Share

Aku bukan istri biasa
Aku bukan istri biasa
Author: Mar Sha

Bab 1

"Danu kalian tidak lupakan? kalau besok itu acara keluarga di rumah Om Handoko," ucap Bu Dita saat mereka sedang sarapan pagi ini.

"Aku ingat Ma. Aku akan pergi, asalkan mereka tidak lagi menghina istriku seperti dulu." Danu berucap tegas kepada Bu Dita. Sebab dia tahu Arini tidak disukai oleh keluarga besarnya, bahkan mama dan kakaknya Mira.

Bu Dita menghela napas mendengar jawaban putranya.

"Lagian yang mereka bilang itu benar kok," sambung Mira.

"Aku sudah selesai sarapan, aku pergi dulu. Ayo sayang kita berangkat," ajak Danu pada istrinya.

"Tunggu!" seru Bu Dita.

"Ada apa Ma?" tanya Arini.

"Enak saja kamu main pergi, cuci piring dulu."

"Tapi Ma, aku sudah telat. Nanti aja ya Ma, tunggu aku pulang."

"Ma, di rumah ini ada Kak Mira. Suruh dia saja yang cuci. Jangan cuma enaknya doang," ucap Danu.

"Enak saja. Nggak sudi aku mengerjakannya," protes Mira.

"Kalau nggak mau ngerjainnya, tahu diri dong Kak," geram Danu.

"Kurang Ajar kamu Danu. Sebelum menikah dengan perempuan ini kamu nggak pernah kayak gini. Ini pasti pengaruh istri kamu."

"Aku begini karena aku muak melihat sikap Kak Mira yang sok berkuasa di rumah ini. Jadi, jangan menyalahkan istriku."

"Jangan asal bicara kamu ya Danu. Kamu itu nyari istri yang benar, nyari kok yang banyak kurang nya kayak Arini. Akhirnya apa? Kita juga kan yang malu, Arini di ketawain sana sini."

"Berarti mereka itu bodoh, yang harus diketawain itu Kak Mira. Punya suami tapi nggak pulang-pulang. Yakin Kak Mira satu-satunya?"

"Danu, Mira, cukup!" bentak Bu Dita. "Kalian berdua ini, apa nggak bisa akur? Hah?"

"Mas, sudah. Mas Danu berangkat duluan aja. Aku cuci piring dulu," ucap Arini.

"Tidak! Biarkan Kak Mira yang cuci. Ayo berangkat." Danu menarik tangan istrinya untuk segera berangkat kerja.

Begitulah Danu dan Kakaknya Mira tidak pernah akur. Itu terjadi semenjak Danu menikahi Arini. Gadis pilihannya yang tidak disukai oleh mama dan kakaknya. Danu tidak pernah tinggal diam ketika semua orang menghina istrinya. Bagi Danu siapapun yang menghina istrinya, akan berurusan dengannya.

"Mas, kamu kayak jangan tadi dengan Kak Mira. Aku jadi nggak enak Mas."

"Kak Mira itu memang sekali-kali harus di gituin Dek. Biar dia nggak ngelunjak selalu merendahkan kamu."

Arini hanya bisa menghela napasnya mendengar pembelaan dari Danu untuknya.

Meskipun sudah menikah, Arini tetap dibiarkan Danu untuk bekerja menjaga toko Pak Hatta. Tempat pertama kali mereka bertemu. Danu melakukan itu karena dia tidak ingin di rumah, Arini mendapatkan sesuatu yang tidak menyenangkan dari keluarganya.

***

Keesokkan harinya, Arini dan Danu sudah bersiap untuk ke acara keluarga. "Mas, kenapa kita nggak bareng aja dengan Kak Mira dan Mama?"

"Aku malas dengar cicitannya mereka. Nanti belum apa-apa mood kamu udah rusak gara-gara mereka." Arini memandang wajah suaminya ketika mendengar alasan yang diutarakan.

'Terimakasih ya Mas, kamu begitu baik padaku,' bathin Arini.

"Mas."

"Ya, kenapa Sayang?" tanya Danu yang matanya tetap fokus menatap jalan. "Makasih ya, kamu sangat menjaga perasaan aku. Aku sangat beruntung punya suami kayak kamu."

"Aku yang beruntung punya istri kayak kamu. Kamu selalu menghargai keluargaku, meskipun mereka tidak pernah menghargaimu. Kamu tetap kuat bertahan bersamaku Dek." Mendengar itu, Arini menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.

Tidak berapa lama mereka pun sampai di rumah Om Handoko.

"Nanti kamu jangan jauh-jauh dengan aku ya Dek."

"Iya Mas." Keduanya pun turun dari mobil. Danu menggandeng tangan istrinya masuk ke rumah besar milik Om nya.

"Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang," sapa istri Om Handoko menyambut Danu dan Arini. Semua mata tertuju pada pasangan serasi itu.

"Masih berdua saja datangnya? Harusnya sudah pada bertiga atau berempat dong. Kayak Tika anak Om, sekarang sudah hamil, hahahah." Om Handoko tertawa kemudian diikuti oleh anggota keluarga yang lain.

"Hahaha, wajarlah Om. Tika kan sebelum hamil tes kesuburan dulu. Belum waktunya ditanam, malah sudah di tanam dulu. Untung si laki-laki mau ikut manen juga. Gitu aja kok bangga sih Om?"

Seketika tawa mereka terhenti mendengar ucapan Danu. Wajah Om Handoko dan Istrinya berubah merah menahan malu. Sedang Danu tertawa puas melihatnya.

"Mas, jangan gitu." Arini mencubit lengan suaminya. Dia lalu hendak menjabat tangan istri Om Handoko, tetapi wanita itu malah melengos pergi.

Salah satu anggota keluarga disitu lalu mulai mencairkan kembali suasana. "Danu, ajak istrimu makan. Mari cicipi makanannya Arini." Danu mengangguk dan tetap menggandeng tangan Arini menuju meja yang menyediakan makanan.

Saat Danu dan Arini menikmati beberapa kue yang tersaji, salah satu Tante Danu menghampiri keduanya.

"Arini, bisa minta tolong Tante di belakang Nak?"

"Ngapain Tante?" tanya Danu. "Membawa beberapa kue yang ada di dapur untuk di pindahkan di depan sini Danu. Bolehkan Tante minta tolong sama istrimu?"

"Aku ke belakang dulu ya Mas, nggak lama." Danu pun mengiyakan sebab dia tahu Tantenya masih baik pada Arini.

"Eh, pelayan sesungguhnya datang."

Arini terkejut ketika melihat istri Om Handoko dan anaknya Tika serta 2 anggota keluarga yang lain ada di dapur. "He, kamu itu jangan sok suci ya."

"Maksud Tante apa?"

"Pura-pura nggak tahu lagi. Kamu itu menggunakan peletkan untuk bisa menikah dengan Danu?"

"Astagfirullahaladzim, itu nggak benar Tante."

"Pantesan kamu itu belum punya anak, soalnya kena karma."

Arini tidak bisa berkata-kata lagi. Dia lalu berjalan keluar dari dapur dengan membawa beberapa piring kue. Saat sedang menata kue di meja, seorang tamu spesial datang dan disambut hangat oleh anggota keluarga yang lain.

"Ya ampuuunn Rindi, kapan datang dari Jogja Sayang?" tanya istri Om Handoko.

"Dua hari yang lalu Tante."

Arini sempat melihat sekilas ke arah gadis yang bernama Rindi. Satu kata yang ada dalam gambaran Arini, cantik. Dia lalu kembali ke belakang untuk mengambil minuman. Saat dia kembali ke depan dan mengatur minuman serta kue-kue itu di meja, entah sengaja atau tidak mereka berbicara dengan sedikit mengeraskan suara untuk membanding-bandingkan Arini dan Rindi. Termasuk Mama dan Kak Mira yang ikut menimpali.

"Tante Dita kalau aku lihat, Kak Rindi dan Kak Danu lebih pantas deh. Tapi sayang selera Kak Danu rendah, hahaha."

"Ya apa mau dikata? Nasi sudah menjadi bubur, entah gembel dari mana adikku ambil dan di jadikan istri," ucap Kak Mira menimpali.

"Sudah gitu, sampai sekarang aku belum di berikan cucu. Mungkin saja dia mandul tapi nggak mau ngaku," sambung Bu Dita.

"Memangnya Mba mau punya cucu dari wanita seperti itu? Nggak berpendidikan dan nggak ada apa-apanya dibanding Rindi."

"Kamu Juga sih Rin, kenapa sih waktu itu menolak dilamar sama Danu?" tanya Kak Mira. Namun, yang ditanya hanya tersenyum.

"Aku yakin, Danu itu masih mencintaimu Rin. Hanya saja pelet si Arini itu kuat. Lihat saja si Danu, dulunya kalau acara keluarga begini paling asyik, nggak pernah bicara pedas. Sekarang? Berubah 180 derajat. Apalagi kalau bukan kena guna-guna dari Arini."

Tante Diana, yang sedari tadi meminta bantuan Arini, memegang bahu istri Danu itu. "Jangan diambil hati ya. Bagi Tante, kamu yang lebih pantas jadi istrinya Danu. Cantik dan sholeha," bisik Tante Diana. Arini tersenyum pada Tante Diana, "Makasih ya Tante."

Tiba-tiba Danu datang, "Sayang, ayo pulang."

"Lho, tapikan acaranya belum selesai Mas."

"Nggak apa-apa, ayo pulang!"

"Pulanglah Arini, urusan di dapur juga sudah selesai."

"Aku pulang dulu ya Tante."

"Iya Sayang."

Tanpa pamit, Danu menggandeng istrinya pulang.

"Danu, kamu mau ke mana?" teriak sang Mama.

"Pulang."

"Acaranya belum selesai Danu," ucap Kak Mira.

"Acara apa yang belum selesai? Menghina istri aku? Kalian semua orang yang berpendidikan daripada istriku. Tapi lihat cara bicara kalian, tidak lebih dari orang yang tidak berpendidikan."

Usai berkata Danu memeluk bahu istrinya dan keluar dari rumah Om Handoko. "Benarkan apa yang aku bilang? Kalau Danu sepertinya di guna-guna sama Arini, buktinya dia berani menjawab Mbak Dita seperti itu." Istri Om Handoko mulai memanasi anggota keluarga yang lain terutama Mama Danu.

Rindi yang melihat Danu begitu membela istrinya, tiba-tiba merasa sakit. Dia menyesal kenapa dulu dia tidak mau menerima lamaran Danu? dan lebih memilih untuk melanjutkan kuliahnya. Dia berpikir kalau Danu sangat mencintainya, dan akan menunggunya. Namun, sosok Arini wanita sederhana mampu membuat Danu melupakannya. Sekarang di depannya Danu menunjukkan betapa dia sangat mencintai istrinya.

Sepanjang perjalanan, Danu hanya diam saja. "Dek, kamu dengarkan apa yang Mama dan lainnya bilang tadi?" tanya Danu yang tiba-tiba bersuara.

"Bilang apa Mas?"

"Kamu nggak usah pura-pura begitu Dek, aku yakin kamu dengar."

"Mas, aku nggak apa-apa. Aku masa bodoh mereka bilang apa tentang aku. Bagiku yang paling penting adalah kamu tetap selalu mencintaiku meskipun mereka tidak menyukaiku Mas. Aku tidak butuh di baikin sama mereka, yang penting di cintai sama kamu." Kata-kata Arini mampu meredam amarah Danu.

Menjelang malam, tepat pukul 11 malam Arini yang sedari tadi tidak bisa tidur. Dia terus mengingat hinaan dan tuduhan keluarga Danu tadi siang. Terlebih lagi satu fakta yang dia tahu ada mantan Mas Danu Yang hadir.

Arini beranjak dari tidurnya dengan perlahan. Dia masuk ke kamar mandi, menyalakan keran dan mulai menangis menumpahkan seluruh air matanya yang sedari tadi dia tahan-tahan. Dia berusaha menahan suara tangisnya agar tidak terdengar keluar.

"Ya Allah sakit rasanya. Beri aku kesabaran penuh untuk menghadapi ini semua Ya Allah," ucap Arini di sela-sela tangisnya.

Tok … tok … tok …

Arini mematung ketika mendengar suara ketukan pintu. Dia segera mencuci mukanya untuk menghapus sisa-sisa air matanya. "Mas Danu nggak boleh tahu aku menangis," ucap Arini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status