Share

6 – Lembaran Baru?

Dedaunan yang gugur menciptakan kehidupan baru

Aiys berjalan keluar ruangan ujian dengan senyum kebahagiaannya, masa-masa ujianpun selesai.

"Akhirnya," sambil memeluk Keysa yang tadinya duluan keluar.

Dari arah lain, Juna melangkah dengan sebuket bunga yang ia genggam.

"Bentar lagi, bunga ini akan berpindah tangan. Semoga kamu suka," bisiknya dalam hati.

Aiys bahagia kali, rasanya beban yang ia pikul terlepaskan. Malamnya Aiys bisa tidur nyenyak, biasanya hanya tidur dua sampai tiga jam. Tekad dan target harus di capai, begitulah Alisya.

"Malam nanti, gue bisa tidur nyenyak," tawanya pada Keysa.

"Lu nya kali, yang terlalu ambil pusing soal ujian," dingin Keysa.

Aiys memandang tajam Keysa seketika, "Keysa, Alisya sudah kembali," dengan gayanya sok imut.

"Iyaa, syukur," balas Keysa dengan sedikit tawanya, lalu Keysa mengalihkan pandangannya ke belakang.

"Aiys, Aiys," heboh Keysa.

Aiys masih fokus pada ponsel yang ia miliki.

"So sweet," mewek Keysa.

"Apa sih?" judes Aiys, tetap penasaran sambil mengalihkan pandangan tepat saat Juna sampai.

"Ciee...cie..." suara hiruk di lantai tiga.

Gibral dan Alan dua manusia sahabatnya asal planet lain tersebut mendorong tubuh Juna untuk lebih dekat dengan Aiys. Terlihat, Juna gugup. Banyak keringat bercucuran dari pelipisnya. Juna kali ini sangat ganteng. Membuat Aiys terdiam dan membisu. Juna mengambil posisi dan menyatakan isi hatinya selama ini. Saat Juna mau jongkok.

"Alisya Centara kelas  Mipa 1, tolong ke ruang majelis guru sekarang."

Memastikan namanya dipanggil, "Barusan yang dipanggil itu gue, Key?" tanyanya pada Keysa.

"Iya kamu," jawab Keysa.

"Ga tepat bangat momentnya manggil Bu," teriak siswa-siswi disana.

"Gagal deh nonton gratisan," kecewa beberapa penonton dadakan.

Juna dengan cepat memberikan buket bunga ke Aiys walau tanpa sepatah katapun. Aiys menerima dengan tersenyum. Gibral dan Alan segera menghibur sahabatnya. Menepuk pundak dan merangkul dengan penuh arti. Nampak jelas dimuka Juna raut kekecewaan, padahal sedikit lagi.

"Sabar bro, masih ada esok," kata Gibral.

"Bentar lagi juga bisa," tambah Alan.

Juna hanya diam, memandang sekelilingnya. Kerumunan tadi sudah menghilang satu persatu.

"Padahal tadi udah pas bangat momentnya," frustasi Juna memandang bayangan Aiys yang mulai menghilang.

Aiys segera ke ruang majelis guru, Aiys mau memperbaiki nama baiknya dimata guru-guru lagi. Di sepanjang jalan, hati Aiys was-was, terbukti dengan berkeringat nya tangan Aiys. Aiys selalu menggenggam tangan Keysa menuju ruang majelis guru.

"Key," panggil Aiys ketika mereka sampai di depan ruang majelis guru.

"Masuk Aiys," kata Keysa.

Aiys hanya diam dalam ragunya, ia takut dipanggil ke ruang majelis guru kerena kak Juna datang ke ruang ujiannya dan mengundang perhatian banyak orang.

"Key," panggil Aiys lagi.

"Ma.." belum sampai kata Keysa selesai.

Keluar Bu Nita selaku wakil kesiswaan SMA Nusa.

"Ini Alisya?" tanya bu Nita memastikan.

Aiys mengangguk, "Iya bu."

"Ayo, ikut ibu,"

Kenapa ini? Aiys salah apa? Kenapa dipanggil wakil kesiswaan. Aiys kuatir, wajahnya sekita berubah was-was.

"Key," tatap Aiys.

"Masuk, gue tunggu disini," jawab Keysa berusaha sebiasa mungkin. Padahal didalam hatinya juga kuatir kenapa sahabatnya dipanggil wakil kesiswaan

Aiys masuk ke ruang majelis guru, dan melangkah masuk ke dalam ruang wakil kesiswaan yang berada dalam ruang majelis guru, tetapi memiliki 2 pintu masuk, dari depan dan dari dalam ruang majelis guru.

Aiys gugup, ia pandang sekilas keadaan ruangan ini.

"Rapi," katanya kecil.

"Duduk, Alisya," perintah bu Nita.

Aiys segera duduk, "Terimakasih Bu," katanya yang disusul dengan duduknya bu Nita berhadapan dengan Aiys.

"Langsung saja," bu Nita mengeluarkan satu brosur dan buku panduan acara dari dalam map yang dibawa.

"Akan ada lomba Fisika tingkat regional, 3 minggu lagi, setelah diskusi bersama beberapa guru, diputuskan kamu sebagai pewakilan sekolah bidang Fisika," terang bu Anita.

"Saya bu? " tanya Aiys memastikan.

Aiys merasa tidak yakin, mengingat nilai fisikanya yang tidak terlalu tinggi.

"Apa kamu bisa?" tatap Bu Nita.

"Bisa bu," jawab Aiys mantap.

Bu Nita tersenyum puas, "Kamu akan sekelompok dengan beberapa orang lagi, bisa dari kelas 10 dan kelas 11," tambah bu Nita.

Diluar ekspektasi Aiys, ternyata Aiys masih dipercaya untuk mewakili sekolahnya.

"Mulai sekarang kamu harus belajar, kalau kamu bisa juara di perlombaan tersebut, kamu akan ibu jadikan salah satu pewakilan sekolah untuk lomba olimpiade sains nasional," kata Bu Nita sambil menepuk pundak Aiys.

"Baik bu, saya berusaha semampu saya," kata Aiys dengan air mata berlinang.

"Ibu bangga padamu, pergilah ke perpustakaan pinjam buku olimpiade disana," intruksi bu Nita.

"Baik bu, pamit Aiys." Sambil bersalaman.

Aiys keluar dari ruangan wakil kesiswaan sekolahnya. Ia melangkah ke perpustakaan dengan hati berbunga.

"Kenapa Aiys?" tanya Keysa.

Aiys tidak menjawab, ia lebih memilih memeluk sahabatnya itu.

"Kenapa, ada masalah apa?" panik Keysa melepaskan pelukan.

"Tidak ada yang salah, Aiys senang," kata Aiys berlinang air mata.

"Kenapa?" tanya heran Keysa.

"Aiys masih dipercaya menjadi pewakilan sekolah mengikuti lomba, dan ini lomba tingkat regional,"

Keysa tak menjawab kata Aiys, ia lebih memilih memeluk seperti yang Aiys lakukan tadi.

"Batal deh tidur nyenyaknya," gurau Keysa.

"Aaaa, Keysa..." teriak Aiys.

"Gpp, harus semangat dong," Keysa sambil mengepalkan tangannya.

"Semangat," kata Aiys dengan senyumannya.

Akhir dan awal

Aku bahagia, masih dipercaya

Menggenbam amanah ini

            Aiys dan Keysa berjalan bersamaan setelah Keysa menemani Aiys meminjam buku di perpustakaan.

Tidak ada yang berhasil dalam melupakan kecuali mereka yang membuka

"Aiys," panggil Keysa ketika mereka berjalan menuju pakiran.

"Yaa Key," sahut Aiys.

"Lu, udah lupakan Daffa?" tanya Keysa tiba-tiba.

Aiys terdiam, pertanyaan Keysa barusan seakan membuka luka jahitan yang mulai membaik. Sakit.

"Maaf," ucap Keysa gugup.

"Don’t worry," senyum Aiys.

Mereka berjalan beriringan dengan pikiran masing-masing. Keysa merasa sangat bersalah. Nampak jelas di raut muka Aiys. Ekspresinya langsung berubah drastis.

"Key," panggil Aiys.

"Aiys, belum bisa melupakan Daffa," jujurnya mengungkapkan rasa.

Aiys memegang hatinya, seakan masih tersimpan nama Daffa.

"Gue paham," ucap Keysa.

"Sulit, sulit bagi Aiys," kata Aiys sambil duduk di kursi depan taman.

Keysa ikut duduk, Keysa paham . Aiys butuh teman curhat.

"Kamu bisa Aiys," ucap Keysa memegang pundak Aiys.

"Bisa apa, Key?" Tanya Aiys.

"Lupakan Daffa," langsung Keysa menatap Aiys dengan penuh harap.

Aiys terdiam, kata Keysa seakan stimulus dalam dirinya.

"Kamu bisa!" kata Keysa sekali lagi.

Aiys masih diam, menatap kosong.

"Aiys, kamu bisa!" ucap Keysa lagi.

"Key, sulit." rengek Aiys.

"Sejak kapan kamu cengeng begini Aiys?" tanya Keysa memandang sahabatnya yang terlalu larut dalam kesediaan.

"Kamu pintar,cantik, kaya, sempurna Alisya," terang Keysa.

"Lupakan Daffa, terima Juna," tegas Keysa.

Lagi dan lagi, Aiys terdiam. Juna lelaki yang menemaninya belakang hari ini.

"Aiys, jawab gue," tatap Keysa.

"Apa Key? APA???" teriak Aiys.

Keysa kaget, tidak seperti biasanya Aiys begini. Apalagi sampai meneriaki dirinya. Keysa tidak nyerah, ia tahu. Aiys butuh bantuannya.

"LUPAKAN DAFFA," tegas Keysa dengan penuh penekanan di setiap katanya.

"Tidak bisa Keyyyy," tangis Aiys pecah.

"KAMU BISA, ALISYA,"

"Siapa yang mau begini terus, siapa? Tidak ada Key. Aiys juga ingin seperti dulu lagi. Semangat belajarnya, bahagia. Tidak seperti ini," teriak Aiys dalam isakannya.

"Tetap tidak bisa Key, setiap tempat. Aiys keingat Daffa, pikiran Aiys dipenuhi Daffa," tambah Aiys.

"Disini," Aiys menunjuk hatinya. "Masih tersimpan nama Daffa," jelas Aiys sambil menatap Keysa.

"Aiys benci diri Aiys Key, kenapa Aiys begitu mencintai Daffa? Kenapa? Kenapa Key?" Tanya Aiys beruntun.

Aiys berdiri dari duduknya," tapi Daffa. Tidak peduli Key," Aiys menggeleng pelan.

"Bantu Aiys Key," pinta Aiys.

"Aiys ingin keluar dari sini," katanya sambil terduduk dan kepala Aiys disandarkan di kursi.

Keysa yang sedari tadi diam, menghirup nafas dalam-dalam dan mencoba menjernihkan semua pikirannya.

"Terima Juna, Aiys," tatap Keysa.

"Sulit Key," jawab Aiys.

"Aku tahu, coba Aiys, COBA!!" mata Keysa menatap Aiys.

"Kamu harus buka hati Aiys," tambahnya.

"Lihat pengorbanan Juna, buka matamu Aiys. STOP PIKIRAN DAFFA," kata-kata Keysa sangat menusuk hati Aiys.

Keysa menunjuk hati Aiys, "Hatimu, berhak bahagia Alisya," lembut namun penuh penekanan perkataan Keysa.

"Aiys, berusaha key," ucap Aiys dengan tatapan kosong.

Keysa langsung memeluk Aiys, "Akanku bantu Aiys," Keysa menatap Aiys, "Aku yakin kamu bisa,"

Aiys mengangguk dan tersenyum, Aiys sangat bersyukur memiliki sahabat Keysa.

"Terimakasih key," peluk Aiys.

"Terima Juna," kata Keysa mengakhiri pelukan mereka.

Aiys hanya terdiam, namun dalam hatinya sudah bertekad melupakan Daffa.

"Aiys," sapa Keysa lagi.

Aiys hanya mengangkat satu alisnya.

"Gue pulang duluan, udah dijemput," kata Keysa. "Kamu pulang dengan siapa?" tanyanya.

"Tadi Juna chatting sih," jawab Aiys.

"Pulang sama Juna aja," sambil mengalihkan pandangan.

"Bye Aiys, terima Juna," bisik Keysa.

"Dia suka kamu tu, tadi gagal aja," tambahnya.

***

"Sampai kapan kamu mau disini?" gerah Alan.

"Tau, pulang yok?" Gibral menepuk pundak Juna.

"Ingat Aiys, kelamaan nunggu," kata Alan yang dibuat manja.

"Iya, Aiys," katanya kaget.

Juna segera mengeluarkan ponselnya dan langsung menghubungi Aiys.

Tersambung...

[Hallo] ucap Juna membuka obrolan.

[Iya, hallo Jun,] balas Aiys.

[Dimana Aiys?]

[Aiys di taman depan pakiran Jun,]

[Ok, tunggu disitu.]

[Iya Jun,] jawab Aiys lalu sambungan terputus.

"Eh bro, gue pulang duluan," katanya melangkah dari ruang osis.

"Oke," jawab Alan.

"Goblok, terus kita gimana pulangnya?" pukul Gibral.

"Junaaa," teriak Alan.

Juna yang baru mau melangkah keluar, "Ya, ada apa?"

"Nebeng," katanya berdua.

"Gue mau PDKT dengan Aiys," jawabanya. "Pulang sendiri aja!" judesnya.

"Gue lupa bawa dompet," kata Alan.

"Tu, kebo, minta bayarin sama dia," jawab Juna.

"Siapa yang lo bilang kebo?" Bentak Gibral. "Gue?" tanyanya menunjuk diri.

"Ya," dingin Juna.

"Dasar ketos bermuka seribu," teriak Gibral.

"Bisa menempatkan diri, wkwkw," bela Alan.

"Pintar," kata Juna. "Gue duluan," pamitnya.

Juna melangkah pergi sedangkan dua sahabatnya masih sibuk main game cacing. Juna mempercepat langkahnya, ia merasa sangat bersalah pada Aiys. Sesampainya di taman, Juna langsung melebarkan matanya. Mencari sosok yang membuat hatinya selalu dag dig dug..

"Maaf," kata Juna sesampainya di kursi tempat duduk Aiys.

"Tidak apa-apa Jun," jawab Aiys.

Juna memperhatikan wajah Aiys setiap incinya, "Habis nangis? Ngapain tadi dipanggil?" panik Juna yang berusaha tetap tenang.

"Hehehe," tawa Aiys.

"Aiys cerita di mobil, boleh?" tanya Aiys, jujur saja Aiys capek. Ia ingin segera merebahkan dirinya di kasur.

"Yok," ajak Juna.

Aiys dan Juna segera berjalan menuju pakiran. Tidak ada obrolan, mereka berdua lebih memilih bermain dalam pikiran masing-masing.

"Kenapa tadi?" tanya Juna setelah mereka di dalam mobil dan Juna mulai melajukan mobilnya.

"Yang mana Jun?" tanya Aiys.

"Kenapa dipanggil ke kantor?," dingin Juna.

Aiys langsung menatap muka Juna, "Aiys diminta ikut lomba," katanya.

“Oo, okey" Juna lega, Aiys tidak terbelit masalah. "Lomba apa?" tanyanya.

"Lomba Sain Jun, Aiys bidang Fisika," kata Aiys sambil menatap ke depan.

"Lombanya 3 minggu lagi ya?" tanya Juna antusias.

"Iya Jun, kenapa tau?" penasaran Aiys menatap Juna.

"Aku juga ikut," jawab Juna datar.

"Iyaa??? Bidang apa??" tanya Aiys antusias.

"Sama dengan Aiys,"

"FISIKA??" tanya Aiys memastikan.

Juna hanya mengangguk kecil.

"Yeeeeee," heboh Aiys langsung memeluk Juna.

Juna yang tidak siap dengan reaksi Aiys langsung kaget,

"Maaf," kata Aiys melepaskan pelukan. "Aiys terlalu bahagia, mendengarnya," jujur Aiys.

Juna masih diam, ia sangat bahagia bisa dipeluk Aiys.

"Tidak apa-apa," jawab Juna.

"Juna tidak marahkan?" tanya Aiys di depan muka Juna.

Sangat dekat, hingga Juna bia mendengar detak jantung Aiys.

"Buat apa aku marah?" tanya Juna tersenyum.

"Siapa tau, nanti pacar Juna marah," Aiys menjauhkan mukanya.

"Pacar aku kamu," jawab Juna santai sambil fokus mengemudi.

"Aku?" tanya Aiys memastikan.

"Kalau kamu mau, Aiys?" tatap Juna sambil tersenyum.

"Serius aja Jun," bete Aiys.

"Kenapa? Tidak mau?" tanya Juna masih fokus mengemudi.

"Masa ngajak pacaran begitu," Aiys memajukan bibirnya. "Tidak ada romantis-romantisnya," Aiys menekuk mukanya.

"Terus maunya seperti apa?" tanya Juna masih santai.

“Junaaaaaaa," teriak Aiys.

Juna yang gemas langsung saja mengacak rambut Aiys.

"Rapiin!" tegas Aiys namun kedengaran manja.

Bukannya merapikan, Juna malah lebih mengacaknya.

"Junaaaaaaa," kesel Aiys sambil mengangkat tangannya berniat memukul Juna.

Juna langsung memegang dan menggenggam tangan Aiys, "Apa?" tanyanya.

Aiys kaget dengan reaksi kak Juna yang langsung menggenggam tangannya. Nyaman, kata itu yang ia rasakan. Aiys memilih diam dalam duduknya membiarkan tangannya digenggam  Juna. Sesekali Aiys memperhatikan Juna, yang masih tenang dalam mengemudi.

Aku masih mencoba.

Mencoba membuka,

Membuka lebaran baru

Cukup, aku dan kamu

Tanpa dia!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status