Share

Bab 2

"Arini! Kamu di dalam?" panggil Danu dari luar.

"Iya Mas, sebentar," jawab Arini kemudian bergegas membersihkan wajahnya. Lalu membuka pintu kamar mandi. Dia mencoba tersenyum agar suaminya tidak mengetahui.

"Kamu ngapain di dalam?" tanya Danu seraya menelisik wajah Arini.

"Aku … aku sakit perut. Ayo kita tidur lagi Mas." Arini menarik tangan suaminya untuk naik kembali ke tempat tidur.

"Dek, kamu nangis?" tanya Danu yang memeluk Arini dari belakang.

"Nangis kenapa? Kamu aneh. Ayo tidur Mas aku ngantuk banget." Danu tahu sebenarnya Arini menangis saat di kamar mandi. Namun, dia berpura-pura tidak tahu. Danu mencium pucuk kepala istrinya.

'Kamu benar-benar wanita yang memiliki hati yang kuat. Kamu tidak pernah menunjukkan rasa sedihmu di depanku. Terimakasih Dek, aku janji akan selalu ada untuk kamu,' bathin Danu.

****

Pagi menjelang, Arini sudah mempersiapkan sarapan untik anggota keluarga. Saat semua sudah duduk di depan meja makan, Arini masih tetap di dapur. Danu yang tidak melihat istrinya segera beranjak dari duduknya.

"Mau ke mana kamu Danu?" tanya Bu Dita.

"Mau panggil Arini," jawab Danu sembari melengos pergi. "Anak itu selalu saja membela istri nggak guna kayak itu," omel Bu Dita.

"Mau di apa Ma, Danunya cinta," ucap Mira.

"Sayang, kamu kok masih di dapur sih? Ayo makan," ajak Danu , ketika melihat Arini masih berada di dapur.

"Mas duluan aja, aku mau selesaikan ini dulu. Biar saat aku tinggal kerja nggak berantakan kayak gini," ucap Arini beralasan.

"Nggak usah di kerjakan. Kalau kamu nggak makan, aku juga nggak makan."

"Lho kok gitu sih Mas. Kayak anak kecil saja."

"Makanya ayo makan!" Danu menarik lengan Arini ke meja makan. Saat di meja makan, Bu Dita dan Mira menatap sinis ke arah Arini, membuat istri Danu itu menunduk.

"Tolong ambilin aku makan ya Dek," pinta Danu.

"Iya Mas," jawab Arini lalu mulai menyendokkan nasi untuk suaminya. Danu menerima sepering nasi dari tangan Arini dengan tersenyum. Lalu mulai makan. "Kamu makan juga dong Dek."

"Iya Mas, aku nanti aja di tempat kerja," tolak Arini. Danu lalu mengarahkan sesendok makanan ke arah Arini. "Buka mulutnya Dek," perintah Danu.

"Aku, nanti saja Mas." Arini masih menolak suapan dari suaminya. "Buka nggak?" pinta Danu bersikeras. Arinipun membuka mulutnya dan menerima suapan dari suaminya.

"Huuh lebbaay," omel Mira tidak senang.

"Bukan lebay, tapi irikan?" balas Danu kepada Mira.

"Siapa yang iri, nggak guna tahu nggak?"

Danu hanya tersenyum sinis menanggapi. Arini semakin merasa tidak enak dengan sentilan Mira. Dia hanya diam lalu kembali menerima suapan dari Danu. Sedang Danu tersenyum bahagia melihat istrinya makan dari tangannya.

"Danu hari minggu nanti keluarga besar kita akan berlibur ke puncak," ucap Bu Dita.

"Aku nggak ikut, kalian saja yamg pergi mewakili keluarga."

"Nggak bisa gitu dong Nu, ini acara keluarga. Jarang keluarga besar kita ngumpul kayak gini," protes Bu Dita.

"Kalau sudah ngumpul yang di bahas pasti istriku. Untuk apa aku pergi bergabung dengan mereka? Tidak bermanfaat."

"Tutup mulut kamu Danu!" Bu Dita terlihat marah kepada Danu. Dia lalu melihat sinis ke arah Arini. "Kamu! Pasti sudah pake pelet untuk membuat anak saya menjadi durhaka kayak begini 'kan?" Lagi, tuduhan itu kembali dilayangkan pada Arini.

"Maaf Ma, aku tidak seperti yang Mama tuduhkan," kilah Arini.

"Ya iyalah, penjara penuh kalau penjahat ngaku," ucap Mira menimpali. Mendengar itu, Arini berlari ke kamar karena sudah tidak sanggup mendengar tuduhan itu. 

"Mama sama Kak Mira ngapain tuduh istriku kayak begitu? Arini wanita baik, tidak mungkin dia menggunakan itu. Kalian keterlaluan!" Danu beranjak dari duduknya dan menyusul istrinya ke kamar. Di dalam kamar Arini menangis sesegukkan, sudah tidak kuat rasanya dia mendengar tuduhan itu.

"Dek," panggil Danu seraya memegang bahu istrinya. "Maafin keluargaku ya. Aku percaya kamu tidak seperti yang mereka tuduh. Aku mencintaimu murni dari dalam hatiku. Bukan dari pelet. Tapi kalau kamu pelet aku, aku ikhlas asal terus bersamamu," ucap Danu lalu membawa Arini ke pelukkannya.

"Mas," panggil Arini dengan suara terisak.

"Kenapa Sayang?"

"Sampai kapan aku dipandang sebelah mata sama mereka? Kapan mereka bisa menganggapku ada? Apa salahku Mas? Apa hanya karena aku bukan orang yang berpendidikan kayak mereka? Aku juga mau sekolah tinggi, tapi orang tuaku saat itu nggak punya biaya."

Danu menghapus air mata istrinya yang terus mengalir membasahi pipi mulus Arini. Kemudian dia menangkup wajah oval imut itu dengan kedua tangannya. "Meskipun kamu tidak sekolah tinggi, tapi akhlak kamu sudah cukup membuktikan kalau kamu adalah seorang terpelajar. Aku bangga jadi suami kamu. Aku sangay bersyukur bisa menjadi jodoh kamu Arini."

"Mas nggak malu sama aku 'kan?"

"Untuk apa aku malu? Kamu adalah kebanggaanku." Arini memeluk suaminya erat. Dia lalu mengucap syukur karena sudah di beri suami yang baik seperti Danu.

Danu lalu menarik tubuhnya dari Arini kemudian memperbaiki hijab istrinya. "Sayang, mulai sekarang aku ingin kamu mengambil sikap tegas atas apa yang sudah orang-orang lakukan padamu."

"Maksud Mas Danu apa?"

"Aku ingin kamu tidak lembek seperti ini. Aku ingin kamu tegas juga ke mereka. Ke Mama, Kak Mira dan keluargaku yang lain yang suka menghinamu. Bukan berarti aku menyuruh kamu untuk durhaka  sama mereka. Tetapi, aku ingin kamu mengubah mindset kamu kepada mereka. Jangan mudah di jatuhkan oleh mereka, sekali-kali kamu harus tegaa. Agat mereka tidak terus menerus menindas dan menjatuhkan psikismu," ucap Danu panjang lebar.

"Aku takut, kalau aku melawan mereka, nanti mereka malah nggak semakin suka sama aku."

"Biarkan saja, yang penting kamu nggak lemah. Di depan mereka kamu itu kuat, jadinya mereka akan berpikir jika ingin menjatuhkanmu kembali."

Arini terdiam, dia mulai memikirkan kata-kata Danu. Kata-kata ini pernah juga di katakan oleh Mba Asri teman kerja sekaligus teman curhat Arini di toko. Hanya saja saat itu Arini masih takut melakukannya sebab doa tidak ingin, kalau Mas Danu berbalik malah tidak menyukai dia  jika melukai hati mama dan kakaknya.

"Kamu mengertikan maksud aku sayang?" Arini mengangguk lalu tersenyum. Danu mencium kening istrinya. "Mas Danu beneran nggak mau ikut mereka liburan?"

"Sekali aku bilang tidak ya tidak. Mendingan kita liburan sendiri. Kamu mau?"

"Ya maulah," jawab Arini bersemangat.

"Nanti aku akan buat jadwal untuk kita jalan-jalan ya. Sekarang, ayo kita kerja. Jangan sedih lagi ya. Semangat istriku sayang," ucap Danu menyemangati Arini.

Mereka lalu keluar dari kamar, dan pergi ke tempat kerja.

***

Ting!

Satu pesan  masuk ke aplikasi hijau milik Arini. Dia membaca pesan dari suaminya. "Sayang, kamu pulang duluan ya. Aku ada jadwal operasi jam 4. Maaf ya, nggak bisa jemput." Arini lalu membalas chat suaminya. "Oke, selamat bekerja. Cepat pulang ya."

"Jemputan kamu belum datang Arini?" tanya Mba Asri yang muncul dari belakang dan bersiap untuk pulang.

"Nggak bisa jemput Mba, dia ada jadwal operasi."

"Oh begitu, jalan aja yuk! Nanti kita cerita-cerita nggak terasa sampai," ajak Mba Asri.

"Oke Mba."

Arini dan Asri lalu berpamitan pada Bos mereka kemudian mulai berjalan meninggalkan toko tempat mereka bekerja.

"Gimana acaranya kemaren Arini?"

"Acara apa Mba?"

"Acara keluarga besar suamimu."

"Oh itu, yah seperti yang sudah kuduga Mba. Lagi-lagi aku hanya mendapat hinaan dari mereka."

"Terus gimana reaksi Danu?"

"Ya alhamdulillah Mas Danu masih terus mensupportku Mba. Aku beruntung banget punya Mas Danu. Allah itu memang adil ya Mba, dia beri aku kesedihan kemudian dia berikan juga aku kebahagiaan."

"Alhamdulillah jika Danu mencintaimu tulus."

"Mas Danu ingin aku tegaa ke mereka Mba."

"Ya bagus itu, kamu sudah dapat dukungan dari suamimu. Lakukan saja! Biar kamu tidak terus-terusan diinjak sama mereka. Adakalanya kita harus bangkit Arini."

"Hmmm, iya Mba. Makasih ya. Aku sudah sampai. Aku duluan," ucap Arini ketika sudah berada di pintu pagar rumahnya.

"Iya, aku lanjut dulu ya."

Arini lalu masuk ke rumahnya sambil mengucapkan salam. "Duuhh, Nyonya sudah pulang," sapa Mira dengan raut wajah tidak senang. Arini tidak menggubris dia melengos hendak masuk ke kamarnya.

"Arini, tunggu!" teriak Bu Dita yang menahan langkah Arini. "Ada apa Ma?" tanya Arini ketika berbalik menghadap mertuanya.

"Duduk! Aku ingin bicara denganmu."

Arini pun duduk sesuai perintah sang mama mertua. "Aku ingin kamu bujuk Danu agar mau ikut liburan nanti."

"Aku lihat nanti Ma," jawab Arini.

"Kok lihat nanti?" tanya Mira tidak senang. "Ya Kak Mira 'kan tahu sendiri gimana Mas Danu? Sekali dia bilang tidak ya tidak. Aku juga nggak mau paksa."

"Kamu kok gitu jawabnya?" tanya Mira.

"Gitu gimana? Biasa aja." Arini lalu berdiri dari duduknya. "Aku belum selesai bicara Arini," bentak Bu Dita.

"Kalau Mama hanya ingin membicarakan itu. Maaf aku tidak bisa!" Mendengar Arini menjawab seperti itu, Mira berdiri dan hendak menampar Arini. Dengan cekatan Arini menangkap tangan Mira. 

"Jangan coba-coba tangan kotor Kak Mira ini mengotori wajahku." usai berkata Arini menghempaskan tangan Mira sambil terus menatap tajam wanita di depannya. Setelah itu dia lalu berjalan kembali ke kamar. 

"Ma, Arini kok sudah berani sama kita?" tanya Mira tidak percaya begitupun dengan Bu Dita dia diam melihat perubahan sikap Arini pada mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status