Share

Dua

***

Aku belum mampu memejamkan netra mengingat perubahan sikap Mas Arif akhir-akhir ini. Aku masih sangat penasaran dengan apa yang telah membuatnya lebih fokus pada layar gawai berwarna hitam itu. Rasa ingin tahu ini semakin bergejolak saat melihat dia sudah terlelap.

Segera kuraih benda bentuk pipih milik Mas Arif. Aku sangat terkejut karena ternyata untuk membuka gawai itu memerlukan kata sandi. Kecurigaan yang kurasakan semakin tidak dapat terelakkan. Sebelumnya Mas Arif tidak pernah menyembunyikan apa pun dariku.

Setelah berpikir beberapa menit, aku mencoba memasukkan tanggal lahir Mas Arif, tapi tetap gagal. Berusaha untuk terus mengingat hari istimewa dalam hubungan kami. Tiba-tiba terlintas hari bersatunya cintaku dan dia. Penuh dengan semangat aku menggunakan angka tersebut.

Ternyata usahaku berhasil dan layar gawai akhirnya bisa dibuka. Aku mencoba membuka pesan dalam aplikasi berwarna hijau milik Mas Arif. Terdapat nama yang unik pada salah satu pengirim pesan. Tuan Putri, pemilik akun tersebut.

Aku semakin ingin membuka isi percakapan dari nama tersebut, dan terdapat banyak perbincangan-perbincangan romantis di dalamnya. Hati ini sangat sedih dan juga sakit setelah mengetahui suami tercinta bersikap mesra dengan wanita lain. Aku yakin bahwa si pemilik akun adalah seorang perempuan.

[Rif.] Isi pesan dari si wanita dengan menyebut nama suamiku.

[Iya, Tuan Putri.]

[Kamu masih tetap memanggilku dengan sebutan itu?]

[Panggilan itu tidak akan mungkin bisa aku lupakan.]

[Aku terharu.]

[Kamu ke mana aja selama ini?]

[Hidup bersama putramu yang udah tumbuh besar sekarang dan dia sangat mirip dengan ayahnya yang tampan.]

[Apa maksud kamu? Putra?]

Hatiku bergetar membaca isi pesan tersebut. Kenapa dia berbicara tentang putra? Siapa sebenarnya yang dimaksud? Sungguh, aku tidak mengerti arah dari pesan yang ada dalam gawai Mas Arif. Ini membuatku sangat bingung dan berpikir keras.

Aku menjalankan jari di layar benda bentuk pipih itu, tiba-tiba terlihat percakapan menggunakan suara, segera kubuka untuk mengetahui lebih lanjut. Ternyata sangat benar bahwa pemilik pesan tersebut adalah seorang wanita.

“Apakah kamu sudi menjemputku dengan kuda putih yang aku dambakan sejak dulu? Bersediakah kamu membahagiakan aku dan putra kita?”

“Putra siapa maksud kamu, Tuan Putri?”

Isi pesan suara itu terdengar seperti nyata dan bukan hanya sekedar permainan semata. Aku tidak percaya jika suami yang sangat kuhormati memiliki putra dari wanita lain. Selama ini Mas Arif tidak pernah bercerita tentang masa lalunya lebih lengkap. Dia hanya menceritakan wanita yang sulit dilupakan dari pikiran.

Semakin ke bawah, percakapan tersebut seperti layaknya sepasang suami istri yang sedang bahagia karena memiliki buah hati yang sangat didambakan. Aku melihat foto seorang anak laki-laki berumur sekitar lima tahun. Dia tampan dan juga mirip dengan Mas Arif.

[Ini penerusmu, Rif.] Si wanita kembali mengirim pesan dengan menambahkan foto anak kecil tersebut.

[Penerus? Aku benar-benar bingung, Tuan Putri.]

[Dia Rifa.]

[Apakah dia ….]

[Dia anakmu, darah dagingmu. Namanya aku ambil dari singkatan nama orang tuanya.]

Rasanya sudah tidak sanggup menahan amarah melihat dan mendengar apa yang ada dalam gawai milik Mas Arif. Tidak peduli jika diriku dikatakan sebagai istri yang tega mengganggu waktu istirahat suami. Tanpa menunggu lama, aku membangunkan Mas Arif.

“Bangun, Mas.” Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Dalam hitungan detik, dia terbangun dan langsung mengusap pipiku. “Kamu belum tidur, Sayang?” tanyanya lembut.

“Aku mau kamu jelasin maksud dari pesan dan foto ini.” Aku langsung menunjukkan sesuatu yang membuatku marah dari dalam gawainya.

“Kenapa kamu bisa buka gawaiku?” Dia meraih benda itu dari tanganku.

“Sekarang kamu udah mulai menyembunyikan sesuatu dari istrimu.”

“Aku nggak suka kalau kamu seperti ini.”

“Kenapa, Mas? Dulu kamu selalu terbuka dan tidak merasa keberatan jika aku memegang gawaimu. Apa yang kamu sembunyikan, Mas?”

“Maksudnya apa?”

“Siapa yang kamu sebut dengan Tuan Putri dan siapa anak itu, Mas?”

“Bukan siapa-siapa, kok.”

“Jangan bohong kamu, Mas! Apa benar kamu punya anak dari wanita lain?” Aku menaikkan suara.

“Baiklah … aku akan jujur. Dia anakku.”

Dada ini terasa sesak mendengarkan apa yang keluar dari mulut Mas Arif. Sungguh diri tidak percaya jika dia memiliki anak dari wanita lain. Selama ini hubungan kami baik-baik saja dan dia juga selalu menyayangi dan mencintaiku.

“Apa, Mas?” tanyaku dengan suara melemah.

“Benar … dia anakku. Oleh karena itu, aku tidak setuju jika kita mengadopsi anak. Aku memiliki anak kandungku sendiri.”

“Cukup, Mas. Aku nggak kuat. Aku tidak pernah menyangka bahwa suami yang kucintai tega mengkhianati janji suci yang telah diucapkan dalam pernikahan.”

“Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Awalnya juga aku nggak nyangka, tapi setelah kami bertemu dua hari yang lalu, aku baru yakin kalau dia benar anakku. Kamu belum membaca pesan itu sampai ke bawah.” Penjelasan Mas Arif membuatku benar-benar terpukul.

Dia dengan berani mengakui seseorang sebagai anak kandungnya, ini benar-benar sulit dipercaya. Aku tidak kuat mengetahui sesuatu yang tidak mudah diterima akal dan pikiran. Istri mana yang akan rela mendengarkan suaminya memiliki penerus dari wanita lain.

***

Mas Arif telah menceritakan apa yang terjadi sebenarnya. Ternyata dia memiliki anak dari wanita masa lalu yang sudah enam tahun tidak bertemu. Hati ini sangat hancur dan tidak ingin mendengarkan kenyataan pahit itu.

Dia mengaku bahwa dirinya pernah melakukan hubungan yang tidak pantas dengan cinta pertamanya. Namun, setelah beberapa minggu, wanita itu tiba-tiba menghilang dan tak ada kabar. Mas Arif berusaha mencari tapi tidak membuahkan hasil.

Harapan untuk kembali bertemu dengan sang mantan kekasih akhirnya menjadi harapan yang tidak dapat diwujudkan. Dua tahun kemudian, Mas Arif kembali membuka diri untuk mencintai orang lain, dan wanita itu adalah aku.

Tidak ada keanehan yang terjadi selama kami menjalin hubungan sebagai kekasih hingga aku yakin dan bersedia untuk menjadi pendamping hidupnya. Kasih sayang dan cinta yang diberikan membuat diri sangat terharu dan tersanjung.

Ternyata semua itu tidak bisa lagi sepenuhnya kudapatkan sekarang. Wanita masa lalu Mas Arif telah berhasil membuat dirinya membagi kasih sayang yang selama ini hanya untukku. Perubahan sikap yang ditunjukkan benar-benar tidak dapat ditutupi.

“Maafin aku, Sayang. Aku menyayangi dia dan anak kami. Tapi kamu tidak perlu khawatir, aku akan berusaha untuk adil.” Dia mengucapkan kalimat itu di meja makan tadi pagi sebelum berangkat ke kantor.

“Aku tidak akan membiarkan rumah tangga kita hancur, Mas.”

“Kamu tenang aja, semuanya akan baik-baik saja.”

“Tapi kamu berubah, Mas.”

“Aku hanya berusaha menyeimbangkan perhatian untuk istri dan dia yang merupakan ibu dari anakku.” Aku sakit mendengarkan pengakuan Mas Arif.

“Kenapa dia baru kembali sekarang, Mas? Kenapa nggak dari dulu, sebelum kamu mengenalku. Aku tidak tahu sampai kapan akan tetap bertahan seperti ini.”

“Aku harap kamu mengerti. Ini demi kebaikan aku, kamu, dan juga Alexa beserta putra kami.” Dia menyebutkan nama wanita tersebut.

“Tapi, Mas ….”

“Tidak perlu memberikan alasan lagi. Aku tidak ingin kehilangan kalian. Aku sangat mencintaimu tapi juga menyayangi mereka. Tolong mengerti dengan posisiku, Sayang. Kamu adalah istri terbaik untukku.”

“Kalau aku yang terbaik, kenapa kamu masih harus memikirkan wanita masa lalumu?”

“Itu aku lakukan demi anakku, darah daging yang tidak bisa aku dapatkan darimu.”

Aku masih tidak ingin memercayai apa yang kudengar keluar dari bibir Mas Arif. Dia dengan tega mengingatkan diri ini tentang kekurangan yang kumiliki. Seorang istri yang tidak mampu memberikan keturunan untuk suami.

“Kamu tega, Mas. Akhirnya kamu mengingatkan aku dengan kekurangan yang kumiliki.”

Dia meraih jemariku lalu meminta maaf. “Maafin aku, Sayang. Aku tidak bermaksud untuk mengatakan hal itu.”

“Tapi kenyataannya kamu sudah menyakiti aku, Mas. Aku juga tidak menginginkan menjadi seorang istri yang memiliki kekurangan. Aku ingin seperti mereka, mampu memberikan keturunan untuk suami.”

“Sayang … aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti perasaanmu, tapi keadaanlah yang membuatku seperti ini.”

“Keadaan karena aku tidak bisa menjadi seorang ibu?”

“Jangan berbicara seperti itu, Sayang. Aku tidak pernah menuntut itu darimu, karena kita sudah sama-sama tahu apa yang terjadi padamu.”

“Sudahlah, Mas … aku sadar dengan kekuranganku, dan kamu berhak mengingatkan itu.”

“Jangan seperti ini, dong. Kamu adalah pendamping hidupku.”

Di saat kami masih berbincang, tiba-tiba ada panggilan masuk. Mas Arif melihat layar gawai menggunakan tangan kiri lalu melirik ke arahku. Dia melepaskan genggaman tangan kanannya dari jemariku kemudian beranjak untuk menerima panggilan itu. Hatiku kembali sakit walaupun kenyataan tidak mengetahui pasti siapa yang berbicara dengannya melalui benda tersebut.

Setelah menerima panggilan, dia buru-buru langsung berangkat ke kantor. Diri berusaha untuk sabar dan melihat perkembangan sikap dari Mas Arif. Walaupun sekarang dia sudah berani mengatakan menyayangi masa lalunya, tapi aku akan tetap berusaha untuk mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku. Dia adalah pasangan halal yang selamanya akan tetap menjadi imam dalam rumah tangga yang telah terbina.

Tidak akan kubiarkan wanita masa lalu Mas Arif merebut suami yang sangat kucintai. Dia ibu dari anak Mas Arif, tapi aku tetap wanita yang sudah ia halalkan. Aku tidak akan menyerah karena memiliki kekurangan, tapi aku akan menunjukkan bagaimana seorang istri tetap kuat dan berusaha menjaga keutuhan rumah tangganya.

“Kamu adalah wanitaku satu-satunya yang akan menghiasi relung hati ini.” Aku masih sangat ingat apa yang telah diucapkan oleh Mas Arif setelah hari pernikahan kami.

“Kamu juga suami pilihan yang akan kudampingi seumur hidupku.”

“Kita akan hidup bahagia selamanya.”

Janji yang pernah diungkapkan oleh Mas Arif akan selalu tersimpan dalam hati ini, aku akan berusaha agar dia kembali mengingat apa yang telah ia ucapkan. Mungkin sekarang dia bingung dihadapkan dengan situasi seperti ini. Berada dalam dua pilihan yang sangat berat dan juga sulit.

***

Aku belum mampu memejamkan netra mengingat perubahan sikap Mas Arif akhir-akhir ini. Aku masih sangat penasaran dengan apa yang telah membuatnya lebih fokus pada layar gawai berwarna hitam itu. Rasa ingin tahu ini semakin bergejolak saat melihat dia sudah terlelap.

Segera kuraih benda bentuk pipih milik Mas Arif. Aku sangat terkejut karena ternyata untuk membuka gawai itu memerlukan kata sandi. Kecurigaan yang kurasakan semakin tidak dapat terelakkan. Sebelumnya Mas Arif tidak pernah menyembunyikan apa pun dariku.

Setelah berpikir beberapa menit, aku mencoba memasukkan tanggal lahir Mas Arif, tapi tetap gagal. Berusaha untuk terus mengingat hari istimewa dalam hubungan kami. Tiba-tiba terlintas hari bersatunya cintaku dan dia. Penuh dengan semangat aku menggunakan angka tersebut.

Ternyata usahaku berhasil dan layar gawai akhirnya bisa dibuka. Aku mencoba membuka pesan dalam aplikasi berwarna hijau milik Mas Arif. Terdapat nama yang unik pada salah satu pengirim pesan. Tuan Putri, pemilik akun tersebut.

Aku semakin ingin membuka isi percakapan dari nama tersebut, dan terdapat banyak perbincangan-perbincangan romantis di dalamnya. Hati ini sangat sedih dan juga sakit setelah mengetahui suami tercinta bersikap mesra dengan wanita lain. Aku yakin bahwa si pemilik akun adalah seorang perempuan.

[Rif.] Isi pesan dari si wanita dengan menyebut nama suamiku.

[Iya, Tuan Putri.]

[Kamu masih tetap memanggilku dengan sebutan itu?]

[Panggilan itu tidak akan mungkin bisa aku lupakan.]

[Aku terharu.]

[Kamu ke mana aja selama ini?]

[Hidup bersama putramu yang udah tumbuh besar sekarang dan dia sangat mirip dengan ayahnya yang tampan.]

[Apa maksud kamu? Putra?]

Hatiku bergetar membaca isi pesan tersebut. Kenapa dia berbicara tentang putra? Siapa sebenarnya yang dimaksud? Sungguh, aku tidak mengerti arah dari pesan yang ada dalam gawai Mas Arif. Ini membuatku sangat bingung dan berpikir keras.

Aku menjalankan jari di layar benda bentuk pipih itu, tiba-tiba terlihat percakapan menggunakan suara, segera kubuka untuk mengetahui lebih lanjut. Ternyata sangat benar bahwa pemilik pesan tersebut adalah seorang wanita.

“Apakah kamu sudi menjemputku dengan kuda putih yang aku dambakan sejak dulu? Bersediakah kamu membahagiakan aku dan putra kita?”

“Putra siapa maksud kamu, Tuan Putri?”

Isi pesan suara itu terdengar seperti nyata dan bukan hanya sekedar permainan semata. Aku tidak percaya jika suami yang sangat kuhormati memiliki putra dari wanita lain. Selama ini Mas Arif tidak pernah bercerita tentang masa lalunya lebih lengkap. Dia hanya menceritakan wanita yang sulit dilupakan dari pikiran.

Semakin ke bawah, percakapan tersebut seperti layaknya sepasang suami istri yang sedang bahagia karena memiliki buah hati yang sangat didambakan. Aku melihat foto seorang anak laki-laki berumur sekitar lima tahun. Dia tampan dan juga mirip dengan Mas Arif.

[Ini penerusmu, Rif.] Si wanita kembali mengirim pesan dengan menambahkan foto anak kecil tersebut.

[Penerus? Aku benar-benar bingung, Tuan Putri.]

[Dia Rifa.]

[Apakah dia ….]

[Dia anakmu, darah dagingmu. Namanya aku ambil dari singkatan nama orang tuanya.]

Rasanya sudah tidak sanggup menahan amarah melihat dan mendengar apa yang ada dalam gawai milik Mas Arif. Tidak peduli jika diriku dikatakan sebagai istri yang tega mengganggu waktu istirahat suami. Tanpa menunggu lama, aku membangunkan Mas Arif.

“Bangun, Mas.” Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Dalam hitungan detik, dia terbangun dan langsung mengusap pipiku. “Kamu belum tidur, Sayang?” tanyanya lembut.

“Aku mau kamu jelasin maksud dari pesan dan foto ini.” Aku langsung menunjukkan sesuatu yang membuatku marah dari dalam gawainya.

“Kenapa kamu bisa buka gawaiku?” Dia meraih benda itu dari tanganku.

“Sekarang kamu udah mulai menyembunyikan sesuatu dari istrimu.”

“Aku nggak suka kalau kamu seperti ini.”

“Kenapa, Mas? Dulu kamu selalu terbuka dan tidak merasa keberatan jika aku memegang gawaimu. Apa yang kamu sembunyikan, Mas?”

“Maksudnya apa?”

“Siapa yang kamu sebut dengan Tuan Putri dan siapa anak itu, Mas?”

“Bukan siapa-siapa, kok.”

“Jangan bohong kamu, Mas! Apa benar kamu punya anak dari wanita lain?” Aku menaikkan suara.

“Baiklah … aku akan jujur. Dia anakku.”

Dada ini terasa sesak mendengarkan apa yang keluar dari mulut Mas Arif. Sungguh diri tidak percaya jika dia memiliki anak dari wanita lain. Selama ini hubungan kami baik-baik saja dan dia juga selalu menyayangi dan mencintaiku.

“Apa, Mas?” tanyaku dengan suara melemah.

“Benar … dia anakku. Oleh karena itu, aku tidak setuju jika kita mengadopsi anak. Aku memiliki anak kandungku sendiri.”

“Cukup, Mas. Aku nggak kuat. Aku tidak pernah menyangka bahwa suami yang kucintai tega mengkhianati janji suci yang telah diucapkan dalam pernikahan.”

“Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Awalnya juga aku nggak nyangka, tapi setelah kami bertemu dua hari yang lalu, aku baru yakin kalau dia benar anakku. Kamu belum membaca pesan itu sampai ke bawah.” Penjelasan Mas Arif membuatku benar-benar terpukul.

Dia dengan berani mengakui seseorang sebagai anak kandungnya, ini benar-benar sulit dipercaya. Aku tidak kuat mengetahui sesuatu yang tidak mudah diterima akal dan pikiran. Istri mana yang akan rela mendengarkan suaminya memiliki penerus dari wanita lain.

***

Mas Arif telah menceritakan apa yang terjadi sebenarnya. Ternyata dia memiliki anak dari wanita masa lalu yang sudah enam tahun tidak bertemu. Hati ini sangat hancur dan tidak ingin mendengarkan kenyataan pahit itu.

Dia mengaku bahwa dirinya pernah melakukan hubungan yang tidak pantas dengan cinta pertamanya. Namun, setelah beberapa minggu, wanita itu tiba-tiba menghilang dan tak ada kabar. Mas Arif berusaha mencari tapi tidak membuahkan hasil.

Harapan untuk kembali bertemu dengan sang mantan kekasih akhirnya menjadi harapan yang tidak dapat diwujudkan. Dua tahun kemudian, Mas Arif kembali membuka diri untuk mencintai orang lain, dan wanita itu adalah aku.

Tidak ada keanehan yang terjadi selama kami menjalin hubungan sebagai kekasih hingga aku yakin dan bersedia untuk menjadi pendamping hidupnya. Kasih sayang dan cinta yang diberikan membuat diri sangat terharu dan tersanjung.

Ternyata semua itu tidak bisa lagi sepenuhnya kudapatkan sekarang. Wanita masa lalu Mas Arif telah berhasil membuat dirinya membagi kasih sayang yang selama ini hanya untukku. Perubahan sikap yang ditunjukkan benar-benar tidak dapat ditutupi.

“Maafin aku, Sayang. Aku menyayangi dia dan anak kami. Tapi kamu tidak perlu khawatir, aku akan berusaha untuk adil.” Dia mengucapkan kalimat itu di meja makan tadi pagi sebelum berangkat ke kantor.

“Aku tidak akan membiarkan rumah tangga kita hancur, Mas.”

“Kamu tenang aja, semuanya akan baik-baik saja.”

“Tapi kamu berubah, Mas.”

“Aku hanya berusaha menyeimbangkan perhatian untuk istri dan dia yang merupakan ibu dari anakku.” Aku sakit mendengarkan pengakuan Mas Arif.

“Kenapa dia baru kembali sekarang, Mas? Kenapa nggak dari dulu, sebelum kamu mengenalku. Aku tidak tahu sampai kapan akan tetap bertahan seperti ini.”

“Aku harap kamu mengerti. Ini demi kebaikan aku, kamu, dan juga Alexa beserta putra kami.” Dia menyebutkan nama wanita tersebut.

“Tapi, Mas ….”

“Tidak perlu memberikan alasan lagi. Aku tidak ingin kehilangan kalian. Aku sangat mencintaimu tapi juga menyayangi mereka. Tolong mengerti dengan posisiku, Sayang. Kamu adalah istri terbaik untukku.”

“Kalau aku yang terbaik, kenapa kamu masih harus memikirkan wanita masa lalumu?”

“Itu aku lakukan demi anakku, darah daging yang tidak bisa aku dapatkan darimu.”

Aku masih tidak ingin memercayai apa yang kudengar keluar dari bibir Mas Arif. Dia dengan tega mengingatkan diri ini tentang kekurangan yang kumiliki. Seorang istri yang tidak mampu memberikan keturunan untuk suami.

“Kamu tega, Mas. Akhirnya kamu mengingatkan aku dengan kekurangan yang kumiliki.”

Dia meraih jemariku lalu meminta maaf. “Maafin aku, Sayang. Aku tidak bermaksud untuk mengatakan hal itu.”

“Tapi kenyataannya kamu sudah menyakiti aku, Mas. Aku juga tidak menginginkan menjadi seorang istri yang memiliki kekurangan. Aku ingin seperti mereka, mampu memberikan keturunan untuk suami.”

“Sayang … aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti perasaanmu, tapi keadaanlah yang membuatku seperti ini.”

“Keadaan karena aku tidak bisa menjadi seorang ibu?”

“Jangan berbicara seperti itu, Sayang. Aku tidak pernah menuntut itu darimu, karena kita sudah sama-sama tahu apa yang terjadi padamu.”

“Sudahlah, Mas … aku sadar dengan kekuranganku, dan kamu berhak mengingatkan itu.”

“Jangan seperti ini, dong. Kamu adalah pendamping hidupku.”

Di saat kami masih berbincang, tiba-tiba ada panggilan masuk. Mas Arif melihat layar gawai menggunakan tangan kiri lalu melirik ke arahku. Dia melepaskan genggaman tangan kanannya dari jemariku kemudian beranjak untuk menerima panggilan itu. Hatiku kembali sakit walaupun kenyataan tidak mengetahui pasti siapa yang berbicara dengannya melalui benda tersebut.

Setelah menerima panggilan, dia buru-buru langsung berangkat ke kantor. Diri berusaha untuk sabar dan melihat perkembangan sikap dari Mas Arif. Walaupun sekarang dia sudah berani mengatakan menyayangi masa lalunya, tapi aku akan tetap berusaha untuk mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku. Dia adalah pasangan halal yang selamanya akan tetap menjadi imam dalam rumah tangga yang telah terbina.

Tidak akan kubiarkan wanita masa lalu Mas Arif merebut suami yang sangat kucintai. Dia ibu dari anak Mas Arif, tapi aku tetap wanita yang sudah ia halalkan. Aku tidak akan menyerah karena memiliki kekurangan, tapi aku akan menunjukkan bagaimana seorang istri tetap kuat dan berusaha menjaga keutuhan rumah tangganya.

“Kamu adalah wanitaku satu-satunya yang akan menghiasi relung hati ini.” Aku masih sangat ingat apa yang telah diucapkan oleh Mas Arif setelah hari pernikahan kami.

“Kamu juga suami pilihan yang akan kudampingi seumur hidupku.”

“Kita akan hidup bahagia selamanya.”

Janji yang pernah diungkapkan oleh Mas Arif akan selalu tersimpan dalam hati ini, aku akan berusaha agar dia kembali mengingat apa yang telah ia ucapkan. Mungkin sekarang dia bingung dihadapkan dengan situasi seperti ini. Berada dalam dua pilihan yang sangat berat dan juga sulit.

==============

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tang Sun Huo
Berulang ...
goodnovel comment avatar
Ando
ceritanya bagus tapi baru awal..kenapa ceritanya langsung mengulang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status