Share

Bab 4

Author: Stary Dream
last update Huling Na-update: 2025-07-18 19:04:12

Sudah satu bulan tinggal bersama. Harum semakin tidak nyaman saja dibuatnya. Apalagi mertuanya ini malah condong untuk selalu mengikuti kemauan dari anak sulung serta cucu laki-lakinya.

Bukannya Harum tak tahu kalau ada sosis dan nugget di dalam freezer. Tapi dia enggan untuk menyentuh walau anaknya ini terus mendesak.

"Ayolah buu.. mau makan sosis goreng." Pinta Shanum memelas.

"Itu punya Gibran, sayang." 

"Minta sedikit aja.." 

Mau tak mau Harum jadi meminta izin pada Zulfa untuk membagi sosis milik Gibran untuk anaknya.

"Ambil aja nggak papa. Itu ibu yang beli kok."

Bahu Harum merosot. Dia pikir Zulfa yang membeli. Rupanya, malah mertuanya. Itu artinya, yang dipakai adalah uang suaminya. Kalau begitu Harum tak sungkan lagi.

Baru saja mau nikmat makan sosis, Farida sudah menegur.

"Jangan banyak-banyak. Itu punya Gibran. Kasian dia lagi susah makan."

"Iya, bu." Jawab Harum seadanya.

Dalam hati ingin memprotes tapi tak bisa. Ia merasa tak punya hak di rumah ini.

Hari minggu tiba, pagi sekali Zulfa, Gibran dan Farida sudah bersiap-siap pergi ke pasar pagi.

"Mau jalan sebentar ngelepas penat." Ucap Zulfa.

"Ya, hati-hati di jalan." Ucap Adam tanpa menoleh. Dia sibuk merokok di teras depan.

"Bagi uang, dam. Kasihan keponakanmu nanti mau jajan di luar."

Adam melirik Farida.

"Kenapa melirik ibu?" Farida jadi heran.

Adam hanya menggeleng. Tapi tangannya tepat mengambil dompet dari dalam kantong celananya dan menyerahkan uang 20 ribu.

"Ya ampun 20 ribu dapet apaan?" Zulfa memprotes.

"Memang siapa sih yang mau jajan? Gibran apa mama sama neneknya?"

"Kamu ini pelit banget sama saudara!"

"Astaga!" Adam berdecak. Dia lalu menukar uang tadi dengan lima puluh ribu. "Sudah! Habis uangku."

Zulfa tersenyum senang mendapatkan uang jajan dari Adam. Dia bersama ibu dan anaknya berpamitan pergi. Sementara, Harum hanya mengamati.

"Mas.." tegur Harum.

Adam berdeham.

"Hari ini sibuk apa?" Harum ikut duduk di sebelah suaminya.

"Nggak ada. Ini hari libur, kan?" Tanya Adam balik.

"Kita jalan-jalan ajak Shanum, yuk. Bosan di rumah terus."

"Mau kemana?" Tanya Adam malas.

"Jalan ke taman yang di belakang boleh juga."

"Aku belum beli bensin motor."

"Kita beli sekalian jalan." Ucap Harum sambil tersenyum

Adam langsung menoleh ke istrinya. Benar-benar tidak mengerti kode.

"Aku nggak punya uang. Pasti disana Shanum mau jajan."

"Nggak usah jajan, mas. Jalan-jalan aja.. kita cari udara segar. Udah lama banget kita nggak jalan.."

Adam menggeleng. "Nggak, ah. Mau istirahat."

Adam main pergi saja setelah menolak ajakan Harum. Melihat respon suaminya, Harum merasa sedih. Padahal dia hanya ingin quality time. Tapi suaminya malah menolak.

*

Harum sedikit bersyukur karena lauk makanan sudah ada kemajuan. Menu ikan asin paling muncul dua minggu sekali. Sisanya hanya ada ayam goreng, daging dan ikan sungai lainnya yang diolah begitu enak. Siapa lagi yang memasak kalau bukan ibu mertuanya.

Itu karena, Zulfa dan Gibran yang begitu pemilih.

Namun, Harum selalu mendengar gerutuan suaminya. Masalahnya, uang gaji yang biasa habis dalam satu bulan. Kini hanya bertahan dua minggu. Apalagi Gibran ini doyan jajan. Sedikit-sedikit minta pada Adam. Kalau Adam mengomel, maka Farida akan mengungkit jasa Zulfa dalam hidupnya.

Zulfa sendiri enggan meminta nafkah dari suaminya. Sepertinya Handi ini satu tipe dengan Adam. Sama-sama lupa akan tanggung jawabnya kepada istri dan anaknya.

"Mas.. Shanum minta uang jajan." Pinta Harum lembut. Biasanya, Adam akan memberi uang mingguan untuk uang saku Shanum dan disanalah Harum bisa mengatur untuk kepentingannya juga.

"Nih!" Adam menyodorkan.

"Kok segini, mas? Uang jajannya dikurangin?" Tanya Harum bingung.

"Ya. Lagian dia masih kelas 1 SD. Nggak usah jajan sembarangan, nanti sakit. Bawain bekal aja. Kulihat di freezer ada sosis sama nugget."

"Itu punya Gibran." Jawab Harum pelan.

"Nggak, ah! Itu punya sama-sama." 

Adam jadi bangkit dari duduknya dan memanggil Farida.

"Kenapa?" Farida muncul dari dalam kamar setelah namanya dipanggil.

"Siapa yang nyetok makanan frozen di freezer?" Tanya Adam.

"Ibu. Untuk Gibran."

"Pakai uang siapa belinya?" Adam mulai lagi.

"Pakai gaji kamu, lah. Pakai uang siapa lagi?"

"Nah, denger Rum. Itu artinya Shanum juga boleh makannya. Bawa itu aja untuk bekalnya di sekolah." Sambung Adam pada Harum.

"Apa?" Farida terkejut. "Nanti cepat habis, dong. Kasihan Gibran. Dia itu makannya pemilih, dam."

"Kalau habis ya tinggal beli. Apa susahnya sih, bu?"

"Terus uangnya darimana? Kamu dimintain uang tambahan aja ngedumel." Kilah Farida.

"Berarti Gibrannya diajarin jangan terlalu pemilih, bu. Setiap hari kan ibu udah masak ayam goreng. Cobalah bujuk dia makan itu." Adam berusaha bijak.

"Kamu ini nggak ngerti karena kamu nggak ngerasain susahnya ngasih makan Gibran, dam!" Seru Farida tak mau kalah.

"Ya kalau kita ngikutin maunya. Ya begitu terus jadinya. Uang jadi cepat habis karena selalu jajan di luar."

"Kamu!" Farida berdecak. Dia jadi tersinggung. "Jadi maksudmu ibu boros begitu?"

"Ya Tuhan.. bukan begitu maksudnya." Suara Adam penuh penekanan.

"Bulan depan suruh istrimu aja yang pegang uang gajimu. Jangan ibu!" Farida langsung masuk ke kamar dan membanting pintu. Dia jadi sakit hati akan ucapan Adam. Walau Adam tak bermaksud begitu.

Adam dan Harum jadi saling melirik. Ditambah Harum yang jadi tak enak hati. Awalnya karena uang saku anaknya, eh malah menjalar ke masalah gaji.

Gajian tiba. Farida tak mau menerima uang bulanan dari Adam. Jadilah, Harum yang memegang kendali. Harum membagi semuanya, untuk biaya listrik dan air. Membeli sembako bulanan dan sayur-sayuran per tiga hari. Tak lupa ia sisihkan untuk dirinya juga Shanum. Apalagi bulan ini, Shanum akan pergi ikut study di luar bersama teman sekelasnya.

Mau tapi malu. Farida akhirnya meminta uang pada Adam atas desakan Zulfa. Alasannya untuk membeli susu Gibran.

"Uang gajiku masih ada?" Tanya Adam pada istrinya.

"Masih, mas."

"Sisa berapa?"

"Masih ada satu juta. Kenapa mas?" Harum jadi was-was.

"Mas minta untuk kebutuhan Gibran beli susu."

"Memangnya mas Handi nggak ngirim uang untuk anaknya?" Tanya Harum polos.

Adam tersentak. Benar juga kata istrinya. Dia lalu beralih lagi pada Farida. Baru saja bertanya, Zulfa jadi emosi.

"Kenapa jadi marah, mbak? Aku kan nanya baik-baik. Memang suamimu nggak ngirim uang?"

"Asal kamu tahu, dam. Semasa kamu kuliah, mbak nggak pernah perhitungan sama kamu. Tapi ini.. mbak cuma minta dibelikan susu untuk Gibran aja kamu perhitungan."

"Bukan perhitungan.."

"Apa istrimu yang nggak kasih uang? Jahat sekali kalian ini sama saudara sendiri." Potong Zulfa sambil menangis. Terpaksa Farida menenangkan anak perempuan semata wayangnya.

Mendengar itu, Adam hanya mengurut dada. Dia lalu kembali ke kamar menemui istrinya. Rupanya, Harum mendengar semuanya. Tak ingin dicap sebagai menantu dan ipar yang jahat, ia memberikan semua sisa gaji suaminya.

"Biar ibu aja yang pegang, mas. Nanti kalau butuh apa-apa aku bisa minta ke kamu." Ucap Harum tersendat.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aku Tak Butuh Nafkah Darimu   Bab 8

    "Kamu jangan seperti itu, Zulfa. Bagaimanapun, Gibran itu anakku!" Handi berkata tegas. Zulfa menggeleng. "Bukannya sudah aku bilang kalau aku mau bercerai?"Astaga! Farida sampai menoleh kanan-kiri. Pas sekali ini jam besuk pasien. Pertengkaran ini menjadi tontonan gratis pengunjung rumah sakit."Sudah cukup kalian ini.." Farida berkata lembut. "Handi hanya ingin menjenguk anaknya. "Menafkahi saja nggak pernah. Sok-sok an mau menjenguk!" Ketus Zulfa. "Lagian tau dari mana kamu kalau Gibran dirawat? Sebelum-sebelumnya kamu nggak pernah nanya-nanya soal anakmu!" "Adam yang ngasih tahu aku tadi." Jawab Handi. Yang disebut namanya langsung membuang muka."Kamu!" Hardik Zulfa pada Adam."Terserah kalau kalian mau bertengkar. Tapi, ingat! Ini rumah sakit. Nggak malu dari tadi dilihat orang." Ucap Adam jengah. Niatnya baik ingin mempertemukan ayah dan anak, eh malah ujungnya jadi ribut.Gibran yang tertidur sontak menangis terkejut atas keributan ini. Zulfa pun langsung memeluk anaknya

  • Aku Tak Butuh Nafkah Darimu   Bab 7

    Tepat pukul 8 pagi, Adam dan Farida tiba di rumah. Pintu depan beberapa kali diketuk dan tak terdengar sahutan dari dalam. Akhirnya, Farida sadar jika rumah sedang kosong. Kunci pintu berada di pot bunga gantung tempat biasanya mereka memang menaruh kunci ketika bepergian."Istrimu kemana?" Farida penasaran karena tumben sekali menantunya ini tidak di rumah. Adam pun bingung. Istrinya tak pernah pergi tanpa izin. Ia lalu mengambil ponsel dan menghubungi Harum. Namun, Nihil jawaban. Bukan dia tak tahu kalau Harum menelponnya semalaman, tapi dia sengaja tak mengangkatnya.Kepala Adam begitu sakit dan dia ketiduran. Paginya, dia sudah sibuk membeli sarapan untuk Farida dan Zulfa di rumah sakit.Ini saja, Farida harus kembali ke rumah sakit lagi. Mereka kembali hanya untuk menaruh pakaian kotor saja."Abis makan siang aja kita ke rumah sakit lagi." Farida menghela nafas setelah merendam pakaian kotor dari rumah sakit.Adam mengiyakan."Kamu nggak apa izin kerja terus?""Kepotong cuti, bu

  • Aku Tak Butuh Nafkah Darimu   Bab 6

    Dengan berat hati, Harum tak mengizinkan anaknya untuk mengikuti kegiatan belajar di luar. Termasuk berekreasi ke kebun binatang. Terpaksa Harum memberi alasan kalau mereka ada acara keluarga. Supaya Shanum tidak terlalu malu.Tapi tetap saja Shanum memprotes."Kamu kan masih batuk, sayang.." Harum membujuk. "Kalau misalkan nanti batuknya tambah parah gimana?"Sebenarnya sebelum Gibran jatuh sakit. Shanum sudah batuk terlebih dahulu, akan tetapi tak separah sepupunya.Shanum hanya bisa cemberut."Maaf, ya.. ibu janji suatu saat nanti ibu akan ajak kamu jalan-jalan." Harum mengeluarkan jari kelingkingnya."Janji ya, bu?" Shanum mengaitkan jarinya pada ibunya. Sedih pasti. Tapi mau bagaimana lagi.Melihat anaknya yang selalu legowo menerima keputusan orang tuanya membuat Harum menjadi sedih. Di usianya sekecil ini, Shanum selalu dituntut untuk mengerti kondisi orang tuanya. Namun, Harum berjanji. Jika ia punya uang nanti. Dia akan membuat Shanum bahagia.Tapi, bagaimana caranya? Sedangk

  • Aku Tak Butuh Nafkah Darimu   Bab 5

    Kendali keuangan dipegang lagi oleh Farida sebagai yang tertua. Selama itu juga, Harum bisa melihat Zulfa dan ibunya yang senang sekali ke pasar untuk berbelanja. Padahal, kebutuhan dirasa cukup kemarin dibeli oleh Harum.Harum hanya bisa berpikiran positif. Mungkin ada keperluan yang lain di luar sana. Yang pasti, dia patut bersyukur karena uang saku untuk anaknya sudah ia sisihkan. Begitu juga uang untuk membeli skincare. Harum juga masih ingat untuk memberikan uangnya untuk tante Sri yang katanya tengah kesulitan ekonomi. Sesuai janjinya pada Mulya.Namun ada satu pengeluaran yang tak terduga. Ya, sumbangan sekolah sebelum siswa melalukan ujian akhir. Harum terpaksa harus meminta lagi kepada suaminya."Akal-akalan gurunya aja itu. Nggak usah kasih." Sanggah Adam. Dia tak percaya. Masalahnya, Shanum ini bersekolah di sekolah negeri.Sebab tak diberi uang, terpaksa Harum mengeluarkan uang yang ia tabung untuk keperluan Shanum kegiatan b

  • Aku Tak Butuh Nafkah Darimu   Bab 4

    Sudah satu bulan tinggal bersama. Harum semakin tidak nyaman saja dibuatnya. Apalagi mertuanya ini malah condong untuk selalu mengikuti kemauan dari anak sulung serta cucu laki-lakinya.Bukannya Harum tak tahu kalau ada sosis dan nugget di dalam freezer. Tapi dia enggan untuk menyentuh walau anaknya ini terus mendesak."Ayolah buu.. mau makan sosis goreng." Pinta Shanum memelas."Itu punya Gibran, sayang." "Minta sedikit aja.." Mau tak mau Harum jadi meminta izin pada Zulfa untuk membagi sosis milik Gibran untuk anaknya."Ambil aja nggak papa. Itu ibu yang beli kok."Bahu Harum merosot. Dia pikir Zulfa yang membeli. Rupanya, malah mertuanya. Itu artinya, yang dipakai adalah uang suaminya. Kalau begitu Harum tak sungkan lagi.Baru saja mau nikmat makan sosis, Farida sudah menegur."Jangan banyak-banyak. Itu punya Gibran. Kasian dia lagi susah makan.""Iya, bu

  • Aku Tak Butuh Nafkah Darimu   Bab 3

    Sudah dua minggu Zulfa dan anaknya tinggal dirumah ini. Selama itu juga stok bahan makanan terkuras.Contohnya ini, beras yang biasanya cukup satu karung untuk satu bulan malah habis dalam dua minggu. Minta pada Adam, lelaki ini malah mendumel."Nggak mungkin juga ibu minta sama mbakmu, nak!" Sanggah Farida."Aku nggak bermaksud perhitungan, bu. Tapi gimana ya? Ini masih tengah bulan. Masih lama gajian. Gajiku semuanya kan sdh ku kasih ke ibu.""Ya sudah, kalau gitu kita nggak usah makan aja semua." Farida jadi merajuk."Bukan begitu maksudnya, bu." Adam jadi tak enak hati. Takut Farida tersinggung."Harusnya kamu jangan hitung-hitungan gitu dong sama mbakmu. Inget nggak atas jasa siapa kamu bisa kuliah kalau bukan karena Zulfa? Dia sampai mengalah demi kamu. Dia ikut nyari uang untuk biayain kamu kuliah." Kalau sudah begini, Adam hanya bisa menghela nafas panjang. "Ya sudah. Adam liha

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status