Tak lama setelah itu, Laura mencoba mendekati desainer interior lain, Doni. Ia pernah bekerja sama dengan Doni dalam beberapa proyek besar, dan hasilnya selalu memuaskan. Ia pikir, mungkin Doni bisa jadi solusi terakhirnya.
“Dia pasti bisa melakukannya dengan lebih baik,” pikir Laura. Karena sudah bulat dengan keputusannya, Laura tidak lagi menunggu lama. Laura pun menghubungi Doni dan memberikan proyek itu padanya. Ia berharap, komunikasi antara Doni dan Kenan akan lebih baik dibanding sebelumnya. “Bagaimana?” tawar Laura melalui sambungan telepon. Laura menunggu beberapa saat, tetapi ekspresinya sama sekali tidak berubah. Dia masih penuh emosi sejak tadi. “Sudah aku katakan. Kamu hanya perlu fokus pada pekerjaan ini, dan berhenti melakukan tugas yang lain,” kata Laura penuh penekanan. Entah apa yang terjadi dengan para karyawan saat iSetelah percakapan yang tegang antara Rival dan Doni itu, Doni pun menghubungi Laura. Suaranya terdengar berat saat berbicara di telepon. “Maaf, aku tidak bisa melanjutkan proyek ini. Aku sudah berusaha, tapi tidak ada satu pun yang berhasil menembus keinginannya. Aku tidak mau mengorbankan reputasiku dengan terus mencoba-coba.” ucap Doni menjelaskan. Laura yang mendengar itu terdiam cukup lama. Jantungnya berdegup lebih cepat, dan keringat mulai membasahi telapak tangannya. “Kamu menyerah?” tanyanya dengan suara nyaris tidak terdengar. “Bukankah sudah aku katakan bahwa kamu tidak boleh mundur dari proyek ini?” ucap Laura yang kembali geram. “Ya. Aku tahu batasku. Dan maaf, Tuan Kenan, dia punya ekspektasi yang tidak bisa kudapatkan.” balas Doni. Laura menutup telepon dengan tangan gemetar. Ia duduk diam di kursinya, menatap kosong ke arah jendela. Matahari mulai tenggelam, dan kantor mulai sepi. Tapi di dalam dadanya, kekacauan just
Tak lama setelah itu, Laura mencoba mendekati desainer interior lain, Doni. Ia pernah bekerja sama dengan Doni dalam beberapa proyek besar, dan hasilnya selalu memuaskan. Ia pikir, mungkin Doni bisa jadi solusi terakhirnya. “Dia pasti bisa melakukannya dengan lebih baik,” pikir Laura. Karena sudah bulat dengan keputusannya, Laura tidak lagi menunggu lama. Laura pun menghubungi Doni dan memberikan proyek itu padanya. Ia berharap, komunikasi antara Doni dan Kenan akan lebih baik dibanding sebelumnya. “Bagaimana?” tawar Laura melalui sambungan telepon. Laura menunggu beberapa saat, tetapi ekspresinya sama sekali tidak berubah. Dia masih penuh emosi sejak tadi. “Sudah aku katakan. Kamu hanya perlu fokus pada pekerjaan ini, dan berhenti melakukan tugas yang lain,” kata Laura penuh penekanan. Entah apa yang terjadi dengan para karyawan saat i
Pada akhirnya, mundurnya Rio dari proyek yang diberikan Laura mulai terdengar di telinga Rival. Bahkan sejak awal, dia sudah bisa menebak bahwa tidak ada yang bisa tahan dengan perilaku dingin Kenan. Tak lama kemudian, Rival mengetuk pintu ruangan Kenan. “Ada apa?” tanya Kenan tanpa menoleh dari layar laptopnya. “Desain interior yang kamu minta… desainer yang ditunjuk Laura, Rio. Dia memutuskan untuk mundur,” kata Rival dengan hati-hati. Kenan mengangkat alis. “Dia mundur?” “Ya. Katanya kamu terlalu sulit dihubungi. Dia tidak bisa bekerja hanya berdasarkan teks.” jelas Rival. Dia mulai bersiaga dengan apa yang akan Kenan katakan setelah ini. “Kalau begitu cari orang lain. Aku tidak punya waktu untuk berurusan dengan orang yang mudah menyerah,” sahut Kenan dingin. Rival ragu sejenak sebelum kembali berbicara. “Aku mendengar bahwa adik Bu Laura adalah seorang
Dua hari telah berlalu sejak Kenan yang terus bergelut dengan pemikirannya itu. Kini, dia mulai bisa kembali fokus dengan pekerjaan yang tanpa sadar sudah dia lupakan.Tiba-tiba saja, Kenan mendengar suara ketukan di pintu ruangan kerjanya itu.“Permisi bos!” ucap Rival. Asisten pribadi Kenan.Kenan meliriknya sejenak, meski tidak benar-benar berminat. “Ada apa?” tanya Kenan singkat. Dia seolah ingin mengatakan pada Rival agar tidak bertele-tele.Rival mengambil tempat di hadapan Kenan, meskipun berusaha tidak mengganggu atasannya itu.“Begini, untuk proyek desain ruangan kerjamu, apakah kamu sudah menemukan seseorang?” tanya Rival.Rival memang tidak terlalu kaku ketika hanya berbincang berdua dengan Kenan seperti saat ini. Itu karena mereka memang seumuran, dan sudah bekerja sama cukup lama.Mendengar pertanyaan itu, Kenan lantas menghentikan kegiatannya. Dia melepaskan kacamatanya sejenak, sebelum mulai berbicara.
Kenan melempar jas mahalnya ke sembarang arah, membiarkannya jatuh tanpa peduli. Satu per satu, ia melepas pakaiannya, seolah ingin melepaskan beban yang menyesakkan dadanya. “Ini mulai melelahkan,” ujarnya.Langkahnya menuju kamar mandi terasa berat, namun ia tetap melangkah. Begitu air shower menyentuh kulitnya, kenangan siang tadi kembali menghantui pikirannya.Flashback: Siang Hari di Kantor"Apa kamu yang meminta Daddy agar menyuruh Natasya mendesain ruangan kerjamu?" tanya Laura dengan nada tidak suka, yang bisa didengar jelas oleh Kenan.Bahkan tanpa berpikir panjang, Kenan lantas menganggukan kepala. “Itu benar." balas Kenan tanpa ragu sedikitpun.Mendengar itu, Laura tentu saja terkejut. Dia sudah menduga bahwa Natasya pasti akan menggunakan cara licik agar bisa mendapatkan perhatian Kenan.Meski begitu, Laura tidak ingin menghancurkan suasana bail di antara mereka saat ini. Jadi sebisa mungkin, dia mengendalikan emosinya.“Apa kamu serius? atau itu karena ada seseorang yang
Natasya berjalan dengan langkah santai menuju ruang kerja Kevin. Sepasang high heelsnya berdenting ringan di atas lantai marmer, seolah tidak membawa beban apapun. Namun kenyataannya, pikirannya dipenuhi pertanyaan.Setibanya di depan pintu kaca buram yang tentu saja ruangan kerja Kevin, ia mengetuk pelan lalu membukanya.“Kevin!” panggil Natasya dengan ramah.Kevin yang sedang membaca laporan di mejanya, menoleh cepat. “Iya, Nat?” jawab Kevin.Dia beranjak dari posisi duduknya dan segera menghampiri Natasya. “Apa kamu memerlukan sesuatu?” tanya Kevin langsung.Mendengar itu, Natasya lantas mengangguk seraya tersenyum lebar, “Aku membutuhkanmu,” balas Natasya.Dia melirik arloji yang melingkar di tangannya sejenak, sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, “Ayolah. Ikut denganku sebentar,” ucap Natasya, meskipun dia juga tidak berniat memberikan penjelasan.Kini dahi Kevin mulai berkerut, tetapi ia mengangguk dan bergegas mengambil barang-barangnya, tanpa banyak bertanya lagi.Akhirnya