Kedatangan Ratih sedikit banyak membuat Naya semakin ingin berpisah dari Hanan. Dia ingin Ratih menyesal karena telah memperlakukannya dengan tidak baik selama dia menjadi istri Hanan.Bukan Naya menghina atau meremehkan, tapi dengan pekerjaan Hanan sebagai karyawan kantor dengan pangkat biasa saja mana cukup untuk menutupi gaya hidup Ratih.Selama ini Nayalah yang selalu mengalah tentang gaji Hanan. Ratih selalu mengatur keuangan Hanan walaupun mereka sudah menikah begitu lama. Sejujurnya Naya tak pernah mempersoalkannya karena dia mengira dengan begitu Ratih akan mau menerimanya dengan baik. Tapi semua sikap mengalah Naya ternyata tidak pernah dianggap oleh Ratih sama sekali.Untung saja Ratih tidak mengetahui bahwa Naya memiliki sebuah restoran, jika Ratih mengetahuinya mungkin sikapnya akan lebih merepotkan Naya lagi.Ada untungnya juga Naya tidak memberitahukan usaha yang telah dia bangun dari sebelum menikah. Karena jika Naya mempunyai barang mewah ataupun yang lainnya Ratih ak
Pov HananSelama enam hari dirawat di rumah sakit kondisi Melisa sudah membaik, hari ini dia sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Aku benar-benar bahagia akhirnya aku akan menjadi seorang Ayah.Walaupun aku menyayangkan kenapa bukan Naya yang mengandung anakku. Tapi semua tak mengurangi rasa bahagiaku. Aku sudah terlalu lama menantikan kehadiran anak dalam rumah tanggaku.Setelah mengurus biaya selama Melisa dirawat kami pun bergegas untuk pulang. Aku menuntun Melisa berjalan, aku takut jika nanti Melisa terjatuh karena masih dalam keadaan sedikit lemah.Aku akan menjaga kandungan Melisa dengan baik dan hati-hati karena aku sungguh sangat mengharapkan kehadiran seorang anak. Aku membayangkan akan bermain-main dengan anakku kelak setelah dia lahir.Kami berjalan perlahan keluar dari rumah sakit menuju mobil. Setelah sampai aku membukakan pintu mobil untuk Melisa, "Hati-hati, Mel," ujarku pada Melisa."Iya Mas, terima kasih," jawab Melisa sembari masuk ke dalam mobil diikuti oleh
Mentari pagi mulai menampakkan dirinya, Hanan pun bersiap mulai bekerja kembali setelah cuti karena merawat Melisa kemarin. Dia bergegas bersiap untuk berangkat kerja.Melisa sedang sibuk menyiapkan sarapan di dapur bersama Ratih, Hanan menunggunya sambil membaca koran dan menyesap secangkir kopi. Hanan berencana ingin kembali membujuk Naya setelah pulang dari kerja. Dia harus berusaha meyakinkan Naya untuk mau menerima keputusannya. Harapan Hanan, Naya sudah berubah pikiran.Tok ... tok ... tok.Bunyi ketukan pintu membuat Hanan mendongak dan menatap ke arah pintu. Saat dia akan beranjak membuka pintu, Melisa datang dari arah dapur."Biar aku saja Mas yang membukanya," ucap Melisa sembari berjalan menuju pintu.Netra Hanan melihat seorang pria muncul dari balik pintu yang dibuka oleh Melisa. Sayup-sayup Hanan mendengar pria tersebut berbincang dengan Melisa. Netra Hanan memicing melihat siapa gerangan yang datang pagi-pagi."Maaf Bu, apa benar ini alamat rumah Bapak Hanan?" tanya Al
"Assalamu'alaiku Ibu Naya," sapa Alan melalui sambungan telfon."Wa'alaikum salam Pak Alan. Ada apa Bapak menelfon saya?" Naya menjawab Alan penasaran."Saya mau mengabarkan bahwa saya baru saja dari rumah Bapak Hanan untuk memintanya menandatangani surat pernyataan perceraian, tetapi Pak Hanan tidak mau menandatanganinya, Bu.""Lalu saya harus bagaimana, Pak?" Naya sudah menduga bahwa Hanan akan menolak untuk bercerai dengannya."Ibu jangan khawatir, kita masih punya banyak jalan. Bagaimana pun caranya saya akan membantu Ibu dengan semua kemampuan saya." Alan mencoba menenangkan kleinnya itu."Terima kasih banyak, Pak. Saya akan menunggu hasil kerja Bapak.""Baik Bu." Alan pun mematikan sambungan telfon.Hati Naya gusar memikirkan jika Hanan tetap tidak mau berpisah dan mencoba menghalangi perpisahan mereka. Dia sudah tidak mau berlama-lama mempertahankan rumah tangganya itu. Sudah cukup dia selalu mengalah dan berkorban selama ini.Apalagi sekarang Melisa sedang hamil, tentu Naya le
Dering bunyi alarm ponsel membangunkan Naya dari tidur, setelah kelelahan karena bertengkar dengan Hanan dia tertidur. Netra Naya mengerjap pelan, dia merasa netranya masih berat untuk terbuka lebar.Tak terasa waktu sudah menjelang malam, Naya beranjak dari ranjang dan berlalu menuju kamar mandi. Dia membasuh wajahnya agar sedikit lebih segar.Setelah selesai dari kamar mandi Naya berjalan menuju dapur, perutnya sangat lapar sekarang. Tapi dia terkejut saat membuka pintu kamar, melihat Hanan tertidur bersandar pada dinding di samping pintu.Naya tidak menyangka bahwa Hanan masih ada di rumahnya, dia mengira Hanan sudah pulang sejak tadi. Ingin sekali Naya mengurungkan saja mengambil makanan, tapi perutnya semakin meronta minta diisi. Akhirnya Naya pun berlalu menuju dapur tanpa menghiraukan Hanan.Untunglah saja Naya tidak perlu memasak lagi, dia hanya menghangatkan makanan yang dimasaknya tadi pagi. Naya mulai makan dengan cepat, takut kalau Hanan akan segera terbangun. Dia masih m
Netra Naya mengerjap pelan memandang cahaya lampu, dia mulai tersadar dari pingsan karena tak kuasa menahan rasa sakit akibat pukulan Hanan. Naya merasakan tubuhnya remuk redam, seluruh tubuhnya merasakan sakit luar biasa. Dia mengumpulkan tenaga untuk bangkit dari pembaringan.Setelah mempunyai sedikit tenaga, Naya beranjak duduk, dia membekap mulutnya menahan rintihan akibat merasakan sakit di sekujur tubuhnya saat digerakkan. Netra Naya lihat Hanan sedang tertidur pulas setelah melepaskan amarahnya, Naya menatap penuh kebencian padanya. Lelaki yang dulu sangat dia cintai dan memperlakukannya dengan lembut berubah menjadi kejam sekarang.Naya menyibak pelan selimut yang menutup tubuhnya, takut Hanan akan terbangun jika dia terlalu banyak mengeluarkan suara. Langkah Naya tertatih mengambil ponselnya.Setelah mengambil ponsel, Naya berjalan menuju pintu, dia memutar kunci pintu dengan pelan takut menimbulkan suara, agar Hanan tidak terbangun dari tidurnya.Saat pintu berhasil terbuka
"Kenapa bisa menjadi seperti ini, Ibu Naya?" tanya Alan memandang Naya iba saat melihat kondisi wajahnya yang penuh memar karena pukulan Hanan."Mas Hanan tidak mau berpisah dengan saya, Pak. Mungkin Mas Hanan sedang dalam keadaan tidak sadar. Sebelumnya belum pernah Mas Hanan melayangkan tangannya pada saya, Pak," ucap Naya sendu."Lalu sekarang apa yang Ibu inginkan?""Saya tetap ingin berpisah dengan Mas Hanan, tolong urus kasus kekerasan ini agar saya bisa secepatnya berpisah dari Mas Hanan," tegas Naya."Baik, Bu. Apa tidak mengapa jika nantinya Pak Hanan harus ditahan karena telah melakukan kekerasan?""Tidak, saya sudah tidak peduli lagi padanya. Lakukanlah semua yang terbaik untuk saya, Pak," ucap Naya memandang serius pada pengacara muda tersebut untuk meyakinkan bahwa dia tidak mengapa jika Hanan sampai berada di balik jeruji penjara."Baiklah, Bu. Kita akan melakukan visum pada Ibu sebagai bukti bahwa Pak Hanan telah melakukan kekerasan pada Ibu Naya.""Baik, Pak. Tetapi sa
Hanan terbangun dari tidurnya, dia meraba kasur di sebelahnya yang sudah kosong. Hari masih gelap saat kedua matanya terbuka. Hanan seketika panik saat menyadari bahwa Naya sudah tidak ada lagi di ranjang.Dia bergegas bangkit dari ranjang berlari mencari keberadaan Naya, dibukanya pintu kamar mandi berharap Naya sedang ada di dalam kamar mandi. Namun, nihil tidak ada siapa pun di sana.Hanan semakin panik, dia melangkahkan kaki cepat menyusuri setiap sudut rumah berharap menemukan keberadaan Naya. Tetapi, sudah semua sudut rumah dia telusuri tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Naya sedikit pun.Hanan semakin frustasi kehilangan Naya, dia sadar telah memperlakukan Naya dengan buruk. Hanan sedang dalam keadaan emosi yang membutakan mata hatinya.Hanan terduduk di lantai meremas rambut di kepalanya. Dia menyesal telah melukai Naya baik fisik maupun hatinya. Hanan sedang khilaf, pikirannya sedang tidak pada tempatnya kemarin.Yang ada dalam pikirannya hanya tidak ingin Naya pergi dari