Share

Gadis Rumah Tangga

“Lebih baik kamu menikah dan melanjutkan usaha orang tuamu. Hidup di desa itu keras, Nak. Apalagi kamu bakal tinggal sendirian di rumah. Nenek khawatir kamu menjadi gunjingan orang.”

Aku menggelengkan kepala. “Tidak, Nek. Aku akan tetap melanjutkan kuliah. Entah bagaimana caranya. Bukankah nenek sendiri yang bilang aku harus bisa menjadi kebanggaan orang tuaku?”

Nenek terdiam, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Apakah ada hal yang disembunyikan dariku?

“Aku bisa berjualan sambil kuliah, Nek. Aku masih bisa menjalankan usaha Ayah dan Ibu tanpa harus berhenti sekolah.”

“Tapi, Fia! Ada hal yang tidak kamu ketahui selama kamu tinggal di pondok.”

Hal yang tidak kuketahui? Tentu banyak sekali. Aku bahkan tidak mengetahui apa saja isi toko Ibu sekarang ini. Terakhir mereka mengatakan mengalami penurunan penghasilan saat wabah Covid-19 melanda. Lalu, sekarang harga minyak goreng dan telur ayam naiknya selangit.

Selama ini aku tidak pernah memikirkannya. Aku memang egois, yang terpenting mereka masih bisa mengirimkan uang untukku. Mereka bilang aku tidak perlu memikirkannya. Aku hanya perlu belajar, belajar, dan belajar.

“Katakan padaku, Nek.”

“Maaf, Nenek belum bisa menjelaskannya sekarang, Fia.”

“Fia butuh penjelasan, Nek!”

“Fia, ada tamu.” Ucapan kakek membuat kami menoleh.

Hari ini memang masih banyak saudara yang datang, terutama saudara sepupu Ibu. Mereka tidak bisa datang tadi malam karena rumahnya jauh di luar kota.

“Pakai jilbabmu, lupakan perkataan Nenek yang tadi.”

Aku segera memakai jilbab dan keluar bersama nenek. Aku menutup mulutku melihat siapa yang datang. Ini seperti mimpi, mereka datang bersama-sama ke sini.

“Assalamu’alaikum, Fia.” Nadia memelukku erat.

Aku menjawab salam dan membalas pelukannya. Di belakangnya ada teman satu kelasku. Mereka beramai-ramai datang menggunakan bus mini. Aku tidak menyangka jika mereka sekompak ini.

“Maaf aku baru bisa datang. Kamu yang sabar, ya!” Nadia melepaskan pelukan, dia menggenggam erat kedua tanganku.

“Makasih, Nad.” Aku tidak bisa berkata-kata. Nadia satu-satunya teman yang dekat denganku. Dialah gadis paling berisik yang pernah kutemui. Satu hari tanpanya membuat duaniaku terasa sepi.

“Fia, kami turut berduka cita. Semoga kedua orang tuamu diampuni dosanya dan mendapatkan tempat yang layak di surga-Nya.” Anindya menyerahkan sebuah kardus bergambar air mineral yang ada manis-manisnya.

“Aamiiin ya Allah. Makasih banget kalian sudah mau datang. Seharusnya kalian tidak perlu repot-repot seperti ini.”

Kupersilakan semua teman-teman untuk duduk di tikar seadanya. Rumahku tidak terlalu besar, sehingga sebagian harus duduk di ruang tengah. “Kalian, kok, bisa izin pergi ke sini?”

“Kita sudah enggak ada pelajaran hari ini, Abah sama Umi juga mau nyusul katanya,” jawab Nadia.

“Apa? Umi dan Abah mau ke sini?” Aku sungguh tidak percaya.

Aku hanyalah santri biasa seperti temanku yang lainnya. Tidak ada hal yang istimewa dariku, tetapi mereka menyempatkan datang ke sini. Padahal semalam mereka sudah membantu sampai pemakaman selesai.

“Iya, mereka mampir dulu ke kampus, sekalian jemput Gus Anam katanya,” jawab Anindya.

Gus Anam, aku tersenyum mendengarnya. Hanya mendengar namanya saja membuat dadaku kembang-kempis. Aku harus menghirup banyak oksigen.

“Silakan diminum!” Nenek membuatkan teh hangat untuk teman-temanku. “Tidak perlu sungkan sama nenek, cuma ini seadanya yang bisa kami berikan.”

Kami berbincang cukup lama. Tidak banyak yang dibicarakan, hanya membahas persiapan muwadaah bulan depan. Aku harus kembali ke pondok sebelum acara perpisahan.

“Kamu nanti bakal balik kan , Fia?” tanya Anindya. Dia santri baru, satu tahun ini dia tinggal di pondok. Namun, semua orang langsung mengenalnya karena kebaikan dan kecantikannya. Bahkan dia menjadi salah satu saingan terberatku karena kecerdasannya.

“Insya Allah aku bakal balik.” Aku tentu harus menyelesaikan semua tanggung jawabku di pesantren. Baru setelah itu aku bisa keluar dengan tenang.

Aku akan melanjutkan kuliah di tempat yang sama dengan Gus Anam. Kuliah, kerja, dan menjadi gadis rumah tangga. Benar, gadis rumah tangga lebih tepat untukku karena bukan ibu rumah tangga.

“Assalamu’alaikum.” Suara ucapan salam Umi Hanifah membuat kami menoleh ke pintu.

Kami segera berdiri dan mencium tangan umi bergantian. Di belakang umi ada Abah dan kedua putranya. Gus Anam dan si pohon pisang. Julukan itu lebih tepat untuk gus Azam karena dia hanya punya jantung dan tidak memiliki hati. Memang ketampanannya tidak diragukan lagi, tetapi dia sangat kaku dan jutek.

Abah dan Umi beserta keluarga duduk di samping kakek dan nenek kemudian mengutarakan tujuan kedatangan mereka ke sini. Apakah mereka ingin melamarku? Oh, tidak mungkin, Fia. Khayalanmu terlalu tinggi. Aku menggelengkan kepalaku pelan.

“Assalamu’alaikum, Mbah. Niat kami ke sini untuk mendoakan almarhum dan almarhumah Pak Mujib dan Ibu Kartini. Semoga amal ibadah mereka diterima, mendapatkan pengampunan dan mendapat tempat yang layak di sisi-Nya.

Zam, kamu yang memimpin doa, ya!” Abah meminta Gua Azam untuk memimpin doa.

“Eh, kenapa saya, Bah?” Wajah Gus Azam tampak terkejut.

Baru kali ini aku melihat ekspresi Gus Azam yang seperti itu. Tanpa sadar aku memandangnya dan dia juga menatapku.

“Astaghfirullahalazim.” Aku segera menundukkan kepala.

“Ada apa, Fia?” tanya umi sambil tersenyum.

Apakah umi melihatku barusan? Semoga saja tidak. Mau ditaruh di mana mukaku ini? Aku semakin menundukkan kepala. Bagaimana jika semua orang di sini melihatku menatap Gus Azam? Padahal yang mereka ketahui aku menyukai Gus Anam.

“Tidak ada apa-apa, Umi. Fia hanya–“ Hanya apa? Aku bingung harus mengatakan apa.

“Kamu yang akan menggantikan Abah selanjutnya, Zam. Jadi kamu harus mulai terbiasa dari sekarang!” Sekali lagi abah memperingatkan Gus Azam. Dia adalah anak pertama sekaligus orang yang akan melanjutkan perjuangan abah mengurus pesantren.

Syukurlah, aku tidak perlu menjawab pertanyaan Umi.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Hmmm......Apakah Shafia akan menjalankan hidupnya. seperti yg dibayangkannya?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status