"Nggak Nisa, nggak! kumohon jangan kau ucapkan kata terkutuk itu lagi!" jawab Arman semakin merengkuh tubuh istrinya.
Takut merasa akan kehilangan, membuat Arman pun langsung berkata "Jangan tinggalkan aku, jangan pernah capek berdiri di sisiku, Nis, aku mohon...!Temani aku, untuk menaklukkan bahtera ini, seperti cita-cita kita dulu Nisa, please...!" Arman merasa tak sanggup mendengar rintih kepedihan dalam diri istrinya, yang begitu ia cintai."Percuma aku bertahan Mas, jika aku sendiri tak tau lagi ke mana arah bahtera ini akan di bawa!" jawab Nisa lemah."Cukup kamu bertahan di sisiku Nis, biarkan aku berjuang sendiri di temani semangat cinta yang kau berikan." Arman begitu takut, jika harus kehilangan wanita yang ia perjuangkan, walau harus melawan orang tuanya saat itu."Siapa dia Mas?""Si..siapa? Kamu mengigau 'kan Nis? Tidurlah." Arman dengan susah payah menyelesaikan ucapannya yang hanya beberapa kata."Jawab jujur Mas, siapa dia? Biarkan aku melepas mu jika itu membuat mu terbebas dari belenggu pernikahan ini, Mas?""Nggak ada Nis, aku mohon jangan pernah terpikir untuk pergi Nis!" Getaran terdengar dari suara Arman yang menunjukkan jika ia pun menangis."Jika kau menginginkan aku, kenapa harus ada dia Mas? Aku bukan wanita sempurna untuk bisa berbagi segala rasa dan perasaan. Aku lemah Mas, aku nggak ku..at!" Nisa pun akhirnya kembali menangis dalam pelukan suaminya."Maafkan aku Nisa, kumohon maafkan aku. Dia,dia hanya wanita yang dikenalkan Mama. Aku tidak melakukan hal lebih Nisa, sumpah!" Pengakuan itu pun terdengar akhirnya."Ya Allah, apakah aku tak pantas untuk dicintai? Mengapa? Dua kali aku mencintai hamba-Mu, dua kali pula hati ini terluka, ya Allah sebegitu sulitkah untukku meraih bahagia-Mu!" ratap Nisa dalam hati pada penciptanya."Nisa..!Nisa...! Kamu baik-baik aja kan?Jangan tinggalkan aku Nisa." Arman panik karena tak mendapat respon dari tubuh istrinya. Ia pun menepuk nepuk pipi Nisa, namun hanya tetesan airmata yang terlihat."Nisa, kumohon maafkan kekhilafanku Nisa, please, jangan begini Nisa. Kamu boleh maki aku, kamu boleh tampar dan benci aku. Tapi kumohon maafkan aku Nisa, jangan siksa dirimu atas dosa yang kulakukan!" rintihan dan permohonan Arman begitu nyata.Lama Nisa terdiam. Hati yang terluka disertai perasaannya yang telah hancur, berhasil membuat jiwanya tenggelam dalam kesedihan."Talak aku Mas." Itulah kata putus asa yang terucap dari Nisa dengan bibir bergetar.Arman sontak bangkit dari duduknya dan berjalan ke sisi lainnya tempat tidur Nisa, ia jongkok dan memegang kedua tangan Nisa serta menciumnya berkali-kali."Nggak Nisa, aku nggak akan sanggup untuk menalakmu, sekali pun itu permohonanmu."Saat perpisahan di depan mata. Arman baru menyadari, jika cintanya pada Nisa, tidaklah pernah berubah, dan masih sebesar dulu."Kumohon, Mas...!" lirih nisa nyaris tak terdengar."Aku memang bukan seorang gadis yang masih suci saat kau menikahiku, tapi selain yang memang berhak atas tubuh ini, aku tidak pernah tersentuh oleh laki laki lain Mas! Lalu..! Apakah perselingkuhan yang kau lakukan itu juga bersih dari sentuhan dan perbuatan yang tidak seharusnya?""Maafkan aku Nisa, aku memang telah melakukan perselingkuhan itu, tapi bukan berarti aku merusak pernikahan kita! Aku berani bersumpah, bahwa aku tidak pernah berzina dengan wanita manapun, selain sama kamu istriku!" ujar Arman tetap kukuh, demi mempertahankan pernikahan mereka."Astaghfirullah Mas? Kau mengatakan jika penyatuan kita itu zina? Mas....!! Kita udah menikah, dan itu halal dilakukan dan itu bukan sebuah perzinahan." Nisa melototkan matanya, merasa heran dengan pemahaman Arman tentang perzinahan."Maaf aku salah bicara. Maksudku itu, anu...! Penyatuan, ya hubungan badan gitu. Aku nggak pernah selain sama kamu Nisa." Arman merasa malu dengan ucapannya sendiri."Apa perselingkuhan baru sah, jika telah melakukan zina Mas?" tanya Nisa geram menahan emosi dan mulai merasakan keram di perutnya."Bukan begitu Nisa," ujar Arman pasrah."Lalu bagaimana Mas? Apakah jika aku bermain perasaan pada bukan pasangan itu diijinkan dalam pernikahan? Dan apakah zina itu hanya sebatas hubungan intim antara lain jenis?" Nisa tak menyangka, jika imam yang selama ini selalu ia hormati, tak mengerti apa-apa."Cukup Nisa cukup, aku tidak sanggup membayangkan jika kau harus! Haah.....!" Arman meremas rambutnya tak sanggup melanjutkan kata-katanya."Oke...! Aku salah, aku telah berzina dengan wanita di luar sana, dan aku menyadari itu dan mengakuinya. Tapi kumohon Nisa....! Tolong maafkan aku." Arman pun kembali memeluk Nisa."Selingkuh itu penyakit Mas! Apa kamu yakin jika suatu hari nanti kamu nggak akan melakukan hal yang sama?" Nisa terus bicara dengan menahan rasa ngilu di perutnya yang dari beberapa hari ini ia rasakan."Aku yakin bisa Nis, aku akan tetap setia sama kamu! Please...! Kasih aku kesempatan sekali lagi. Semua yang terjadi akan jadi pengingat bagiku, tapi kumohon kau melupakannya agar hatimu terhindar dari rasa sakit Nis." Entah karena semangat atau khawatir ucapan Arman pun terdengar aneh."Mengapa aku harus memaafkan kamu Mas?" Nisa ingin mendengar apa alasan yang akan dikatakan suaminya, untuk di pertahankan."Karena aku mencintaimu Nisa, dan karena aku ingin anak anak aku terlahir dari wanita yang berhati lembut seperti dirimu." Arman menggenggam jemari Nisa dan kembali menciumnya."Tapi....!" ucap Nisa lirih."Stop, aku belum selesai bicara!" Arman langsung memotong ucapan istrinya."Dan, ijinkan aku memohon dan memohon kepadamu untuk memaafkan aku Nisa." Arman berharap alasannya membuat Nisa berubah pikiran dan mau memberinya kesempatan."Tapi Mas! Aw...! Sshtt..!" Tiba tiba Nisa meringis merasakan keram dan nyeri pada perutnya yang sudah tak tertahan lagi.Arman yang mendengar rintihan istrinya sontak bangkit. "Kamu kenapa Nisa? Apa yang sakit hm...? Kita kerumah sakit sekarang ya?""Sa..kit! Mas! " Wajah Nisa memucat, tubuhnya terasa dingin dengan butiran keringat di dahinya.Arman pun langsung menggendong tubuh istrinya, tapi tiba-tiba tangannya merasakan basah pada bagian bawah tubuh Nisa, "Darah...??" Gumam arman.Arman bergegas menggendong tubuh istrinya ke mobil, dan membawanya ke rumah sakit.Rintihan yang terdengar dari bibir istrinya, membuat Arman semakin melajukan kendaraannya, hingga dalam waktu sepuluh menit mobil Arman pun parkir di depan unit gawat darurat rumah sakit tersebut.Para perawat pun segera menyiapkan brankar dan mendorongnya ke arah mobil.Arman langsung menggendong tubuh istrinya dan memindahkan dengan hati hati.Tak lama dua orang dokter menyusul masuk.Arman mondar mandir gelisah di depan ruang tersebut, beberapa menit menunggu namun tak terlihat tim medis keluar dari sana, membuat Arman semakin khawatir.Arman semakin merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Nisa. Wanita lembut yang selalu sabar menghadapi kelakuannya selama ini. Arman merasa malu atas apa yang telah dia lakukan, ia bahkan dengan sadar mengikuti permintaan konyol ibunya.Setelah lama menunggu, akhirnya pintu ruang tersebut pun terbuka, tampak salah seorang dokter yang menangani berdiri di depan pintu, "Bagaimana kondisi istri saya Dok? Apa yang sebenarnya terjadi?" Kekhawatiran jelas nampak di wajahnya.Begini Pak, istri anda mengalami pendarahan, terlambat sedikit saja ditangani, maka akan fatal akibatnya!" ucap dokter dengan wajah tegas. "Apa pasien melakukan pekerjaan berat atau mengalami tekanan emosi yang berlebihan?" tanya pria berjas putih itu.Maaf Dok, tadi memang kita ada salah paham yang berakibat pertengkaran. Memangnya apa yang terjadi pada istri saya Dok?" "Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat atas kehamilan istri anda." jawab Dokter tersebut."Apa Dok!? Istri saya hamil??" "Benar Pak, usia kandungan pasien saat ini memasuki usia empat minggu." "Nisa hamil?.... istri saya hamil Dok? alhamdulillah." tanya Arman lagi dengan wajah bahagia.Tanpa sadar Arman langsung memeluk Dokter paruh baya tersebut."Begini ya Pak, kandungan ibu Nisa sangat lemah, jadi tolong diusahakan, agar bapak lebih extra dalam menjaga pola makan, istirahat dan terutama emosinya. Bagaimana pak?" nasehat dokter tersebut."Baik Dok, saya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk istri dan ca
Mendengar jika istrinya mempunyai teman laki-laki, Arman merasa tak terima jika istrinya nanti lebih akrab dengan laki-laki itu dan merasa nyaman, maka bisa saja Nisa pergi meninggalkan dirinya."Memangnya udah lama kenal yank?kenal di mana? Udah pernah ketemuan ya?" Arman segera memberikan rentetan pertanyaan.Nisa yang melihat rona merah menahan emosi di wajah suaminya, semakin semangat bercerita. "Hmm.! Sebenarnya aku baru sih kenal sama dia Mas, yaa..! Walaupun awal kenal lewat aplikasi sih, tapi dia enak diajak ngobrol, ngobrolnya nyambung lagi! Malah nih Mas ya? Dia itu udah kabulkan apa pun permintaan aku lho Mas, hehehe.""Mana, sini nomor handphone nya?" ucap Arman sambil menadahkan tangan meminta."'Kan handphone aku di rumah Mas, emang nya kamu mau ngapain? Mau hubungin dia? Ayo...!Jangan usil deh Mas."Nisa berusaha menahan tawanya, saat melihat wajah suaminya yang merah seperti kepiting rebus menahan emosi."Yank, please jangan nekad deh, jangan pernah hubungi dia lagi ya
Brak..!""Arman! Ngapain kamu bawa dia ke rumah sakit, jika hanya sakit biasa begitu sih! Buang-buang uang saja." Melihat putranya memperlakukan istrinya dengan baik, bu Susy pun meradang."Ma! Mama apaan sih Ma! Datang ke Rumah Sakit teriak-teriak begitu. Mama mau kalau sampai Mama diusir sama security?" "Mengenai Nisa yang dirawat di sini, itu bukan keinginan dia. Tapi itu semua salah aku, gara-gara keegoan aku, aku hampir kehilangan calon anak aku, Ma."Bu Susy yang mendengar kabar kehamilan menantunya nampak tak suka dan tak rela."Apa!! Wanita itu hamil?" "Wanita itu istriku Ma, dia punya nama. Please, demi anak aku, hargai dia Ma." Arman memohon pada mamanya."Cukup dulu kamu memohon untuk menikahi dia Arman! Jangan pernah kamu memohon pada Mama, untuk menerima dia sepenuhnya hanya karena dia hamil. Mama gak sudi punya cucu dari wanita seperti dia!" ujar bu Susy sambil melototkan matanya.Kata-
Arman yang melihat raut kecewa di wajah istrinya, langsung menolak panggilan dan menyimpannya kembali."Maaf, aku akan menyelesaikan permasalah ini secepatnya sayang!" ungkap Arman sambil memegang tangan istrinya."Itu adalah hak kamu Mas, dan aku hanya tidak ingin, jika pernikahan kita dimasuki orang ketiga." Tanpa berkata lagi, Nisa langsung membaringkan tubuhnya, dan membelakangi suaminya."Jika aku tahu kalian masih menjalin hubungan, maka jangan salahkan aku, jika aku inginkan perpisahan, Mas!" lanjut Nisa.Arman yang mendengar ultimatum istrinya hanya diam. Begitu masuk kedalam rumahnya, bu Susy langsung duduk dengan kasar dan meletakkan tasnya begitu saja. Nampak wajah penuh kemarahan, dan hembusan napas kasar pun berulang ulang ia lakukan.Semua itu membuat Bella, yang dari tadi duduk santai sambil menikmati cemilan di depan tv merasa heran dengan kelakuan ibunya."Mama kenapa sih? Datang-datang bukannya ucap salam k
Bu Susy langsung merogoh tasnya mengambil handphone. Ia langsung menghubungi seseorang. Tak lama terdengar suara dari seberang."Halo, Sherly ini Tante! Kamu ada waktu nggak? Ada yang ingin Tante bicarakan!" ucap Bu Susy pada seseorang.Terdengar obrolan panjang lebar antara bu Susy, dan seseorang di seberang sana. Entah apa yang dibicarakannya tak ada ada yang tahu. Muslihat dan taktik apa yang di rencanakan pun tak diketahui.Bahkan Bella yang saat itu berada di luar kamar ibunya pun, tak dapat mendengar jelas apa isi percakapan ibunya dengan Sherly. Yang ia ketahui bahwa ibunya sedang merencanakan sesuatu."Hm...! Moga aja Mama punya rencana bagus untuk mengusir perempuan itu dari keluargaku!" Gumam Bella sendiri.Tak terasa dua hari sudah Nisa dirawat di Rumah sakit. Hari ini Nisa sudah diperbolehkan pulang.Setelah menyelesaikan administrasi dan keperluan lainnya, Arman membawa istrinya pulang ke rumah mereka.Begit
Nisa mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang keluarga rumahnya. Ia duduk menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, dan terdiam menatap ke langit-langit rumah. Ia masih kesal dan sakit hati, melihat bagaimana wanita tadi yang ternyata adalah selingkuhan suaminya, yang dengan percaya diri meminta ia menceraikan suaminya demi bisa menikahi dirinya.Sementara Arman masih berdebat dengan Sherly yang masih tak mau pergi saat disuruh pulang nampak emosi."Sher...! Please jangan ganggu rumah tanggaku lagi. Aku sudah menyesali semua kesalahanku selama ini." Arman pun berusaha memberi pengertian, agar tak menimbulkan masalah ke depan bagi rumah tangganya."Apa Mas? Kamu meminta aku meninggalkan kamu, hanya untuk dia Mas! Bukankah kamu sendiri yang bilang akan menikahi aku setelah menceraikannya, Mas!" Sherly yang tak terima dengan penjelasan Arman pun marah."Cukup Sherly..! Memang aku pernah bicara seperti itu, tapi aku menyesal Sher! Aku gak mungki
Apa-apaan ini Nisa? Kalian mau kemana?" tanya Arman sambil menurunkan tas dari tangan istrinya.Nisa yang menyadari keberadaan putranya di antara mereka pun memandang anaknya "Ahmad bisa tunggu di luar nggak, sebentar aja ya?" pinta Nisa pada putranya."Iya Bun!" Ahmad pun berjalan keluar rumah menunggu di teras.Arman yang hanya melihat interaksi antara anak dan istrinya pun hanya diam. "Mas..! Aku memberikan waktu untukmu berpikir sekali lagi! Dan untuk saat ini, aku akan pergi membawa putraku!" ujar Nisa sambil mengambil tasnya kembali.Arman jelas tak menerima permintaan istrinya, hingga tanpa sadar Arman pun berkata dengan keras "Jangan bodoh Nisa! Kamu gak bisa bertindak semaumu begini!" "Kenapa nggak bisa, Mas?" tanya Nisa membalas tatapan tajam suaminya."Aku gak bakal mengijinkan kamu pergi dari rumah ini walau hanya sejengkal, titik!" ucap Arman lagi."Oh....! Apa aku harus menunggu kamu mengusir aku
Arman langsung mengangkat tubuh Nisa ke dalam kamarnya yang diikuti putra sambungnya."Yah, Bunda kenapa Yah?" tanya Ahmad sambil menangis mengikuti langkah ayahnya ke kamar.Sampai ke kamar, Arman pun meletakkan tubuh istrinya secara perlahan. Ia menyelimuti tubuh Nisa, dan menyetel ulang setelan AC yang tak di pakai beberapa hari ini."Bunda kamu cuma capek kok, Ahmad nggak usah khawatir ya! Bentar lagi juga Bunda sehat lagi!" Arman berusaha memberi penjelasan yang menenangkan bagi putra sambungnya itu."Kok Bunda bisa capek Yah? Bunda kan baru pulang dari Rumah Sakit?" tanya Ahmad lagi."Itu karena Bunda ingin pergi, makanya Bunda jadi sakit lagi! Nanti kalau Bunda udah sadar, Ahmad harus bujuk Bunda untuk tidak pergi lagi ya?" Arman pun berusaha menahan istrinya pergi melalui anak sambungnya."Iya Yah, Bunda biar istirahat di rumah aja." Ahmad pun mendukung rencana Ayahnya.Di sebuah rumah..."Gimana....! Ka