Tak lama Mira dan Risa saling berbisik berdua. Entah apa yang dibicarakannya.
[Aku menghubungi polisi, Shania. Pemeras itu akan tertangkap! Biar saja jika video itu tetap viral, yang penting pemeras itu jera.] Sebuah pesan masuk ke ponselku. Tentunya mama mertua yang mengirimkannya.Tadi Risa mengatakan soal polisi, apa ini ada hubungannya dengan pesan dari Mama mertua?"Ada apa Risa, Mira?" tanyaku pura-pura tak tahu.Mereka melirikku sekilas lalu kembali mengabaikanku."Apa karena kasus pemerasan itu?" tanyaku langsung ingin tahu respons mereka.Seketika mereka menghentikan pembicaraannya yang entah apa itu. Menatapku seperti yang tak percaya."Aku tahu semuanya, kalian yang melakukan pemerasan pada Ibunya Dani, kan?"Kulihat mereka makin terbelalak."Jadi kau memasang harga 500 juta, untuk sebuah video es*k-es*k yang kau perankan sendiri? Apa tidak terlalu mahal, Risa?" umpatku.Risa dan MirSetelah Risa dan Mira dipolisikan seminggu yang lalu, hidupku makin terasa lega. Tak ada lagi teror-teror yang datang, aku pun mulai kembali fokus pada bisnisku. Akhirnya aku dan Salsa merekrut beberapa pegawai baru agar pekerjaan lebih efektif lagi. Apalagi kehamilanku kini makin terasa berat, sehingga tak bisa turun langsung secara maksimal.Mual kerap kali datang, badanku pun sering terasa lemah karena makanan yang masuk hanya sedikit. Baru aku mengerti beratnya perjuangan seorang Ibu. Bahkan saat hamil pun tidak mudah menjalaninya.Kadang aku berpikir, mungkin akan menyenangkan jika menjalani kehamilan yang berat ini dengan dukungan penuh suami tercinta. Tapi, yang terjadi padaku malah kesendirian, kesepian, juga rasa sakit hati yang tak mudah untuk dienyahkan begitu saja.Ah ... tapi kini rasanya tak ada waktu untuk sekedar meratapi nasib, aku harus bangkit berdiri. Kini bersama Salsa aku harus bisa menghidupi keluargaku. Juga ada beberapa karyawan yang menggantungkan hidupnya p
Betapa jantungku berdetak kencang ketika kutemukan kartu berobat dari sebuah klinik bidan. Disana tercatat jelas riwayat kehamilan yang sama dengan yang kumiliki. Dari data tersebut tertulis bahwa kandungan Salsa berusia lima bulan. Sungguh aku tak percaya bahwa semua kecurigaanku benar adanya. Salsa hamil, dan ia menyembunyikannya dariku. Mungkin dari ibu dan bapak juga. Lalu dengan siapa dia hamil sebenarnya?"Kakak, apa yang kakak lakukan di sini?" Tiba-tiba saja Salsa sudah datang dan memergokiku berada di kamarnya. Ia melihat kertas yang tengah kupegang. Dengan kasar Salsa merebut kertas tersebut dan meremasnya."Jangan ikut campur urusanku. Pergi sana dari kamarku!" usirnya keras. Nafasnya naik turun penuh emosi. Entah siapa yang seharusnya marah kini. Karena aku pun begitu murka pada dirinya yang telah menyembunyikan semua dan juga telah berlaku tidak senonoh."Salsa, katakan padaku siapa yang telah menghamili
"Maaf"Itulah yang dikatakannya saat aku mengunjunginya di penjara sehari setelah kejadian pagi itu Setelah mengetahui kebusukan Dani terhadap Salsa, kami sekeluarga merasa hancur berkeping-keping. Tak ada lagi matahari dalam rumah, yang ada hanyalah mendung.Salsa bilang semua terjadi karena ia mencintainya. Mencintai lelaki yang kebetulan menjadi istri kakaknya itu. Hingga dengan bodohnya ia mau saja menyerahkan segalanya pada lelaki berengs3k tak tahu diri."Aku tak tahu Salsa hamil, Shania! Dia tak pernah mengatakannya. Maafkan aku. Aku sama sekali tak bermaksud membuatnya hamil," ucapnya lagi. Sambil menunduk, memainkan jari-jemarinya.Mendengar permintan maafnya barusan malah membuat aku makin kesal. Tak bermaksud membuatnya hamil, tapi hanya mau memanfaatkan Salsa untuk kesenangannya sendiri saja. "Apa kamu sakit, Dani? Apa kamu kira semua wanita adalah mainan yang bisa kamu pakai kapan pun kamu mau?" lirihku, entah kenapa rasanya terus saja sakit. Tak bisa lagi kutahan air m
Setelah melalui proses yang cukup panjang akhirnya Dani dan Haya mendapat putusan hakim tujuh bulan penjara dipotong masa tahanan yang sudah dijalaninya. Hukuman yang cukup ringan bagiku setelah mengetahui sebej4t apa kelakuan Dani itu.Tapi aku tak bisa berbuat banyak. Hakim sudah memutuskan, dan hukum sudah dijalankan. Hanya tinggal menerima semua putusan dengan lapang dada, walaupun itu sulit dijalani.Urusan perceraianku pun sudah selesai. Kini aku resmi menyandang gelar janda. Rasanya lega sekali bisa benar-benar terlepas dari ikatan mengerikan pernikahan bersama Dani.Empat bulan sudah Salsa pergi meninggalkan rumah. Salsa kini tinggal di sebuah kontrakan kecil di dekat tempat kerjanya sebagai seorang SPG di salah toko baju. Menurut ibu kehamilan Salsa kini sudah memasuki bulan ke sembilan. Ibu yang memang sedari Salsa pergi dari rumah selalu rutin menjenguknya, kini semakin sering lagi. Seminggu dua kali Ibu datang dan menemani Salsa di ko
Pagi ini suasana di rumah sangat ceria seperti biasanya, apalagi setelah hadirnya Baby K yang telah berusia dua bulan. Baby K atau Kayla kini menjadi penghibur kami. Betapa kami bersyukur Kayla bisa melewati masa kritisnya setelah harus dirawat di NICU selama dua pekan. Sejak hari yang amat menyedihkan itu aku sudah memaafkan kesalahan Salsa. Walau bagaimanapun, dia tetap saudara kandungku. Tentang kesalahannya, biarlah menjadi urusannya dengan Tuhan. Setidaknya aku pernah mengambil sikap demi menunjukkan kemarahanku.Kini aku hanya ingin memperbaiki lagi keutuhan keluarga. Maka dari itu aku menerima kembali Salsa dan anaknya di rumah ini. Tak ingin lagi terluka karena kejadian masa lalu. "Salsa ..., ini Kayla sudah selesai mandi. Tinggal kamu susui saja," panggil Ibu sambil menimang-nimang Kayla penuh kehangatan.Melihat Ibu merawat Kayla, aku jadi ikut belajar juga bagaimana mengurus bayi. Memandikan, menjemurnya sesaat agar terkena sinar matahari pagi, memakaikan pakaian, juga me
"Ma, maaf ..., tadi aku membantu ibu mengurusi Kayla!" jawabku, merasa bersalah."Kamu sudah tahu konsekuensinya, kan? Nanti siang kamu harus traktir kami makan siang di luar! Oke!" Tak ada pilihan lain, mau tak mau aku harus menerima hukuman itu. Bagi pimpinan jika datang terlambat adalah mentraktir seluruh karyawan. Dan jika itu staff maka dia harus bertugas membersihkan kantor seharian agar semua jera "Shania, ini laporan penjualan kita sebulan kemarin. Bulan depan target kita harus bisa menaikan penjualan dua kali lipatnya!"Emil memberikan sebuah berkas padaku. Walau sudah mengetahui secara kasar bahwa penjualan bulan kemarin naik drastis, tapi aku tetap terperangah melihat jumlah angka-angka yang tertera di atas kertas yang Emil berikan barusan."Kita harus bisa membina distributor dan agen lebih banyak lagi agar bisa menaikan penjualan, Shania. Kita buat juga pelatihan-pelatihan untuk reseller agar mereka bisa lebih giat memasarkan produk,
"Shania ..., izinkan aku menikahi adikmu. Aku sudah bertobat. Aku berjanji tak akan lagi mengulangi kesalahanku yang dulu. Aku hanya ingin hidup tenang kini bersama Salsa dan anak kami," ucap Dani dengan tenang. Seakan ini bukan masalah besar."Hah, bertobat? Ka.u pikir aku akan percaya? Walau kamu sudah memakai peci dan baju kokomu itu, tak ada jaminan kamu tak akan mengulangi kesalahanmu!" ucapku berang."Kau itu maniak Dani, tiga wanita kau permainkan sekaligus. Itu yang aku ketahui, sedang yang tidak aku ketahui mungkin masih banyak wanita lainnya lagi. Bisa saja tobatmu hanya sandiwara saja!" lanjutku lagi, menatapnya nyalang."Kak, bukannya semua orang punya kesempatan kedua? Mas Dani sudah menyesali semua perbuatannya, dia berjanji tak akan pernah mengulanginya lagi. Biarkanlah kami menikah dan berbahagia! Kumohon Kak." Salsa seketika bersimpuh di kakiku sambil mengatupkan kedua tangannya. Menatapku penuh harap dengan air mata yang berderai.Kenapa Salsa begitu bodoh mau menik
"Kamu sudah tahu kalau Haya dan Dani sudah bebas, Shania?" tanya Emil keesokan harinya saat aku baru sampai ke kantor. Entah kapan lelaki itu berangkat kerja, karena aku tak pernah bisa samoai lebih dulu darinya.Walau rumah kami bersebelahan aku tak pernah mau berangkat kerja bersamanya. Jujur sampai saat ini aku masih menjaga jarak dengan mantan suami selingkuhan suamiku itu. Apalagi dengan status kami yang sama-sama single kini. Tak mau jika ada omongan tak enak tentang kami. Apalagi jika harus disangkutpautkan dengan kejadian mantan kami."Ya, aku tahu, semalam Dani kerumah," jawabku dengan enggan. Malas membahas ini."Waw ..., mereka sungguh berani, ya. Semalam Haya juga meminta untuk bertemu. Tapi aku tentu saja tak mau. Tak ada lagi yang harus kami bicarakan!" beber Emil sambil menyandarkan diri di kursinya, menghentikan aktivitas yanv sesang dilakukannya dan menatapku."Mau apa Dani menemuimu?" Nampaknya Emil sangat penasaran atas apa yang