Share

Bab 3

Arini bergegas masuk ke kamarnya setelah dia memberanikan diri untuk melawan mertua dan kakak iparnya. Ini adalah pertama kalinya Arini bertindak tegas kepada mereka. Kalau bukan karena dukungan suaminya, Arini tidak akan berani melakukannya.

Di dalam kamar, Arini mencoba mengatur deru napasnya yang memburu. "Ya Allah, bantu aku agar mereka tidak terus-terusan menginjak dan menghinaku," pinta Arini. Arini kemudian lekas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan melaksanakan sholat Ashar. Sebab saat di toko tadi dia belum melaksanakan sholat Ashar seperti biasanya.

Selesai mandi, dia kemudian bersiap untuk sholat. 5 menit kemudian, Arini selesai melaksanakan sholat Asharnya. Baru saja dia hendak berbaring, terdengar suara ketukan pintu.

Tok … tok … tok

Arini berjalan ke pintu dengan langkah malas. Lalu membuka pintu kamarnya. "Ngapain aja kamu di dalam? Noh, cucian kotor menumpuk!" omel kak Mira ketika Arini membuka pintu.

"Terus?" tanya Arini sambil melipat dada.

"Pake nanya lagi, ya cucilah."

"Emang yang makan siapa? Situ 'kan? Cuci saja sendiri sana."

"Sudah berani kamu ya? Lihat saja nanti aku lapor sama Danu. Biar dia lihat seperti apa aslinya kamu."

"Siapa takut?" Arini lalu menutup pintu, lebih tepatnya membanting pintu tepat di depan Kak Mira.

"Awas kamu Arini," umpat Mira.

Mira lalu kembali berjalan ke belakang. Dia akhirnya mencuci piring yang dia harap di bereskan oleh Arini.

Di dalam kamar Arini terus beristighfar. 

Ketika menjelang magrib, Danu yang baru saja sampai di rumah kaget melihat Kak Mira dengan baju yang basah. "Lho, Kak Mira kok bajunya basah begitu?" tanya Danu. Mendengar Danu yang bertanya, Mira pun bersandiwara untuk menjatuhkan Arini di depan Danu.

"Ini semua gara-gara istri kamu Danu. Kakak tadi minta tolong bantu Kakak cuci piring dianya nggak mau, malah santai-santai di kamar," jawab Kak Mira dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin. "Tidak hanya itu, dia tadi bahkan berani melawan Mama. Kasihan Mama di bentak-bentak kayak begitu."

"Arini melakukan itu?" tanya Danu tidak percaya. "Kak Mira tidak bohong?" tanya Danu meyakinkan ketidak percayaannya. "Iya, Arini sudah melakukan itu. Tapi kalo kamu tanya ke dia, Kakak yakin dia nggak ngaku."

Danu bergegas masuk ke kamar untuk menemui istrinya. Melihat Danu ke kamar dengan tergesa-gesa, Mira tertawa senang. Dia sangat yakin jika Danu pasti akan memarahi Arini dan mereka akan bertengkar. Mira bergegas lari ke Mamanya untuk menyampaikan berita gembira ini.

"Mamaa!" panggil Mira ketika melihat Bu Dita sedang asyik membaca majalah di kamarnya. "Ada apa kamu? Kayak senang sekali. Terus, itu baju kenapa basah begitu?" tanya Bu Dita sembari menutup majalahnya. "Ada kabar gembira Ma," jawab Mira.

"Kabar gembira apa?"

"Untuk pertama kalinya Danu dan Arini akan bertengkar."

"Haaa? Bertengkar? Kok bisa?"

"Aku aduin semua apa yang Arini lakuin ke kita tadi Ma, ya tambah-tambahin bumbu dikitlah biar terbakar hatinya Danu. Benar saja Ma, aku tadi melihat dia emosi banget terus cepat-cepat masuk kamar."

"Hahahah, kamu memang pintar Mira. Rasain wanita sok kuat itu. Dia mau mencoba melawan kita tapi itu menjadi boomerang dia sendiri."

"Hahaha, iya Ma." Kedua ibu dan anak itu tertawa tanpa tahu yang terjadi sebenarnya. "Sudah tidak sabar lihat muka Arini sedih saat makan malam nanti. Aku yakin Ma, matanya pasti bengkak habis nangis. Terus minta maaf deh sama kita," ucap Mira penuh percaya diri.

Di dalam kamar, Danu mengucapkan salam ketika membuka pintu kamarnya. Arini menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman manis. "Waalaikumsalam Mas," ucap Arini membalas salam suaminya seraya mengambil tas kerja dan mencium punggung tangan Danu. Danu membalas dengan mencium pucuk kepala Arini.

"Kamu tahu nggak Dek? Aku tadi di depan ketemu dengan Kak Mira. Dia ngadu katanya kamu nggak bantu dia cuci piring. Dia juga bilang kalau kamu habis ngelawan Mama."

"Ma … maaf Mas. Habisnya tadi pulang kerja aku capek, belum sholat ashar. Jadinya, nggak bisa bantu cuci piring. Lagian,  'kan itu piring bekas dia makan, masa aku yang nyuci? Terus tentang Mama, aku bukan melawan. Hanya saja lebih tepatnya menolak permintaan Mama untuk menyuruh kamu ikut ke acara keluarga nanti di puncak Mas. Aku tahu kamu, sekali bilang tidak ya tidak. Jangan marah ya Mas," jawab Arini panjang lebar.

Danu tersenyum mendengarnya. "Aku tidak marah Sayang. Justru aku senang dengan perubahan sikap kamu yang mulai tegas ke mereka. Aku berharap dengan kamu mulai tegas seperti tadi, mereka tidak akan bisa menghinamu atau menginjakmu."

"Beneran kamu nggak marah Mas?"

"Iya, sekarang kita sholat magrib bareng ya. Aku mandi dulu."

"Iya Mas," jawab Arini. Danu lalu bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sedang Arini, menyiapkan pakaian suaminya lalu menggelar sajadah untuk mereka melaksanakan sholat magrib.

Selesai sholat Arini yang hendak ke dapur untuk menyiapkan makan malah ditahan oleh Danu. "Nggak usah masak, kita makan di luar."

"Dengan Mama dan Kak Mira juga?"

"Nggak, kita aja." Arini dan Danu pun bersiap untuk keluar makan malam. Saat di luar, Mira dan Bu Dita terkejut melihat pasangan suami istri itu keluar dari kamar mereka dengan berpakaian rapi. "Lho, kalian berdua mau ke mana?" tanya Bu Dita.

"Kami mau ke acara teman," jawab Danu.

"Tapikan Arini belum masak untuk makan malam," ucap Bu Dita kembali.

"Ada Kak Mira, suruh Kak Mira aja yang masak. Sudah ya Ma, kami pergi dulu." Danu dan Arini meninggalkan kedua orang itu yang menatap mereka tidak percaya.

"Kamu bilang mereka bertengkar Mir. Mana buktinya? Malah mereka semakin mesra kayak gitu."

"Aku juga nggak tahu Ma, kok bisa kayak gitu."

***

Keesokkan harinya, saat sedang menjaga Toko. Arini iseng membaca sebuah brosur yang terletak di meja kasir tempat dia bertugas. Arini menjadi tertarik ketika membaca brosur tentang sebuah lomba karya ilmiah, yang diadakan oleh kampus tempat Pak Hatta majikan Arini mengajar.

"Lagi baca apa?" tanya Mbak Asri mengagetkan Arini yang sedang serius membaca brosur di tangannya. "Mba Asri ngagetin aja. Ini lagi baca brosur lomba karya ilmiah." 

"Oh ini dari kampus Pak Hatta."

"Aku ingin ikut Mbak, boleh nggak ya?"

"Kamu bisa?"

"Ish, Mba Asri ini remehin aku deh," ucap Arini cemberut. "Hahahah, bercanda Sayangku. Sepertinya lomba ini terbuka untuk umum. Coba saja kamu tanya sama Pak Hatta dulu."

"Benar juga ya. Nanti aku tanya sama Pak Hatta." Baru beberapa detik Arini berucap, orang yang ingin ditemui akhirnya nongol di depan pintu. "Lagi ngobrolin apa ini?" tanya Pak Hatta sambil tersenyum pada dua karyawannya.

"Ini Pak, aku mau tanya apa lomba yang ada di brosur ini terbuka untuk umum?"

"Oh iya Rini lomba ini terbuka untuk umum. Kenapa? Kamu mau ikut?"

"Apa aku bisa ikut Pak?"

"Tentu bisa. Ini memang dikhususkan untuk orang yang memiliki bakat dalam kepenulisan. Sehingga, hadiahnya dari kampus selain uang tunai juga beasiswa S1 bagi yang hanya memiliki ijazah SMA dan S2 bagi memiliki ijazah S1."

"Waah, enak banget kalo bisa lulus. Bisa sekolah lagi."

"Iya Rini, kalau kamu merasa bisa silahkan coba saja. Siapa tahu ini jalan untuk bisa mengubah hidup kamu," ucap Pak Hatta memberikan semangat. "Kalau kamu mau ikut, nanti aku bantu, aku banyak buku untuk literasi tulisan nanti."

"Boleh Pak, aku mau coba. Kebetulan aku suka nulis."

"Bagus. Kalau begitu, kamu silahkan buka link pendaftaran di brosur ini. Terus isi formulirnya. Nanti kamu bisa lihat dan pilih tema untuk karya ilmiahmu."

"Oke Pak, terima kasih." Setelah memberi penjelasan pada Arini, Pak Hatta lalu pamit dan berangkat kembali ke kampus. Arini pun langsung membuka link pendaftarannya. Besar harapan Arini lewat lomba ini dia bisa mengenyam pendidikan kembali.

****

Mobil Danu menepi tepat di depan toko Pak Hatta. Arini bergegas masuk ke mobil, setelah pamit pada Mbak Asri. Dia lalu melambaikan tangannya pada Mbak Asri dan mobil pun berjalan membawa mereka untuk pulang.

"Mas, aku mau ikut lomba," ucap Arini ketika berada di mobil. "Lomba apa Sayang?" tanya Danu sambil tetap fokus di balik kemudi. "Lomba menulis karya ilmiah yang diadakan oleh kampus tempat Pak Hatta mengajar."

"Oh bagus itu. Kamu beneran mau ikut?"

"Iyalah Mas, masa bo'ongan? Aku juga sudah daftar tadi. Boleh 'kan Mas aku ikut?"

"Boleh, emang hadiahnya apa sih sampe kamu semangat sekali ingin ikut?"

"Kalau aku menang, dapat uang tunai dan Beasiswa untuk S1." Pembicaraan mereka terpotong, ketika mereka sudah sampai di rumah. Sesampainya di rumah, suasana terasa sepi.

"Ke mana Mama dan Kak Mira Mas?"

"Entahlah, biarkan saja. Ayo masuk!" ajak Danu setelah membuka pintu depan. Mereka lalu masuk ke kamar tanpa mencari orang rumah.

"Dek, kamu ingin kuliah?"

"Hehehe, iya Mas itupun kalau menang."

"Kalau memang kamu ingin kuliah lagi, tanpa ikut lomba itu. Aku bisa kuliahin kamu. Kamukan tanggung jawabku."

"Makasih ya Mas, tapi aku nggak mau Mama semakin nggak suka denganku kalau tahu Mas membiayai aku kuliah. Kalau aku kuliah dengan usahaku sendirikan mereka tidak berani berkomentar. Apalagi meremehkanku."

"Aku mengerti maksud kamu. Aku doakan semoga istriku tersayang ini menang," ucap Danu lalu memeluk Arini. Tiba-tiba terdengar suara bel pintu pertanda ada tamu.

Arini dan Danu keluar bersama untuk membuka pintu dan melihat tamu mereka di sore ini. Keduanya terkejut ketika seseorang berdiri di depan pintu dengan tersenyum manis.

"Rindi?!" ucap Danu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status