Share

Truth or Dare

Andhin keluar dari kamar mandi di kamar Raissa, Ia baru saja selesai membersihkan dirinya. Kini Ia memakai pakaian yang Raissa pinjamkan padanya.

"Seger banget," ucap Andhin.

"Iya, karena tadi abis keringetan banget di sekolah, abis mandi rasanya seger." Raissa duduk di ranjangnya.

"Eh, tapi lo beneran udah Izin sama orang tua lo?" tanya Raissa pada Andhin yang tengah melihat lihat isi dari kamar Raissa.

"Udah, tenang aja. Mereka juga gak bakal nyariin kali. Gue udah gede." Andhin berkata seraya mengotak atik aksesoris pajangan di meja belajar Raissa.

"Emang dasarnya lo sih, suka keluyuran kayak gak punya rumah aja." Raissa berujar membuat Andhin menatapnya tak terima.

"Eh, gue anak rumahan tau, seminggu paling keluar rumah buat main tuh tujuh kali." Perkataan Andhin sukses membuat Raissa melemparkan sebuah bantal padanya. Lalu mereka tertawa setelah itu.

"Eh, Rai. Tadi Kakak perempuan yang ngobrol sama lo siapa?" tanya Andhin.

"Itu? Kak Zara."

"Untung aja ada dia, sumpah tadi gue deg deg an banget bakal gak bisa pulang." Andhin berujar.

"Iya, untung aja."

"Kalau gak, di hari pertama sekolah kita udah dapet kenangan buruk," ucap Andhin.

"Lo sih, lama banget, udah tau jam pulang sekolah, masih aja dandan di toilet." Raissa melihat Andhin dengan datar.

"Ih, biar tetep cantik. Zaman sekarang, gak cantik gak dapet pacar," ujar Andhin membuat wajah Raissa semakin datar.

Raissa dan Andin yelah agak lama mengobrol, Andhin se-pulang sekolah tadi, langsung ikut ke Rumah Raissa ketika Shana menjemputnya.

"Jadi, lo cuma tinggal berdua sama Tante Shana?" tanya Andhin dijawab anggukan oleh Raissa.

"Tadinya bertiga, tapi...," ucapnya terhenti sejenak.

"Kakak gue, meninggal bulan lalu." Raissa tersenyum menahan sesak dadanya.

"Sorry, gue gak maksud bikin lo sedih." Andhin mendekati Raissa dan memegang tangannya.

"Its okay," senyum Raissa.

"Kalau boleh tahu, Kakak lo meninggal karena apa?"

"Kecelakaan, Kak Razzan ngehindarin seseorang yang mau nyebrang." Raissa berkata dengan ekspresi sedih yang tak bisa Ia sembunyikan.

Andhin memagang bahu Raissa, berusaha memberi sedikit kekuatan pada gadis itu.

"Jangan sedih lagi, masih ada Tante Shana, sama gue. Kak Razzan pasti juga bahagia disana." Andhin tersenyum tulus dan Raissa mengangguk.

"Senyum dong," ucapnya. Raissa mengangkat kepalanya dan tersenyum pada Andhin.

"Gitu, dong!"

Tok tok tok

"Raissa, Andhin. Ayo makan, tante udah masakin buat kalian," ucap Shana setelah membuka pintu kamar Raissa.

"Siap, Tante!" Andhin bersemangat.

"Ya udah, tante tunggu diluar ya." Shana menutup pintu kamar tersebut lalu pergi darisana.

"Oh iya, habis makan, boleh gak gue lihat lihat toko?" tanya Andhin.

"Boleh, dong! Asal jangan asal comot."

"Yee, lo kira gue anak kecil." Andhin menampakkan wajah datarnya.

Mereka berdua berdiri dari duduknya, keluar dari kamar Raissa dan pergi ke ruang makan untuk menyusul Shana.

Raissa dan Andhin segera memakan makanan yang telah disiapkan Shana.

"Jangan malu malu ya, Andhin. Anggap aja rumah sendiri." Shana tersenyum.

"Siap, Tante! Gak tante suruh, Aku juga bakal jadiin rumah ini rumah Aku," ucap Andhin.

"Dasar," cibir Raissa.

"Tadi, aku dihukum di sekolah karna Andhin tau Tan." Raissa mengadu.

"Ih, kok gue?" protesnya tak terima.

"Lah salah gue gitu?"

"Sudah, sudah. Kalian ini, gak baik berdebat disaat makan." Shana berusaha melerai.

Mereka berdua diam, namun masih tetap saling mengejek, membuat Shana menggeleng gelengkan kepalanya akan tingkah kedua remaja perempuan itu.

"Tan, tante tau gak?" tanya Raissa pada Shana.

"Apa tuh?"

"Anaknya Tante Raini yang aneh itu, Dia ketua Osis." Raissa berkata masih dengan mengunyah makanan di mulutnya.

"Oh ya? Bagus dong. Kamu bisa punya pacar ketua Osis."

Uhuk uhuk

"Eh, minum dulu minum dulu," ucap Shana memberikan segelas air pada Raissa.

"Kenapa sih tante? Raissa panggil Kak Farell gak jelas terus?" tanya Andhin.

"Parah, ogah banget aku punya pacar kayak dia." Raissa memprotes Shana.

"Gak tau tuh, Raissa emang suka gitu," ujar Shana.

"Hm, awas Rai, benci sama cinta itu beda tipis." Andhin berkata pada Raissa.

"Diem gak, apaan cinta cinta," ucap Raissa menampakkan ekspresi tak suka.

"Udah, katanya lo mau lihat toko kan? Ayok."

"Oh iya, boleh kan Tante?" tanya Andhin.

"Boleh dong! Sana gih," suruhnya.

"Oke, daa Tante cantik." Andhin menghoda Shana, Raissa hanya menampakkan ekspresi datarnya seraya menarik Andhin untuk segera pergi.

Bahkan belum sehari mereka kenal, tapi sikap Andhin seperti sudah kenal sangat lama dengan orang dirumah itu.

Raissa masuk ke toko, diikuti dengan Andhin dibelakangnya.

"Wah, besar juga ya. Dikelola sendiri sama Tante Shana?" tanya Andhin.

"Lo gak lihat ada gue?" tanya Raissa dengan malas.

"Iya iya, maksud gue, gak mau rekrut karyawan gitu?" Andhin menjelaskan.

"Gak, gue udah pernah saranin. Tapi tante bilang bisa tangani semuanya sendiri," jelas Raissa membuat Andhin mengangguk angguk.

"Eh, itu lukisan siapa?" Andhin berjalan menuju lukisan Razzan yang dipajang oleh Raissa dan Zara beberapa saat lalu.

"Itu, Kak Razzan."

"Wah, Kak Razzan ganteng banget, manis!" Andhin bersemangat.

"Lo mah, semua cowo aja lo bilang ganteng," kesal Raissa.

"Ih, serius!" Andhin meyakinkan Raissa.

"Ya, ya, ya."

"By the way, siapa yang ngelukis?" tanya Andhin.

"Gak tau, lukisan itu dikirim sama orang tanpa nama kesini, mungkin sama sopir mobil yang nabrak Kakak," jelas Raissa.

"Kenapa dia gak dipenjara?"

"Polisi nyimpulin, kecelakaan itu bukan kesalahan siapa siapa, tapi..."

"Tapi apa?" tanya Andhin penasaran.

"Bagi gue, ada satu orang yang gak bisa gue maafin dari insiden kecelakaan Kakak." Raissa melihat Andhin yang juga melihatnya.

"Siapa?" Andhin semakin penasaran menunggu kalimat yang akan dikatakan oleh Raissa.

"I don't know," ucapnya.

"Oke, udah jangan bahas itu mulu. Sekarang agar kita bisa menjadi teman yang baik dan mengerti satu sama lain, kita harus lebih tau satu sama lain." Andhin bersemangat.

"Caranya?"

"Main truth or dare," ucap Andhin.

"Tante ikut!" Teriak Shana yang baru saja masuk ke toko tersebut, Ia segera duduk bergabung bersama dengan Andhin dan Raissa.

"Eh? Tante gak ada pesanan?" tanya Raissa dijawab gelengan kepala oleh Shana.

"Tadi udah tante anter."

"Oke!" Andhin mengambil sebuah botol dan menumpahkan isinya higga tersisa sedikit.

"Siapa yang ditunjuk sama tutup botol, dia yang harus jawab atau lakuin tantangan. Cuma satu ya, dan harus dilakuin, harus jujur." Andhin memperingatkan.

"Okay."

"Siap!"

Andhin memutar botol tersebut hingga benda itu berputar dengan cepat, semakin melambat dan akhirnya berhenti di tepat di arah Andhin.

"Yah, kok gue sih," kesalnya.

"Truth or dare?" tanya Shana.

"Truth aja deh, main aman."

"Oke, apa hal yang orang gak tau tentang lo?" Raissa bertanya dengan ekspresi menyelidiknya.

"Gue... suka sama Om-om." Andhin menjawab dengan santai, sedang Shana dan Raissa heboh karenanya.

"Gila lo ya?!"

"Kamu ini,"

"Eh, dengerin dulu dong. Ini Om-Om nya beda, duda ganteng kaya raya, Song Jongki namanya." Setelah Andhin menyelesaikan kalimatnya, segera tangan Shana dan Raissa mengarah kepadanya.

"Eh, ampun, ampun!"

"Yang bener!" ucap Raissa.

"Iya, ntar beneran. Sekarang putar lagi dulu." ujarnya lalu memutar botol itu kembali. sudah beberapa kali putaran, dan Shana juga telah mendapat gilirannya.

Andhin memutar botol itu sekali lagi, dan akhirnya, arah botol tersebut berhenti di depan Raissa.

"Truth or dare?"

"Dare," ucap Raissa dengan santai.

"Andhin, sini deh tante bisikin." Shana mendekat pada Andhin lalu mereka berbisik bisik dengan tertawa.

"Apaan sih, bisik bisik." Kesal Raissa, tadi saat giliran yang lain, Ia tidak melakukan itu.

"Oke, Raissa. Tantangan lo..." ucap Andhin menggantung.

"Apa?"

"Besok, lo harus minta nomor Kak Farell disekolah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status