“Oh ya Pa, di sekolah nanti ada acara, Raina ditunjuk membacakan karangan Raina di depan orang banyak, papa bisa hadirkan?” tanya Raina setelah mereka selesai sarapan.
“Raina, Papa ada meeting, sama Oma atau Tante Sari, saja ya?” bujuk Ardi tanpa melihat ke wajah putrinya sendiri.“Maaf Raina sayang Oma ada urusan penting sama Tante Sari, kamu ditemani sama Mbak Sarah saja ya, Mbok Darmi pulang kampung selama dua Minggu. Dan kamu Aluna tetap di rumah saja jangan pergi ke mana-mana, Mama nggak mau kalau keluarga kita menjadi bahan topik perbincangan di luar sana karena mempunyai menantu cacat seperti kamu!” ancam Bu Rini ketus.Ardan diam saja tidak membela istrinya yang selalu di hina oleh ibunya sendiri.“Oh ya Ma, Delia akan datang dari luar negeri dan Ardan akan menjemputnya di bandara, dan bolehkah Delia menginap sementara di sini, kebetulan rumahnya sedang renovasi dan dia tidak biasa tinggal di hotel terlalu lama,” jelas Ardan mengalihkan pembicaraan.“Apa! Delia pulang? Boleh dong Sayang, kapan pun dia mau tinggal di sini bahkan kalau perlu kamu nikahi saja Delia, bagaimana?” usul Bu Rini dengan tersenyum puas melihat Aluna terdiam dengan mata yang berkaca-kaca.“Oke Ma, Ardan pergi kantor dulu ada meeting pagi dan tolong siapkan hidangan untuk menyambut kedatangan Delia, Mama tahu kan kesukaannya?” tanya Ardan sekilas melihat wajah Aluna.“Sudah kamu tenang saja, begitu kalian pulang semuanya akan sudah siap di meja makan,” sahutnya bersemangat.“Ardan tahu kalau Mama bisa diandalkan, Ardan pergi Ma.”Pria tampan itu berlalu tanpa memperhatikan Aluna dia pergi begitu saja dan membuat hati Aluna bertambah perih.Sebisa mungkin Aluna bersikap cuek, tidak ingin menanggapinya walaupun kedua tangan seperti mati rasa dan bergetar, tetapi hatinya hampir tergoyahkan saat nama wanita lain terucap manis di bibir pria bertubuh tinggi itu. Ardan kembali menggoreskan luka bahkan luka lama pun belum sepenuhnya tertutup kini terbuka kembali tetapi kenapa yang tak berdarah hanya terasa perih dan sakit?Hatinya kembali bergemuruh menahan amarah dan tangis yang ingin diluapkannya, tetapi seperti ada yang menahannya.“Hei, kamu kenapa Aluna? Apakah kamu cemburu ?” tanya Bu Rini merasa puas melihat menantunya berwajah muram.“Ayolah jangan sedih gitu tambah jelek tahu, kamu tahu Delia itu sangat sempurna, seharusnya Ardan menikah dengan Delia, dia tunangan Ardan sebelum kamu masuk di dalam hidupnya Ardan. Kalian menikah hanya karena perjodohan yang tidak masuk akal ini, kamu itu sebenarnya tidak pantas menjadi menantu di rumah ini, kamu itu anak sopir kami yang kata papa telahmenyelamatkan papa dan Ardan saat pergi ke puncak. Jadi tidak udah cemberut gitu, kamu akan lihat dia begitu sempurna menjadi seorang wanita ,” ejek Sari dengan tersenyum sinis diikuti oleh Bu Rini membalas senyuman Sari.“Oh ya Mbak, apakah Mbak Sari termasuk wanita sempurna itu? Buktinya Mbak sudah dua kali menjanda tetapi tidak ada pun satu anak yang Mbak lahirkan? Mereka kabur karena tidak tahan dengan kelakuan Mbak, mungkin kalian masih beruntung bisa sekaya ini tetapi bagaimana jika kalian tiba-tiba bangkrut karena ulah kalian sendiri yang suka menghambur-hamburkan uang begitu mudahnya,” ejek Aluna dengan nada sinis.“Plak!” Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi Aluna sehingga menambah perih lukanya.“Lancang sekali kamu Aluna, begini kamu bicara dengan orang yang lebih tua dari kamu, dia itu kakak ipar kamu, jangan lupa itu!” hardik Rini terlihat emosi.“Dan kalian harus tahu juga kalau aku adalah menantu di rumah ini, aku memang cacat tetapi bukan berati kalian seenaknya membuatku menderita.”“Dan jika papa tahu akan kelakuan kalian seperti ini pasti kalian akan di usir dan hidup di kolong jembatan!” ancam Aluna dengan nada gemetar.Seketika mereka terdiam sejenak, tetapi tiba-tiba tawa menggelegar keluar dari mulut mereka. "Kamu dengar sendiri Sari, dia mulai banyak bertingkah dan banyak bicara."“Silakan Aluna, silakan Mama tidak peduli, dengan begitu kamu mempermudah Mama untuk menghabisi Papa, dan Mama dengan bebas bisa menikah lagi.” Jawaban dari Bu Rini membuat Aluna terkejut dan tidak percaya kalau ternyata Bu Rini sudah tidak membutuhkan lagi Pak Ardi yang selalu mencintai dirinya.“Sari Sayang ambilkan kertas dan pulpen, hari ini kita kedatangan tamu spesial dan kita harus menyambutnya dengan berbagai macam hidangan untuk dia,” ucapnya sambil menatap Aluna.Sari membawa kertas dan pulpen, dia lalu memberikan kepada mamanya. Rini lalu menuliskan beberapa hidangan untuk dibuat oleh Aluna. Dia tahu Aluna sangat pandai memasak, semua itu diturunkan dari bakat ibunya yang dulunya pernah bekerja di sini rumah ini juga sebagai tukang masak di rumah ini.Namun, baik Pak Sugeng dan Mbok Narsih tidak mau nasib anak gadisnya sama dengan mereka, sehingga mereka membawa Aluna menuntut ilmunya di kota lain. Sebagai orang tua Aluna, mereka ingin Aluna menjadi wanita sukses dan mandiri, mengejar cita-citanya yang diinginkan tanpa harus mengikuti jejak mereka.Semua tidak direncanakan, hanya takdir yang menentukan ke mana kita pergi, begitu juga dengan Aluna yang tidak mengerti akan takdirnya menikah dengan anak majikan orang tuanya, padahal kedua orang tua itu tidak pernah membayangkan hal ini terjadi di keluarga mereka.Peristiwa itu sudah setahun berlalu saat semua keluarga Ardan berlibur ke puncak , di waktu bersamaan Aluna juga mempunyai kegiatan kerja di daerah sana, sampai akhirnya saat di pertengahan jalan wanita itu melihat terjadinya sebuah kecelakaan beruntun. Bersama temannya Aluna berniat untuk menolong korban kecelakaan di sana. Hal ini mengejutkan bagi dirinya ternyata korban kecelakaan itu diantara mereka adalah bapaknya. Panik dan histeris melihat sekujur tubuh orang tua itu yang dipenuhi dengan luka dan darah.Saat ingin mengevakuasi bapaknya, Aluna melihat seorang pria berjalan tertatih-tatih dengan tubuh penuh luka ingin menghampiri dirinya, disaat bersamaan pula ada sebuah mobil pick berlawanan arah melaju kencang, tanpa berpikir panjang wanita itu segera berlari dan menangkap tubuh tinggi pria itu sekuat tenaga dan mendorongnya ke samping badan jalan, tetapi tiba-tiba salah satu kaki Aluna mengalami keram sehingga tidak sempat menghindar sehingga mobil pick up itu pun melindas kakinya. Aluna pun tak sadarkan diri dia pun dibawa lari ke rumah sakit.***Sore ini di rumah besar itu akan kedatangan tamu istimewa bagi mereka khususnya untuk Ardan, tetapi tidak untuk Aluna, perih dan sakit hati hal itu lagi yang harus di ia dirasakan. Selain menyambutnya kini Aluna harus memberikan suguhan yang istimewa dengan menyenangkan perutnya. Walaupun tidak sulit untuk menyiapkan masakan yang diminta karena dia pun pintar memasak tetapi waktu yang terlalu singkat untuk memasak apalagi mertuanya hanya ingin Aluna mencicipi masakan dari tangan menantu yang tidak dianggap itu.Apakah ini sebuah tantangan atau hanya ingin membuat malu Aluna, bagaimana dia bisa menyelesaikannya sendiri dalam keadaan fisik seperti dia?Sebisanya kedua pembantu itu ingin menolong Aluna tetapi ancaman Bu Rini telah menciutkan nyali mereka sehingga mereka pun tidak berani untuk melanggar apa yang menjadi keputusan majikannya itu. Di saat masih diliputi kegundahan hatinya, tak lama kemudian terdengar ponsel Aluna berbunyi, dia lalu mengambil dari saku gamisnya dan menatap layar ponsel itu, seketika matanya berbinar dan sedikit terbit sebuah senyuman kecil dari sudut bibir mungilnya.“Siapa Neng?”“Mas Ardan, Mbok.”“Cepat angkat siapa tahu penting,” ucap Sarah bersemangat.Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya
Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang
Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or
Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P
Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije
Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike