LOGINAku dan Ayah ternganga.
"Sofia Romanov," ulang Tsar Alexandr. "Kau sudah bertemu dengannya kan, Alexey?"
Aku mengangguk, lalu meneguk ludahku sendiri.
'Apa ini ... mengapa tiba-tiba ....'
Aku hening. Ayah pun ... belum bicara apa-apa. Kurasa Ayah berpikir tentang bagaimana menjawab tawaran Tsar Alexandr. Tapi ... siapa yang akan menyia-nyiakan tawaran langka dari seorang Tsar? Dan tidak baik juga jika sampai menolak apa yang diberikan oleh Tsar. Tsar yang punya darah suci terberkati oleh Sang Pencipta. Tsar yang diberikan garis takdir oleh Tuhan untuk memimpin kami yang ada di dataran luas ini.
Ekor mataku melirik Ayah. Ia hanya tersenyum statis. Senyum basa-ba
Dadaku kembang kempis di ruang kerjaku. Buku-buku yang berjajar rapi dengan sesak tak membuatku merasa lebih baik. Aku mengetuk-ketuk meja kayu pohon ek yang dipernis. Kaki kanan naik turun begitu cepat lebih dari irama detak jantung. Sesaat, bulir-bulir keringat jatuh di pelipis.Sejam yang lalu, pendeta yang dikirim oleh katedral di kota berdoa di kamar pengantin. Kubiarkan Sofia masih terlelap pagi-pagi subuh sekali. Matahari mulai bergemilang di langit. Pagi menjelang. Jam enam tepat.Seseorang membuka pintu."My lord, pendeta sudah selesai. Mereka ingin bertemu dengan Anda," Igor berucap di bawah rambut hitam yang mulai beruban.Tubuhku menegak saat para pria tua kombinasi dengan muda berduyun-duyun memasuki ruang kerjaku. Lima orang. Mereka memakai jubah hitam yang bersih rapi dan wangi. Ada pula yang pakai baju putih. Kurasa dia pendeta tertinggi di antara mereka.Mereka membungkuk kepadaku. Jantungku sudah tidak karuan.Aku berdiri,
Pesta pora pernikahan kami di istana Santo Peterkov begitu megah. Pesta itu jadi tajuk utama yang meriah bukan main di seluruh surat kabar seantero Kekaisaran Levron. Setelahnya aku dan istri baruku, kami juga mengadakan pesta di Kota Balazmir. Seisi kota mengadakan festival atas pernikahanku. Pesta rakyat yang begitu meriah. Tak kalah mewah juga pesta di kastilku. Rumahku bersama istriku, rumah baru Sofia Korzakov.Rangkaian pesta dan ritual pernikahan belum sepenuhnya usai. Ada satu hal lagi yang harus kami lakukan.Malam pengantin.Malam pengantin haruslah dilakukan oleh sepasang suami istri yang baru menikah. Pagi-pagi setelahnya para pendeta akan memeriksa dan memanjatkan doa-doa kuno untuk Bunda Suci, memberkati dan mensakralkan pernikahan kami. Itu juga akan meyak
Hari pernikahan.Langit pagi di atas Katedral Kazan di antara Biara Alexander Nevakov, nyaris tengah Kota Santo Peterkov cerah dan lembut, kubah emas dan lorong marmernya berkilauan, seolah mengetahui hari itu bukan hari biasa. Lonceng-lonceng katedral berdentang perlahan, suaranya bergema di antara deretan pohon burja dan air mancur berlapis emas yang menari mengikuti irama angin Sunga Niva.Di aula agung, cahaya matahari menembus jendela-jendela tinggi berbingkai emas, memantul pada kristal kandelir raksasa. Para bangsawan berdiri berbaris dalam busana terbaik, sutra gelap berhias lambang kadipaten, mantel bulu bertepi perak, dan gaun-gaun panjang berwarna mutiara. Aroma lilin lebah dan mawar musim semi memenuhi udara, bercampur wangi kayu tua katedral yang menyimpan ratusan tahun sejarah.
Keesokan harinya aku memutuskan untuk menghabiskan waktu di kelab. Zolotoy Orel. Kelab nomor satu di kota. Aku tak memesan ruang VIP seperti saat itu. Aku masih tak ingin mencolok sebagai bangsawan bergelar Duke baru di dalam kelab. Kupesan beberapa makanan dan anggur impor terbaik. Aku membaca surat kabar hari ini sekedar untuk mengganti suasana. Aku cuma ingin bersantai sejenak sebelum aku kembali ke Kota Balazmir, ke kastilku dan membujuk diriku sendiri untuk menyiapkan pesta pernikahanku dengan Sofia. Untuk Ibu dan Vera.Tapi ... tidak tahu kenapa aku masih menyimpan sapu tangan putih yang sulamannya tidak terlalu ahli di saku celana. Padahal jelas-jelas aku akan menikah dengan tunanganku.Siang ini cukup ramai. Orang-orang berkumpul untuk makan siang bersama dengan rekan-rekan sejawat mereka. Sesama bangsawan, mungkin ksatria, pejabat dan orang-orang penting lainnya.Seorang pemuda di belakangku berceletuk. Dia dan seorang temannya menyantap hidangan mahal
Aku tak pernah mengunjungi bagian istana ini. Tak terlalu jauh dari aula pesta maupun bangunan utama istana. Aku tak pernah punya urusan di sini. Balkon panjang yang punya kursi-kursi keras menampilkan pemandangan kota. Aku menatapi bulan perak di langit sana. Sekali lagi aku merenung di tempat yang asing.Ingin sekali kubertanya apakah Ayah melihatku sekarang ini. Kumohonkan hembusan angin leluhur, hembusan angin roh Ayah untuk membelaiku dan membesarkan hatiku. Air mataku tumpah. Aku menangis dalam hening. Mengapa cinta bisa sesakit ini?Ini pesta debutante, pesta para bangsawan untuk mencari jodoh, mencari orang untuk dinikahi. Memang ... mereka akan mengesampingkan cinta dan mengutamakan status dan kedudukan agar keningratannya bisa lestari. Pernikahan tanpa cinta memang memungkinkan. Tapi ... pernikahan dengan rasa sakit? Dengan sebuah luka? Apa aku bisa melakukan itu?Kesibukanku memandangi langit terganggu dengan sebuah suara samar yang lain. Sayup-sayup
Meski aku telah melihatnya bercumbu bersama Pavel Konstantin, namun dadaku mengajukan penolakan luar biasa kepada cerita Sergei. Ia menolak begitu kuat dan dahsyat hingga terasa begitu nyeri. Aku masih tidak terima bahwa Sofia gadisku adalah wanita yang diceritakan oleh Sergei. Aku tidak ingin percaya itu. Kuharap ... apa yang diucapkan oleh mulut Sergei adalah omong kosong.Rasa sakitku, entah bagaimana cara mengobatinya. Namun ... di antara segala nestapa yang terjadi kepadaku, aku bersyukur kepada kondisi Ibu yang kian membaik. Ibu memang tidak boleh terlalu stres. Aku dan para pelayan sering mengajaknya berkeliling di taman dan pelataran. Kursi roda dari Stepan sangat berguna. Ia mulai bicara lebih banyak. Terkadang salah menganggapku sebagai Ayah, Leonid Korzakov. Tapi kadang juga ia memanggilku Alexey. Seperti ada dua orang di dalam satu tubuh.Vera dan Stepan telah kembali ke wilayah Grand Dukedom Durnovko. Vera bilang ia akan sering-sering berkunj







