Home / Fantasi / Aku bukan Alea / Misi bertahan di hadapan nenek Keenan

Share

Misi bertahan di hadapan nenek Keenan

Author: Rvn
last update Huling Na-update: 2025-10-13 00:01:34

Mobil Keenan meluncur masuk ke pekarangan luas dengan gerbang tinggi dan rumah besar bergaya modern di ujung jalan masuk. Alea menatap sekeliling dengan mata membulat, kagum sekaligus bingung.

"Ini… di mana?" tanyanya pelan.

"Rumah" jawab Keenan datar tanpa menoleh.

Alea spontan menatap tajam.

"Apa? Ngapain kamu bawa aku ke rumah kamu?”

Keenan menahan tawa kecil di ujung bibirnya. "siapa juga yang bawa? Kou sendiri yang maksa naik"

***

Alea melangkah ragu ke dalam rumah mewah itu. Lantainya berkilau seperti cermin, setiap sudut tertata rapi dengan nuansa abu muda dan putih yang membuat ruangan terasa dingin tapi elegan. Aroma lembut kayu dan kopi samar tercium dari arah dapur.

"Siapa itu?" suara serak namun tegas terdengar dari arah ruang tengah.

Seorang wanita tua muncul, duduk anggun di kursi roda. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya menua tapi matanya tajam penuh wibawa.

"Keenan, Nek" jawab Keenan santai.

Tatapan wanita itu beralih ke Alea. Ia menyapu pandang dari ujung kepala hingga kaki, penuh penilaian.

Alea teringat, dalam cerita aslinya nenek Keenan digambarkan sebagai sosok yang sangat dekat dengan cucunya. Keenan yang dingin dan keras kepala pada semua orang, hanya pada neneknya ia bisa luluh. Ia tak pernah sekalipun membantah ucapan sang nenek. Dan yang paling penting nenek Keenan sangat menyukai pemeran utama wanita.

"Kamu bawa pembantu baru lagi ke sini? Bilangin, udah penuh. Rumah ini nggak butuh tambahan orang" ujarnya datar.

Alea tertegun. Butuh beberapa detik sebelum kesadarannya kembali. Wajahnya memanas antara kaget dan kesal. Dalam hati ia mendesah, ternyata sifat Keenan sama aja kayak neneknya, sama sama nyebelin.

Keenan hanya mengangkat bahu santai.

"Nggak tahu, Nek. Nenek tanya sendiri aja, maunya apa"

Alea refleks menatap Keenan tajam. Dasar nggak punya sopan santun, gerutunya dalam hati, tapi sebelum sempat bicara, wanita tua di kursi roda itu sudah menatapnya tajam.

"Bukan, Nek! Saya Alea, temannya Keenan," kata Alea cepat-cepat sambil menegakkan tubuh.

Tatapan sang nenek berubah. "Alea?" gumamnya pelan, alisnya terangkat. "Alea yang bertunangan dengan Keenan?"

Alea tersenyum bangga dan mengangguk yakin. "iya, betul, Nek"

Namun sang nenek malah menyipitkan mata, menatapnya penuh curiga. "Tidak mungkin. Alea yang saya temui waktu itu gemetaran parah waktu bicara sama saya. Kamu terlalu tenang. Jadi kamu siapa sebenarnya?"

Alea langsung kikuk, tangannya melambai lambai kecil.

dia bingung mau jawab apa karena yang waktu itu ketemu nenek adalah sosok Alea yang asli.

"Hehe… waktu itu saya emang lagi capek, Nek. Belum makan dari pagi, terus bajunya ketat, sirkulasi udara di tempat itu kayak oven. Wajar kalau gemetar, kan?"

Senyum manisnya terasa dipaksakan, sementara Keenan di samping hanya menahan tawa, jelas menikmati situasi canggung itu.

"nenek, Alea boleh gak ajak Keenan ke acara malam ini?"

"aku bukan nenekmu"

Senyum Alea langsung menegang.

"Eh… maksud saya, Nenek Keenan, boleh nggak aku ajak Keenan ke acara nanti malam?" katanya cepat, berusaha memperbaiki suasana.

Wanita tua itu menatapnya lama, lalu mendengus pelan. "Acara apa lagi?"

Alea melipat tangannya gugup di depan tubuh. "Uhm… acara ulang tahun perusahaan keluarga saya, Nek. Kan lumayan buat latihan tampil bareng, biar orang orang tahu hubungan kami serius"

Keenan mendengus pelan, menoleh sambil bersandar di dinding. "Hubungan serius katanya…" gumamnya, nyaris tidak terdengar, tapi cukup membuat Alea menatapnya dengan tatapan membunuh.

Nenek Keenan menaikkan satu alis, tatapannya bergantian antara cucunya dan Alea.

"Keenan, kamu setuju?"

"Enggak." jawab Keenan datar.

Alea langsung menatap si nenek dengan wajah memelas.

"nenek bujukin Keenan dong"

"kenapa saya harus mengikuti perintah kamu"

"aku kan bentar lagi juga jadi cucu nenek"

Nenek Keenan terdiam sejenak, lalu menatap Alea dengan sorot mata yang tajam tapi mengandung sedikit hiburan seolah menilai tingkah gadis di depannya itu seperti tontonan menarik.

"Cucu saya, ya?" gumamnya pelan, bibirnya terangkat sedikit.

"Kamu cepat sekali merasa jadi bagian keluarga, Nak Alea."

Alea tersenyum kikuk, tapi mencoba bertahan. "Hehe… ya biar cepet akrab aja, Nek. Kan katanya keluarga itu harus saling dukung"

Keenan mendengus pelan.

"Keluarga juga harus saling tahu batas" katanya datar tanpa menatap Alea.

Alea spontan menoleh dan menyipit.

"Batas apaan? Aku cuma minta kamu nemenin doang ke acara penting, bukan ngajak nikah beneran!"

Nenek Keenan menatap keduanya bergantian satu dingin, satu berapi api, lalu menghela napas panjang, seperti baru saja menonton adegan sinetron langsung di depan mata.

"Sudah, sudah," katanya akhirnya.

"Keenan, ikut saja gadis ini. Dari pada rumah ini makin berisik tiap hari."

Keenan menoleh cepat. "Nek, serius?"

Wanita tua itu menatap cucunya datar.

"Kamu pikir nenek bercanda? Lihat wajahnya, Keenan. Kalau kamu nggak nurut, bisa bisa besok dia muncul lagi di depan gerbang sambil bawa spanduk ‘tolong temani aku ke acara’"

Alea hampir tersedak udara sendiri.

"Nenek" protesnya, pipinya memerah.

"Aku nggak separah itu!"

Nenek Keenan hanya terkekeh kecil, untuk pertama kalinya tampak sedikit hangat.

"Entahlah. Tapi saya suka semangat kamu" Ia menatap Alea lebih lembut, lalu menatap Keenan tegas.

"Temani dia. Anggap saja latihan bersosialisasi, kamu kan selalu mengurung diri di kamar terus"

Keenan menatap neneknya lama, lalu berdecak pelan. "Baiklah. Tapi setelah itu, aku langsung pulang"

"iya tidak apa" senyuman Alea melebar akhirnya dia terbebas dari hal yang menakutkan yang akan menimpanya nanti.

Keenan menatap Alea yang baru saja menarik napas lega. Ia benar benar tidak mengerti jalan pikiran gadis itu. Segala yang terjadi barusan terasa aneh dan asing baginya seolah Alea adalah orang yang berbeda.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aku bukan Alea   Pemeran utama memang berbeda

    *** Luna langsung dikerubungi oleh beberapa siswa yang penasaran. "Luna, aku dengar kamu sekolah di sini karena beasiswa, ya?" tanya salah satu murid dengan nada setengah ingin tahu, setengah menyelidik. Luna hanya diam. Tatapannya tenang, tapi jelas terlihat ia tak nyaman dengan perhatian berlebihan itu. "Wah, berarti kamu pintar dong!" seru murid lain dengan nada riang. Namun, ucapan itu segera disusul komentar yang membuat suasana berubah dingin. "Ya, lumayanlah. Setidaknya ada gunanya juga. Daripada miskin, bodoh lagi" Beberapa siswa terkekeh pelan. Luna menunduk, berusaha menahan perasaannya. "Oh, jadi kamu miskin?" suara lembut tapi tajam itu datang dari belakang. Alea sontak menoleh, Clarissa. Gadis itu berjalan mendekat dengan senyum samar di bibirnya, namun matanya jelas menyiratkan sesuatu yang berbeda. Alea terbelalak. Kenapa Clarissa ikut campur? pikirnya cemas. "kok bisa si orang miskin sekolah di si....." Belum sempat Clarissa menyelesaikan kalima

  • Aku bukan Alea   jiwa Antagonis Clarissa mulai terlihat

    *** Bel tanda masuk berbunyi, memecah kekakuan suasana. Siswa siswa yang tadi menonton mulai berbisik bisik, membicarakan kejadian itu dengan antusias. Pemeran utama wanita tampak masih gugup, sementara Keenan hanya melangkah pergi begitu saja tanpa banyak bicara, diikuti dua temannya. Alea berdiri mematung, matanya terus mengikuti punggung Keenan yang menjauh. Ada sesuatu di dadanya yang terasa aneh campuran antara panik dan rasa tak percaya. Kenapa dia menatapku seperti itu? pikir Alea. Seharusnya dia fokus pada pemeran utama, bukan aku. Jangan bilang… keberadaanku mulai mengubah jalan ceritanya. "apa aku akan selamat pada akhirnya" pikir Alea. Suara Clarissa yang tiba tiba memanggil namanya membuat Alea tersadar. "Alea! Ngapain bengong di situ?" seru Clarissa sambil menghampiri. "Oh, nggak... nggak apa-apa," jawab Alea cepat, berusaha menormalkan ekspresinya. "aku kaget, tahu tahu kamu lari keluar" kata Clarissa heran. "Kamu kenal sama anak baru itu?" tanya Nayla

  • Aku bukan Alea   Munculnya pemeran utama wanita

    *** Keenan menoleh sekilas ke arah Farel, ekspresinya tetap datar seperti biasa. "Kenapa? Ada masalah kalau dia anak Marvelle?" suaranya terdengar tenang, tapi mengandung nada peringatan halus. Raiden dan Farel saling pandang, menahan tawa. "Enggak, cuma aneh aja. Bukannya keluarga Marvelle gak punya anak cewek?" tanya Farel penasaran. Keenan menghela napas pelan. "Main lu kurang jauh" ujarnya santai. "Dia jarang dipublikasikan aja" tambahnya kemudian, nada suaranya kembali tenang tapi tegas. "lu beneran suka sama dia" tanya farel penasaran. Keenan menatap farel tegas. "yang bilang suka sama dia siapa, memangnya gue bisa apa tentang pertunangan ini" ucap Keenan. Raiden mengangkat alis, senyum jahilnya langsung muncul. "Wih, berarti emang dijodohin dong?" godanya sambil menepuk bahu Keenan. Keenan menatapnya datar, tatapan dingin khasnya cukup untuk membuat Raiden langsung terdiam. "Kurang lebih" jawabnya singkat. Farel mencondongkan badan ke depan, nada sua

  • Aku bukan Alea   teman di tengah gosip

    *** Bel tanda masuk baru saja berbunyi ketika Alea, Clarissa, dan Nayla melangkah menuju kelas, Matahari sudah cukup tinggi, menyinari halaman sekolah yang mulai dipenuhi murid murid dengan berbagai ekspresi dan obrolan pagi. Namun kali ini, Alea bisa merasakan sesuatu yang berbeda tatapan. Setiap langkah yang ia ambil terasa diperhatikan. Beberapa siswa yang duduk di taman depan menoleh ke arahnya, lalu berbisik bisik dengan ekspresi heran, bahkan tak sedikit yang tersenyum penuh arti. Alea menegakkan tubuhnya, mencoba bersikap seolah tak terjadi apa apa. Tapi dalam hati, ia bisa merasakan gelombang rasa canggung yang makin lama makin kuat. "Kayaknya gosipnya udah nyebar ke seluruh sekolah" bisik Nayla pelan, menatap sekelompok siswa yang menatap mereka dari jauh. Clarissa mengangkat alis. "Ya jelas. Semalam aja satu kota tahu, apalagi anak sekolah" Alea hanya mengangguk pelan. Ia memang sudah memperkirakan ini akan terjadi. Tapi tetap saja, berada di tengah sorotan sepert

  • Aku bukan Alea   ketika Clarissa mengetahui alea tunangan keenan

    *** Tubuh Alea seketika menegang, tetapi sebelum sempat bertanya lebih jauh, mobil sudah berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Ia menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba tiba terasa terlalu cepat. "Menyebalkan?" ulangnya pelan, masih mengingat nada dingin dava beberapa detik lalu. "Kenapa?" Tidak ada jawaban. Hanya suara mesin yang perlahan mati, terdengar lebih nyaring dari biasanya seolah menegaskan akhir dari percakapan yang menggantung di udara. Alea turun dari mobil, dan sesaat kemudian mobil itu melaju pergi, meninggalkannya yang masih berdiri dalam kebingungan. Beberapa detik ia hanya terpaku di tempat, hingga suara langkah cepat mendekat dari arah samping membuatnya menoleh. Dua sosok tiba tiba muncul di hadapannya membuatnya terlonjak kaget. "Ya ampun! Kalian bikin kaget aja" serunya sambil menepuk dadanya pelan. Namun, bukannya tertawa seperti biasa, kedua temannya justru diam dengan wajah cemberut. Alea mengerutkan kening, merasa ada

  • Aku bukan Alea   Malam yang terlupakan

    *** Pagi itu suasana di kediaman keluarga Marvelle terasa hangat dan ceria. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi ruang makan yang sudah tertata rapi. Alea menuruni tangga dengan langkah ringan, mengenakan seragam sekolah yang sudah rapi disetrika. Rambutnya dikuncir sederhana, membuat wajahnya tampak segar pagi itu. Alea duduk di meja makan, tepat berhadapan dengan Dava. Suasana mendadak terasa mencekam. Tatapan tajam Dava menembusnya seperti bilah pisau yang siap menusuk kapan saja. Alea menunduk, jemarinya saling meremas di pangkuan. Jantungnya berdegup kencang, rasa takut perlahan merambati seluruh tubuhnya setiap kali mata mereka hampir bertemu. Nyonya Marvelle tersenyum puas sambil menatap suaminya. "Acara ulang tahun perusahaan semalam benar benar sukses besar" ujarnya penuh semangat. "Semua tamu tampak terkesan, terutama setelah Keenan dan Alea datang bersama, Banyak yang memuji citra keluarga kita" Tuan Marvelle hanya mengangguk kecil sambil melipat surat kab

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status