Share

Masa Orientasi 2

Hari ini adalah hari kedua masa pengenalan sekolah di SMA Vidatra. Sekarang, setelah pelatihan baris berbaris selesai, murid baru disuguhkan dengan penampilan penampilan dari setiap ekstrakulikuler dan juga Organisasi yang berada di sekolah Itu.

"Baiklah, kita akan saksikan penamilan dari band SMA Vidatra," ucap Pak Sugeng, selaku pembina ekstrakulikuler.

Seluruh siswa baru yang tengah duduk di aula SMA Vidatra, bersorak sorai. Menyambut kedatangan beberapa orang yang naik ke atas panggung aula.

"Okay, apa kabar semuanya?" tanya sang vokalis perempuan yang dijawab dengan suara riuh oleh para murid baru.

"Baik, Kak!"

"Bagus, semangat banget ya," ucapnya.

"Kalian, harus banget jadi bagian dati kita kita, band SMA Vidatra. Yang berminat, nanti habis ini langsung daftar Ya!" ujarnya bersemangat.

"Okay, sekarang, kita akan bawain lagu dari Charlie puth featuring Selena Gomes, We don't talk anymore."

Segera setelah sang Vokalis band selesai berbicara, band tersebut segera mamainkan musik. Seluruh murid baru berteriak riuh dan ada juga yang bersiul siul.

I just hope you're lying next to somebody

Who knows how to love you like me

There must be a good reason that you're gone

Every now and then I think you might want me to

Come show up at your door

But I'm just too afraid that I'll be wrong

Hari ini tak seperti hari kemarin yang membosankan. Masa pengenalan sekolah di hari ini diisi dengan hal hal seru dan menyenangkan.

"Seru, banget! gue mau masuk ekstrakulikuler band!" Tetiak Andhin pada Raissa yang berada disebelahnya.

"Emang, lo bisa nyanyi?" tanya Raissa sedikit berteriak, karena ramainya suara di aula itu.

"Gak bisa!"

"Main alat musik?" tanya Raissa lagi.

"Gak bisa juga!"

"Terus? Kenapa lo mau masuk ekskul band?!"

"Karena, cowoknya ganteng ganteng!" Andhin tersenyum menyebalkan, mambuat Raissa ingin memukulnya saja.

Mereka berdua lalu tak saling bicara lagi, menikmati penampilan yang disuguhkan oleh organisasi dan bidang ekskul selanjutnya.

Kini, giliran ekstrakulikuler Palang Merah Remaja untuk unjuk diri, memperkenalkan tentang mereka untuk menggaet anggota baru.

Beberapa waktu berlalu, Zara yang kebetulan adalah ketua dari ekstrakulikuler tersebut telah menjelaskan banyak hal.

"Apakah ada dari kalian yang ingin bergabung bersama kami?" tanya Zara, dan disambit dengan banyak sekali acungan tangan.

"Wah, banyak juga ya." ucapnya.

"Baik, setelah ini, yang berminat bisa mendaftar di pintu keluar aula ya. Sekian dari aku, terima kasih." Zara meletakkan mikrofonnya dan turun dari panggung aula dengan diiringi oleh tepuk rangan para murid baru.

Kegiatan masa orientasi inipun selesai pada hari ini, dan besok adalah hari terakhir mereka melakukan kegiatan itu sebelum belajar normal.

Baik para Osis, maupun siswa baru membubarkan diri, dan keluar dari tempat mereka berkumpul tadi.

"Kak Zara!" teriak Raissa.

Zara menoleh pada sumber suara, dan menemukan Raissa bersama Andhin yang berlari ke arahnya.

"Hi, kalian," ucapnya dengan tersenyum.

"Gimana? Setelah pengenalan ekstrakulikuler, kalian mau gabung dimana?"

"Aku mau gabung sama kakak, palang meraj remaja." Raissa berkata seraya memeluk lengan kir Zara.

"Bagus, kalo kamu Andhin?"

"Aku gak tau Kak, masih bingung." Andhin memasang wajah memelasnya.

"Dia nyari ekskul yang isi cowoknya ganteng ganteng, Kak," ujar Raissa membuat Zara tertawa.

"Kak, Zara. Ke makam Kakak aku yuk, sepulanh sekolah." Raissa mengajak dengan ekspresi memohon.

"Boleh, Aku juga kangen sama si kepala batu." Zara menyetujui.

"Zar, bisa ikut gua sebentar? Ada yang mau dibahas sama ketua panitia MOS." Seorang Siswa tiba dihadapan mereka, Ia adalah Farell sang ketua Osis.

"Oke, bentar ya."

"Dia adik lo?" tanya Farell seraya melihar Raissa, yang masih memeluk lengan Zara.

"Bukan, kenalin. Ini Andhin, dan Ini Raissa, adiknya Razzan." Zara memperkenalkan kedua murid baru tersebut pada Farell.

Zara dan Farell bisa dibilang cukup mengenal satu sama lain, karena mereka sama sama aktif di organisasi dan membuat mereka sering berinteraksi satu sama lain.

"Razzan?" tanyanya memastikan seraya melihat wajah Raissa.

"Wajah lo gak asing." Farell berfikir.

"Iya, Kakak Ngehukum kita kemarin," jawab Andhin.

"Bukan, saat itu juga gua rasa udah pernah lih--"

"Gue yang waktu itu nganter kue dan--." Raissa memotong perkataan Farell. Namun, belum sempat Ia menyelesaikan perkataannya. Farell terlebih dahulu membekap mulutnya.

"Eumph!" Raissa berusaha memberontak.

"Kalian kenapa sih? Udah saling kenal juga ternyata?" tanya Zara.

"Diem lo," bisik Farell tepat ditelinga Raissa. "Gak kok, gua pernah ketemu dia pas lagi sama Razzan. ayok Zar, yang lain udah lama nungguin."

"Ih! Apa apaan!" kesal Raissa setelah Farell melepas bekapan tangannya.

Farell menarik Zara pergi, Zara hanya mengikuti dan melambaikan tangannya pada Raissa dan Andhin.

"Nanti sore, Telpon aja!" teriaknya sembari berjalan menjauh mengikuti langkah Farell.

"Siap, Kak!" Raissa membalas berteriak dan Andhin melambaikan tangan pada Zara.

"Lo udah ketemu Kak Farell, kenapa gak lakuin dare lo?" tanya Andhin pada Raissa.

"Tunggu waktu yang tepat, gue gak mau dia ngira gue agresif atau gue suka sama dia," ujar Raissa, lalu segera berjalan menuju gerbang sekolah.

"Eh! Tunggu!" teriak Andhin, seraya mengejar temannya itu dan mensejajarkan langkah mereka.

Raissa dan Andhin bersama menuju gerbang. Tak lama, mereka berpisah ketika jemputan Andhin terlebih dahulu datang.

"Sorry ya, gue gak bisa ikut lo sama kak Zara," ucapnya.

"Gak papa kok. Sana gih pulang, hati hati." Raissa tersenyum.

"Okay, lo juga ya. Bye!" Andhin melambaikan tangannya lalu segera mobilnya ia tumpangi meninggalkan tempat itu.

Raissa berdiri di samping gerbang sekolah, menunggu Shana menjemputnya.

"Pasti, Tante lagi ada pesanan." Raissa melihat jam ditangannya.

Brug

Raissa terjatuh ketika seseorang menabraknya.

"Aw, gimana sih, jalan lihat lihat dong!" kesal Raissa menepuk nepuk kedua tangannya yang kotor.

"Sorry, gua gak lihat lo," ucap seorang pemuda mengulurkan tangan pada Raissa.

Raissa mendongak dan melihat wajah tersebut yang familiar menurutnya.

"Ayo, bangun," katanya masih dengan mengelurkan tangan.

Raissa menerima uluran tersebut, lalu membersihkan pakaiannya yang kotor akibat debu. Setelahnya, Ia menelisik wajah tersebut kembali memutar memorinya untuk mengingat apa benar ia mengenal pemuda dihadapannya itu.

"Lo gak papa?"

"Lo! lo yang waktu itu ngejatuhin barang barang gue di toko buku kan!" tanya Raissa sedikit kesal.

"Oh ya? Sorry," ucapnya.

"Kalo cuma dengan kata maaf semua kesalahan bisa dihapus, penjara gak akan ada isinya," ujar Raissa.

"Setuju. Tapi, lo seharusnya gak benci sama orang yang ngelakuin kesalahan. Karena, lo gak pernah tau alasan dibalik itu, apa yang ia tanggung, sehingga nyebabin masalah itu." Pemuda tersebut berkata dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Raissa tertegun, Ia kehilangan kata katanya.

"Gua Zevan, sekolah disini juga. Seneng kenal lo... Raissa," ucapnya setelah melihat tag nama di seragam yang Raissa kenakan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status