secara diam-diam.Evan berdiri sendirian di tepi tebing, sosoknya terlihat kurus dan tatapannya kosong.Aku menatap foto itu. Dalam hatiku tidak ada benci, juga tidak ada rasa puas.Hanya ketenangan yang mematikan.Tampaknya, penyesalannya itu benar.Lalu emangnya kenapa?Aku tidak ingin lagi menjadi istri yang dia jadikan tameng, apalagi menjadi penebusan setelah dia bertobat.“Bu Linda.”Suara pelanggan tetap itu terdengar di samping.Dia datang lagi hari ini.Dia menyerahkan sebuah map dengan bingkai yang sangat rapi padaku.“Aku nggak akan pergi,” ujarku langsung menolak, tanpa melihat isinya.“Kenapa?” tanyanya.“Jangan biarkan masa lalu mengurungmu. Ba

  • Aku Bukanlah Prioritasmu   Bab 6

    Meski berkata demikian, aku tetap tak bisa menahan rasa penasaran untuk meminta laporan terakhir pada orang itu.Isinya sangat singkat.Meisy diceraikan suaminya dan diusir dari Grup Somanta. Di kalangan sosialita, namanya sudah hilang ditelan bumi.Evan telah mengerahkan segala upaya, mencari ke seluruh bagian dunia… tetap saja tak menemukan apapun.Laporan itu menuliskan bahwa Evan sudah lama tidak muncul di depan publik. Seluruh kepribadiannya berubah drastis, sangat berbeda dari sebelumnya.Aku membaca habis semuanya dengan wajah datar, lalu menghapus semua informasinya.Evan mulai menyesal.Namun, aku sudah keluar dari dunianya.Semua kasih sayangnya yang datang terlambat, bagiku hanyalah sebuah lelucon.“Linda, latte artmu indah sekali!”Gadis yang baru bergabung di cafe menoleh dan memotong lamunanku.Aku mendorong kopi itu dan berkata pelan, “Hanya bentuk ombak, cepat antarkan.”“Linda.” Dia memiringkan kepalanya, “Sepertinya kamu nggak senang?”Aku terdiam, lalu tersenyum, “Ng

  • Aku Bukanlah Prioritasmu   Bab 5

    Email terjadwal itu adalah surat penghakiman yang kuberikan pada Evan, sekaligus perpisahan terakhirku dengan pernikahan itu.Saat dunianya kacau balau, aku sudah berada di sebuah kota kecil di tepi pantai.Semua masa lalu sudah terisolasi ribuan kilometer jauhnya.Tidak ada Grup Somanta dan Evan di sini.Hanya ada satu kamar dan satu jendela yang menghadap ke laut.Aku mengganti identitas menjadi Linda. Melinda yang dulu harus berhati-hati dalam setiap langkah, telah kukubur dengan tanganku sendiri.Aku bersembunyi di sini, tanpa diketahui siapapun dan telah siap untuk menjalani sisa hidup sendirian.Awalnya, aku jarang berinteraksi.Hidupku sebatas antara kafe dan apartemen.Penduduk kota kecil itu menganggapku orang asing yang pendiam dan berinisiatif menjaga jarak.Inilah ketenangan yang kuinginkan.Aku pernah berpikir bahwa kebahagiaan hidup adalah perhiasan yang berkilauan dan kekuasaan di tengah dunia sosial.Kini aku mengerti, kebahagiaan juga bisa berupa menyeduh secangkir kop

  • Aku Bukanlah Prioritasmu   Bab 4

    Evan terdiam, lalu membentak sambil mencengkeram kerah baju asistennya, “Apa katamu?!”Asistennya tergagap ketakutan,“Pak Evan, nyonya… nyonya menghilang di puncak gunung! Terakhir kali ada yang melihatnya, dia ada di tepi tebing. Tim penyelamat menemukan jam tangan nyonya di dekat tebing….”“Nggak mungkin! Kok dia bisa bunuh diri?!”Evan memotong asistennya, suaranya terdengar sangat serak.“Dia mendaki sendirian? Kok nggak ada yang memberitahuku?!”Asisten itu tergagap dan menjawab dengan gemetar, “Pak Evan, aku sudah meneleponmu tadi malam, tapi ponselmu mati terus….”Evan buru-buru mengeluarkan ponselnya.Layarnya gelap, tidak menyala meski ditekan berulang kali.Dia menoleh ke arah Meisy, tatapannya tajam seperti sebilah pisau, “Kamu yang mematikan ponselku?”Meisy terkejut dengan tatapannya dan segera membela diri, “Evan, mana mungkin aku mematikan ponselmu? Mungkin kamu nggak sengaja menyentuhnya atau baterainya habis, lalu mati otomatis. Jangan salahkan aku!”Dia berpura-pura

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status