Share

Algoritma Bonanza
Algoritma Bonanza
Author: Fikhachu

Pendahuluan

Sedari tadi, Effie masih berkutik dengan ponsel pintarnya. Jemarinya lincah menekan layar sentuh kapasitif pada ponsel itu. Sesekali, mata cokelatnya menatap ke atas langit-langit sembari mulutnya komat-kamit. Effie harus mengingat kembali apa saja materi yang diberikan gurunya, mencatat, lalu mengirim catatannya itu ke situs web Akademi Mahfuz Tajribah.

Akademi Mahfuz Tajribah adalah sekolah khusus yang ditempuh oleh para calon peneliti. Para akademianya berasal dari seluruh penjuru negeri. Pendidiknya merupakan para akademisi yang telah melahirkan banyak penemuan terkemuka. Gedungnya bak istana kerajaan dengan halaman yang luas seukuran bandara. Tak heran jika Akademi Mahfuz Tajribah dijuluki sebagai akademi bonafide dan hanya dapat dimasuki oleh orang-orang elite.

Setiap enam bulan sekali, akademi ini mengirimkan putra-putrinya ke daerah terpencil sebagai tugas penelitian yang harus dipenuhi untuk penilaian akhir semester. Di daerah terpencil itu, para akademia mengaplikasikan penelitian yang telah dirancangnya dan divalidasi oleh para ahli. Setelah penelitian berakhir, para akademia lalu menganalisis hasilnya dan kembali ke Akademi Mahfuz Tajribah untuk mempresentasikan temuannya.

Akademi Mahfuz Tajribah terdiri atas dua divisi, yaitu divisi ilmu murni dan terapan. Kedua divisi ini terbagi menjadi tiga keahlian, yaitu Ahli Sains, Matematika Statistik, dan Humaniora. Sebelum menempuh pembelajaran di akademi ini, para calon akademia diwajibkan menjalani serangkaian tes, mulai dari tes pengetahuan, tes psikologi, serta tes minat dan bakat. Hasil dari tes minat dan bakat inilah yang akan membagi para akademia ke dalam dua divisi tersebut.

Berdasarkan hasil tes minat dan bakat, Effie terpilih menjadi akademia divisi ilmu terapan. Effie lalu memilih keahlian matematika sebagai bidang yang akan ditekuninya selama menempuh pendidikan di sini.

“Effie!” Suara serak seorang perempuan memanggilnya dari arah belakang. Perempuan itu berlari-lari kecil mendekati Effie.

“Ada apa?”

“Kamu sudah kirim catatannya ke situs web sekolah?”

“Baru saja kukirim. Memangnya kenapa?”

“Ayo ikut aku!” Perempuan itu menarik tangan Effie dengan tergesa-gesa dan menyeret Effie sebelum sempat menjawab ajakannya.

“Aduh, kenapa harus lari-lari sih,” keluh Effie. Perempuan itu tak menjawab, masih teguh menarik tangan Effie agar berlari bersamanya.

Semakin lama, perempuan itu berlari semakin kencang hingga meninggalkan Effie di belakangnya. Effie sudah tidak kuat lagi berlari dan akhirnya hanya bisa berjalan tergontai-gontai.

“Kamu tuh ya, kita mau ngapain sih?” Effie membungkuk sambil memegang lututnya.

“Ini lo, Fi.” Perempuan itu menunjuk pintu ruangan yang ada di hadapan mereka berdua.

Effie dan perempuan itu hanya diam mematung mengamati pintu ruangan yang ada di hadapan mereka. Di atas pintu ruangan tersebut, terdapat papan putih yang bertuliskan “Asrar Balad”. Effie lalu melangkah mendekat dan memegang gagang pintu yang terbuat dari stainless itu.

“Enggak dikunci?” Effie membuka pintu ruangan itu sedikit demi sedikit. Effie dan teman perempuannya lalu masuk ke dalam ruangan itu.

“Aku merasa aneh sama ruangan ini dari tadi. Tapi, aku takut kalau harus masuk sendiri. Makanya aku ajak kamu.”

Effie dan teman perempuannya mengamati seisi ruangan yang hampir mirip gudang itu. Tidak ada papan tulis, seperti ruang kelas pada umumnya yang biasa digunakan para akademia. Hanya ada meja bundar dan kursi hadap yang biasa digunakan untuk rapat.

“Mungkin ini ruang profesor untuk rapat?” tanya Effie pada perempuan itu.

“Bukannya kalau ruangan rapat ada tulisan ‘Ijtima’ ya di papan pintunya? Ruangan ini kan tulisan di papannya ‘Asrar Balad’.” Effie dan perempuan itu saling menatap ganar penuh tanda tanya.

Effie menutup pintu ruangan dengan perlahan-lahan lalu menguncinya. Setelah diamati beberapa kali, Effi baru menyadari bahwa ruangan itu tidak memiliki jendela. Hanya ada pintu dan dinding yang telah dipasang panel insulasi kedap suara di dalamnya.

Rasa penasaran Effie dan teman perempuannya semakin menjadi-jadi tatkala melihat di atas permukaan meja bundar itu terdapat layar sentuh.

“Sepertinya ini bisa dinyalakan. Tapi, di mana tombolnya?” Effie meraba-raba layar sentuh itu untuk mencari letak tombol power.

Bruk!

Belum selesai Effie mencari tombol power, terdengar suara jatuh yang cukup keras dari belakang Effie. Suara keras itu datang dari teman perempuannya yang terjatuh.

“Fi, ke sini deh.”

Perempuan itu tidak segera berdiri. Selama beberapa menit, perempuan itu masih terduduk dan melambaikan tangannya pada Effie. Effie berjalan menghampiri perempuan itu.

“Tombol apa ini?” tanya perempuan itu sambil menunjuk tombol yang ada di hadapannya.

Effie berjongkok untuk melihat tombol pada sisi kaki meja tersebut. Tanpa berpikir panjang, Effie pun menekannya.

Setelah menekan tombol, seketika itu juga layar sentuh yang berada di atas permukaan meja bundar menyala.

Selamat datang di Asrar Balad! Silakan lakukan pencarian dengan mengetik keahlian Anda.

Suara yang muncul dari layar sentuh itu menampilkan kotak kosong dengan background putih yang dapat diisi. Effie lalu mengarahkan telunjuknya pada kotak kosong tersebut. Layar itu kini menampilkan keyboard yang dapat digunakan untuk mengetik salah satu keahlian yang ada di Akademi Mahfuz Tajribah.

“Coba ketik matematika, Fi,” bisik teman perempuannya. Effie pun mengetik kata tersebut.

Keahlian Anda adalah matematika. Pilih salah satu kota yang ingin Anda ketahui lebih lanjut.

Effie dan teman perempuannya semakin bingung.

“Kenapa harus pilih nama kota? Apa hubungannya?” tanya Effie.

“Lakukan saja, Fi. Siapa tau di akhir nanti kita dapat jawabannya,” bujuk perempuan itu. Effie mengetik salah satu nama kota yang diketahuinya.

Anda akan menemukan penelitian terdahulu di kota Giriwarsa.

Selama beberapa saat, layar sentuh itu tak mengeluarkan suara. Hanya ada tampilan layar penuh semut. Setelah dua menit berlalu, layar sentuh itu menampilkan pegunungan dan jalanan yang berliku-liku, menurun dan mendaki. Tak lama kemudian, layar sentuh itu berubah menampilkan sebuah gedung sekolah sederhana yang hampir seluruh struktur bangunannya menggunakan bahan kayu jati.

Pada tahun 2008, sekelompok peneliti yang berasal dari Badan Riset Nasional pernah melakukan penelitian di Sekolah Menengah Pertama Kalpasastra. Sekelompok peneliti itu melakukan penelitian berjenis design research. Variabel bebas dalam penelitian itu adalah Pendidikan Matematika Realistik sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan pemahaman konsep. Salah satu peneliti yang terlibat di dalamnya adalah pendiri sekolah ini, Lema Alfa Sayyid.

Sekonyong-konyong, Effie terkejut mendengar bahwa kakeknya pernah melakukan penelitian di kota kelahirannya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status