Sedikit demi sedikit semuanya terkuak meski sesungguhnya Kenan belum percaya sepenuhnya tentang apa yang ia dengar. Namun, tidak mungkin juga Nayla berbohong padanya apalagi hingga memfitnah ibunya. Berkali-kali Kenan meminta maaf, tetapi hal ini tidak dapat menyembuhkan luka terlebih Kenan bukanlah orang yang bersalah. "Sudah, Kak. Hal ini sudah berlalu, sesungguhnya aku hanya ingin hidup tenang tanpa dibayang-bayangi ancaman dari mama Kak Ken aja," ucap Nayla. Sesungguhnya terlalu banyak kata-kata dan sumpah serapah yang menyakitkanku dulu, Kak. Tetapi aku tidak ingin menguak kembali rasa sakit itu dan sudah cukup, biar hanya aku yang tau. Nayla berbicara dalam hatinya saat menatap lekat wajah Kenan. "Nay?" Kenan memanggil Nayla saat ia berjongkok di hadapan kekasihnya yang sedang duduk di ayunan."Iya," jawab Nayla."Nikah, yuk!" ajak Kenan dengan binar penuh pengharapan. "Tidak untuk sekarang, Kak. Aku belum memiliki apa-apa." "Tapi aku berkewajiban untuk menafkahi kalian. Ak
Kenan yang baru saja bangun dan membekap mulut Nayla seolah langsung tersadar. Mata sipitnya terbuka meski terlihat bersemu merah. Wajah Kenan semakin mendekat hingga tubuh mereka hampir merapat dan detak jantung Nayla semakin kencang saat wajah mereka sangat dekat. "Ssstttt ... nanti Lea bangun," bisik Kenan tepat di telinga Nayla. Wanita itu mengangguk meski ia sadar sedang mengatur napasnya yang masih memburu. Kenan melepaskan tangannya yang sedang membekap bibir Nayla, perlahan ia merapikan rambut Nayla. Saat ini keduanya masih sama-sama tidur menyamping. Sungguh, hal ini membuat Nayla menjadi tidak keruan akan debar yang sedang ia rasakan. "Kak, jangan macam-macam," gumam Nayla di sela mengatur debar yang semakin menjalar. Kenan tersenyum. "Untuk apa? Dengan seperti ini, pun, aku sudah bahagia. Biarkan aku menikmati wajahmu, Nay. Aku rindu saat menatap wajahmu sedekat ini," ucap Kenan pelan. Hati ingin menolak tetapi bibir enggan bersua. Seolah membiarkan tangan Kenan mema
Allea dan Nayla sama-sama beristirahat dalam kamar, Kenan juga masuk ke kamarnya yang hanya bersisian dengan kamar utama. Nayla menceritakan dongeng untuk Allea hingga akhirnya putri kecilnya tertidur pulas di pangkuannya. Merasa putrinya telah terlelap, perlahan Nayla memindahkan kepalanya ke bantal. Nayla benar-benar bersyukur melihat putri kecilnya tumbuh dengan sehat juga pintar. Tidak terasa kebersamaan dengan putri membuat dirinya tumbuh menjadi sosok yang kuat dan mandiri. Mungkin awalnya Allea bukanlah sosok anak yang didambakan kehadirannya, tetapi setelah tangisnya pecah di ruang persalinan, pada saat itu Nayla bertekad untuk selalu menjaga sekuatnya. Ia tidak ingin anaknya terluka oleh siapapun. Allea tampaknya sudah tertidur pulas, tenggorokan Nayla terasa begitu kering, ia haus dan memutuskan untuk ke dapur mengambil air minum karena gelas yang ada di nakas sudah ikut mengering. Saat Nayla berjalan keluar dari kamar, tiba-tiba ia mendengar suara gigil dari dalam kamar
Sepasang mata nyalang kini terlihat dari Rebecca. Ia begitu tidak suka melihat laki-laki yang dicintainya memeluk wanita lain. "Jadi Mas ke sini dengan dia?!" Rebecca menunjuk wajah Nayla. "Maksudnya?" Kenan tidak mengerti. "Kata Mama, Mas ke sini untuk urusan kerja. Makanya aku datang ke sini untuk memberikan surprise buat Mas, tapi ternyata malah aku yang Mas kasih kejutan menyakitkan!" Rebecca terlihat marah dan kecewa. Kenan memang bicara pada ibunya ke Puncak Bogor sambil bekerja dan Kenan memang sengaja tidak memberitahunya. "Mbak, ini enggak seperti apa yang Mbak liat. Kami enggak ngapa-ngapain," ucap Nayla di tengah-tengah perdebatan Rebecca dan Kenan.Rebecca tersenyum sarkas. "Diam, kamu cewek murahan! Sudah tertangkap basah masih mau ngeles, hah?!" Rebecca menyorot tajam pada Nayla. "Jaga bicaramu, Rebecca!" Kenan tidak suka mendengar ada orang yang menjelekkan Nayla, siapapun itu. Rebecca tersenyum sarkas pada Kenan. Namun, ia juga takut kehilangan laki-laki yang ia
Kenan memutuskan untuk pulang malam. Ia sudah menyuruh Nayla untuk membereskan barang bawaannya. Suasana di vila sudah tidak enak semenjak ada Rebecca."Kak, kenapa harus mendadak seperti ini? Kita masih ada waktu libur," kata Nayla. "Aku sudah muak dengan Rebecca, Nay. Baru saja dia berada di sini berapa jam, sudah bikin moodku hancur. Bagaiman kalau masih berhari-hari?" Nayla terdiam dan merasa bersalah. "Maaf, ya? Lain kali kita berlibur lagi dan aku harap kita nanti sudah menjadi suami istri," ucap Kenan sambil memegang kedua bahu Nayla. **Awalnya Allea menolak untuk pulang malam ini. Anak kecil itu seperti sudah betah di vila Kenan. Namun, setelah Nayla memberikan pengertian akhirnya ia mau menurut juga. "Kenap kamu di sini?" tanya Kenan saat Rebecca duduk di sampingnya. "Lalu? Aku harus di belakang dan membiarkan dia duduk di sampingmu, Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat. "Ah, tentu saja karena dia kekasi––" ucap Kenan terhenti saat Nayla menyela. "Kaaaak, udahlah, mas
Sekitar satu Minggu Nayla mempersiapkan toko kuenya. Ia sudah membeli perlengkapan pembuat kue serta bahan-bahan yang telah disimpan di toko. Belum lengkap tetapi sudah cukup untuk modal awal membuka usaha. "Mulai besok pagi kita udah buka toko, ya, Bi?" ucap Nayla pada Inah. "Iya, Non. Bismillah aja, pasti Non Nayla sukses, Bibi yakin itu!" Inah memberikan support untuk sang majikan. Nayla tersenyum dan meraih tangan pembantunya. "Ini semua karena Bibi juga, aku berani ambil langkah baru untuk usahaku." Nayla dan Inah sama-sama tersenyum sebelum mereka memutuskan untuk beristirahat malam ini. Malam semakin larut, langit hitam menyelimuti bumi seraya angin malam yang berembus pada ventilasi seolah mengusap pipi yang tidak tertutupi selimut. Selimut memeluk hangat tubuh insan yang sedang terlelap. Esok pagi akan memulai mencari rezeki dan Nayla benar-benar hanya bermodalkan keyakinan serta barang-barang seadanya. Ia meyakini dengan langkah kecil akan membawa dampak besar untuk ke
"Lepasin, Paaa ...." lirih Rebecca setengah memohon. Bukannya merasa iba, Yoga malah menatap semakin dalam pada bagian tubuh Rebecca. Akan tetapi Yoga begitu pintar membuat Rebecca merasa dispesialkan melalui sentuhan-sentuhan lembut yang semakin intim. "Percayalah, setelah ini kamu akan mendapatkan Kenan misalkan hamil. Bukankah dia tidak sadar akan tindakannya dulu padamu?" bisik Yoga. Awalnya Rebecca risih dengan sentuhan-sentuhan dari tangan dan bibir Yoga, tetapi laki-laki paruh baya itu terlalu pandai dan berpengalaman menjinakkan perempuan.Sepasang mata Rebecca kini terpejam seolah sedang merasakan sensasi sentuhan dari Yoga. Dengan sigap Yoga membopong tubuh sintal Rebecca ke atas ranjang, lalu direbahkan. "Pa, aku takut," ucap Rebecca sambil memegang lengan Yoga. Lelaki paruh baya itu kembali tersenyum. "Percayalah, kamu akan menyukainya, Sayang." Yoga perlahan meraih kedua tangan Rebecca dan bodohnya wanita itu menurut saja hingga akhirnya ia tidak dapat mengelak kal
Bunyi ponsel Kenan terputus. Nayla menjadi khawatir setelah ponsel Kenan malah tidak dapat dihubungi. Ia langsung mengambil jaket dan dompet serta ponsel yang sudah ada di tangannya. "Bi!" Nayla mengetuk pintu kamar Inah. "Iya, Non?" jawab Inah setelah membukakn pintu. "Tolong titip Lea, ya? Saya ada keperluan di luar," terang Nayla yang terlihat buru-buru. Inah mengangguk, bahkan sebelum ia menjawab Nayla sudah berjalan cepat ke arah pintu sambil memesan taksi online karena sudah malam.Nayla terlihat mondar-mandir di luar gerbang. Untung saja tidak sampai sepuluh menit, taksi yang ia pesan sudah datang. Cepat-cepat ia masuk mobil. "Jalan, Pak!" pinta Nayla pada sopir taksi. Sementara Nayla sedang berada di perjalanan, di sisi lain ada Kenan yang sedang adu mulut dengan pengguna jalan lain. "Kalau jalan hati-hati, lihat itu, bodi mobil saya hancur!" Kenan terlihat tidak terima dengan si pengguna jalan lain yang telah menabrak mobilnya. "Siapa suruh mobil nya berenti di situ?"