Sebagai anak seorang tukang bangunan Adara sudah terbiasa hidup susah. Jadi, apa pun keadaannya sekarang ia sudah terbiasa walaupun letih yang mendera cukup berat. Saat pulang kerja jangan kalian pikir Adara akan langsung mandi dan menikmati makan malam serta tidur dengan nyenyak. Tidak, tidak seindah itu kawan.
Saat pulang kerja Adara harus membawa dua derigen yang berukuran tiga puluh liter ke sebuah terminal kran air bersih yang sudah disediakan oleh perusahaan untuk masyarakat, karena di kampung ini belum tersedia air PAM dan air sumur yang ada pun cenderung berwarna hitam atau oren serta berbau. Satu derijen untuk mandi malam ini dan satunya lagi untuk besok subuh.
Listrik pun hanya menyala dari jam enam sore sampai jam enam pagi, jangan membuka mulut terlalu besar karena keheranan kawan. Beginilah nasib bekerja di dunia tambang jika berada di site atau lokasi yang berada di pelosok pedalaman.
Adara membuka mata dengan berat dan malas, pikirannya ingin segera bangun dan bersiap berangkat kerja namun raga bertolak belakang. Tubuh Adara rasanya remuk redam, sudah seminggu ia di sini dan seminggu pula ia menjalani aktivitas mengangkat derijen demi mendapatkan air bersih.
Adara menggerakan seluruh raganya, bergerak semampunya untuk menyiapkan diri sebelum berangkat bekerja.
"Pagi, La."
Sapa Adara pada Aqilla yang lewat depan kosan, Adara mensejajarkan kakinya untuk mengejar langkah Aqilla. Mereka pun berangkat bersama menuju parkiran bis karyawan.
Mereka memang memilih untuk berjalan kaki karena jarak yang tak terlalu jauh selain itu bila mereka memakai sepeda motor maka mata mereka tak puas memandangi wajah karyawan laki-laki yang berseliweran di jalanan ketika jam berangkat dan pulang kerja.
Mereka sudah berdiri di depan halte bersama karyawan lainnya, tak lama kemudian bis yang mereka nanti pun tiba. Mereka masih berdiri menunggu karyawan yang shift malam turun, setelah semuanya turun barulah mereka yang shift siang berangkat.
Karyawan terakhir sudah turun namun ada yang aneh, wajahnya yang pucat dan matanya yang menghitam karena begadang semalaman tiba-tiba menampakkan ekspresi yang sangat aneh saat menatap Aqilla. Adara bisa menyaksikannya karena Aqilla berdiri tepat didepannya.
"Kenapa? Kangen ya, sama aku?"
Bisik Aqilla di dekat lelaki yang memiliki name tag bertuliskan Muhammad Raffani, bisikan itu disambut dengan mata yang membesar oleh lelaki tersebut ia menatap kesal pada Aqilla lalu setelah itu bergegas pergi dan menghilang di antara jejeran karyawan yang berjalan pulang ke mes. Sementara Aqilla tersenyum nakal lalu menaiki bis.
"Siapa sih? Kok kayaknya kesal banget ngeliat muka kamu, La," jiwa penasaran Adara mulai meronta.
"Namanya Raffa si es batu," Aqilla terkekeh.
"What?" bingung Adara.
"Dia Raffa Operator HT ( HaulTruck ) kamu tahu kan Ra kalau aku cantik, tentu banyak yang suka godain aku tapi cuma si Raffa yang nggak pernah ngegoda aku bahkan dia sangat cuek dan dingin ama aku. Makanya aku calling dia es batu udah dingin keras lagi, dan tentunya malah aku yang suka godain dia," ucap Aqilla sembari menampakkan senyum nakalnya.
"Es batu kan suatu saat bisa mencair, La," jawab Adara.
"That's right, Ra. Makanya dia aku calling demikian karena aku yakin suatu saat nanti si es batu itu pasti mencair dan luluh nantinya," ucap Aqilla.
"Amin ...." ucap Adara yang ikut diamini oleh Aqilla.
Tiga puluh menit berlalu akhirnya mereka sudah tiba di depan Workshop, setelah turun dari bis mereka kembali meniti anak tangga untuk naik ke tingkat kedua. Adara berjalan perlahan sambil bergosip ria dengan Aqilla sementara Mbak Orien berjalan dengan kecepatan lumayan kencang berjalan di depan mereka.
Saat asyik berbincang tiba-tiba ada siulan nakal yang menggoda mereka, Adara menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari Haul Truck yang sedang di service di dekat ruangannya.
Seorang pria berkulit putih yang sedikit terbakar oleh sengatan matahari, dengan postur tubuh yang sangat bagus untuk dijadikan bahan memperbaiki keturunan yang pendek seperti Adara, sedang duduk dengan posisi jongkok di luar cabin Haul sambil menebarkan senyum yang menggoda ke arah Adara.
"Rambut panjang jangan sampai lepas!" teriaknya.
Langkah Adara terhenti sesaat sebelum memasuki ruang admin dan ia sempat membulatkan matanya sambil memberikan sebuah kepalan tangan ke arah pria itu lalu menutup pintu admin rapat-rapat.
Baru sepuluh menit Adara memainkan jari di atas keyword komputer pria itu tiba-tiba muncul dan duduk disampingnya.
"Hai, rambut panjang. Baru ya?'' godanya.
Adara hanya mengangguk kesal dan berusaha fokus pada data yang ia input.
"Eh, pinjam Hpnya bentar dong. Please," pintanya
"Untuk apa?" ketus Adara.
"Aku lupa naruh HP dimana, tolong dong urgent nih. Aku harus nelepon pak Rahmat sekarang," ucapnya memelas.
"Nih." Adara menyodorkan dengan malas sebuah Hp padanya, pria itu menyambutnya dengan senang sambil mengetik sebuah kontak lalu meneleponnya. Tiba-tiba terdengar nada dering dari saku bajunya berbunyi. Dengan cepat ia meletakkan HP Adara di meja lalu berpindah ke meja mbak Orien.
"What?! Asem!" Umpat Adara dengan nada rendah agar tak didengar oleh siapapun sambil menatap tajam padanya.
Pria itu hanya terkekeh, mata kirinya mengedip nakal ke arah Adara.
"Makasih nomornya, ya. Jangan lupa di save nomor ku," ucapnya.
Adara menatap tajam ke arah pria itu ingin rasanya ia terkam dan ia cabik-cabik wajah gantengnya itu. Kedatangan pak Mondy yang tiba-tiba ke dalam ruangan admin meredam emosi Adara pada sosok menyebalkan yang ada di samping Mbak Orien.
"Halo ... anak-anakku, gimana kabar pagi ini sehat?"
"Sehat Pak," mereka serempak menjawab.
"Eh, kamu ngapain ikutan jawab. Terus, kamu ngapain nangkring di mari," Tegur pak Mondy pada cecunguk yang ada di samping Mbak Orien.
"He ... he ... anu Pak-"
"Anu ... anu ... anu apa?" potong Pak Mondy.
"Anu ... ini Pak mau minta form cuti sama Mbak Orien," jawab cecunguk itu.
"Hem ... hem... alasan, paling kamu mau godain anak baru Bapak yang dua ini." Ucap Pak Mondy sambil menggelengkan kepalanya.
"Hehe. Kok tahu, Pak." Ucap cecunguk itu sambil berlari keluar ruangan.
"Hai, Adara. Anak bapak yang cantik kalau nggak sibuk tolong antar berkas ini ke seberang ya. Suruh Pak Mardi tanda tangan di sini setelah itu, bawa kembali ke ruangan Bapak ya," perintah Pak Mondy.
"Baik Pak," jawab Adara bersemangat.
Adara bergegas pergi ke tempat yang dimaksud oleh Pak Mondy, setelah selesai melaksanakan tugas yang diberikan ia kembali lagi ke ruangan admin yang berada di seberang.
"Hayo!" Cecunguk yang menggodanya tadi tiba-tiba muncul dihadapannya secara tiba-tiba.
Adara terkejut dengan kemunculannya yang tiba-tiba saat berada ditengah- tengah workshop, Adara refleks berbalik untuk menghindarnya namun hal itu justru menimbulkan masalah baru bagi Adara.
Aduh!"Saat refleks berbalik Adara tak sengaja menabrak seseorang yang lewat di belakangnya. Isi dari Tools Box yang orang itu bawa berserakan di lantai, botol oil sampling yang dia pegang pecah dan isinya mengenai seragam Adara dan seragam dirinya."Kalau jalan itu pakai mata bukan pakai dengkul! Dasar buta!"Teriak seorang lelaki bertubuh tinggi dan kurus dengan tatapan mata yang tajam sehingga memancing keributan dan sorak nakal disekitar workshop. Adara segera memungut berkas yang ikut terjatuh, si Cecunguk itu mencoba membantu namun Adara menepis tangannya. Adara berdiri dan segera berlari menuju ruangan admin."Hei!"Seru Cecunguk itu diantara gelak tawa dan siulan nakal dari para mekanik yang berada di workshop, namun Adara tak memperdulikannya. Adara terus berlari, Adara ingin segera pergi dari tatapan beberapa mekanik yang melihat kejadian memalukan yang baru saja terjadi. Adara menangis di dalam kamar mandi menumpahkan segala rasa yang ada, ra
Makan di luar yuk."Tanpa menunggu jawaban Hanz langsung menarik tangan Adara, dengan buru-buru kaki Adara menarik sandal dan memakainya."Pintu ....""Nggak papa di sini aman, palingan kamu juga nggak punya barang berharga di sana," ucapnya memotong.Adara pasrah menaiki motor Satria FU berwarna biru milik Hanz, tak lama mereka tiba di depan sebuah warung sederhana yang berada tak jauh dari kosan Adara."Ya, ampun. Jalan kaki aja udah bisa nyampai kali, cuma beberapa langkah aja dari kosan," celetuk Adara."Harusnya kamu bersyukur Ndut, jarang-jarang ada yang bisa naik motor keren itu," ucap Hanz."Ndut?'' Kedua alis Adara terangkat."Iya, emang kamu mau dipanggil kurus? Nggak cocok. Apalagi seksi." Hanz tertawa menatap Adara.Adara hanya tersenyum tipis mendengarnya, hal semacam ini sudah biasa terngiang di telinganya karena tubuhnya yang lumayan berisi. Tawa Hanz seketika langsung berhenti melihat reaksi Adara.
["Sudah sarapan, Ra?"]Sebuah pesan masuk ketika Adara selesai sarapan.["Sudah."] send["Maaf ya, Ra."] reply.["Kamu nggak capek apa minta maaf mulu, udah aku maafin keles dari kemarin-kemarin."]send.["Makasih."] reply."Apa-apaan sih Cecunguk itu, kurang kerjaan akut kayaknya," gerutu kecil Adara.Segerombolan mekanik tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Beberapa menghampiri meja Aqilla dan sebagian menghampiri meja Adara."Aduh, ada bidadari baru nih. Nggak tanggung-tanggung dua lagi, enak nih bisa cuci mata," ucap seorang mekanik."Namanya siapa, Neng?" ucapnya lagi.Adara menjawabnya dengan menunjukkan name tag yang ada di saku bajunya."Oh ... Adara ... kenalin, Randy," ucapnya.Satu per satu mekanik itu memperkenalkan diri dan menyapa mereka, hanya satu orang yang tidak menyapa mereka. Dia sibuk berbincang dengan Mbak Orien, dari gelagat yang terlihat sepertinya mereka mempunyai hubungan yang spesial
Cecunguk itu kini berdiri di hadapan Adara."Hai, Ra. Makan yuk?" ajak Cecunguk itu."Nggak ah, ada makanan dari kantin. Sayang kalau di buang, kamu benaran Hanz?" Adara celingukan seolah mencari sesuatu."Benaran lah, kenapa emangnya?" tanya Hanz."Tumben sopan," jawab Adara."Ye ... masih marah, ya. Maaf deh, ngeri amat dendamnya," ucap Hanz."Nggak, lah. Yuk, masuk." Adara mengajak Hanz masuk ke dalam kosannya.Karena lapar, Adara langsung meraih kotak makan dan melahap isinya di depan Hanz, Hanz langsung merampas kotak makan itu dari tangan Adara. Dia menyendokkan lauk dan nasi lalu mengarahkan sendok itu ke mulut Adara."Sini, aku suapin. Kasihan ... kayaknya kamu nggak pernah disuapin sama cowok," ucap Hanz."Kampret."Ucap Adara seraya meninjukan tangan ke arah Hanz. Adara sedikit baper dengan ucapannya, karena apa yang diucapkan oleh Hanz memang benar. Bak anak kecil yang disuapin makan oleh ibunya yang
Jantung Adara berdebar tak menentu memandangi punggung si Cecunguk yang ada didepannya itu, perkataannya di bank membuat hati Adara sedikit berbunga. Adara tersentak dari sebuah rasa indah yang menyelimuti hati ketika sebuah telapak hangat menyentuh tangannya dan langsung menarik ke depan dan dilingkarkan pada pinggangnya.Dengan cepat ia menarik kembali tangannya, namun sekali lagi Hanz menarik tangan Adara dan menjepitnya sehingga Adara hanya pasrah."Pegang, Ndut. Kalo kamu jatuh kasian aspalnya," ucap Hanz yang mampu menyulut bara dihati Adara"Apa?!" kesal Adara.Lucunya, walaupun kesal tapi Adara tetap melingkarkan tangannya dipinggang atletis milik Hanz."Kita mau kemana sih?'' tanya Adara."Udah, penumpang diam aja," jawab Hanz.Adara hanya bisa berpasrah diri, duduk manis di belakang sambil memeluk tubuh hangatnya. Aroma tubuh Hanz yang berbau maskulin, parfum khas laki-laki hampir saja membuatnya tertidur andai saja sepeda mo
Sambil mengunyah makanan dengan lahapnya, mulut Aqilla juga bercerita tentang apa yang dialaminya. Hal itu tentu saja membuat Adara harus fokus mencermati setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Aqilla.Sementara disudut kamar mes PT. BIMA, Raffa gamang dengan sikap yang telah ia lakukan pada Aqilla sore tadi.***Dengan pikiran yang kacau Raffa menyendok nasi dan lauk lalu meletakkannya pada piring yang ia pegang, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dan menyapanya dengan riang."Hai, Abang ganteng," sapa Aqilla riang.Raffa yang terkejut tentu saja menjatuhkan semua isi yang ada dalam piring yang ia pegang, tak pelak ia pun marah dan membentak Aqilla. Raffa terus berbicara tanpa memberikan celah untuk Aqilla membela dirinya hingga gadis itu berlari meninggalkannya.***"Dasar bodoh! Kenapa Aku kepikiran cewek centil itu terus," umpat Raffa pada dirinya sendiri.Raffa memejamkan matanya dengan paksa namun hal itu baru membuahkan ha
["Aku udah siap, Tan. Kamu dimana?"]["Oke, tunggu bentar La. Udah OTW ni,"]["Sip. Jangan lama-lama ya,"]Aqilla menghentikan percakapannya dengan Tandi ditelepon, matanya menatap beberapa tumpukan barang yang ada dihadapannya."Hhufft, lumayan banyak juga ya," gumam Aqilla.Aqilla melangkah ke depan kosan untuk menunggu kedatangan Tandi hari ini Aqilla sedang off dan ia berencana untuk pindah kosan, dia meminta bantuan Tandi untuk mengangkut barang-barangnya menggunakan mobil LV milik perusahaan. Setelah menunggu beberapa saat Tandi akhirnya tiba, mereka segera mengangkat barang ke mobil dan meluncur ke kosan Aqilla yang baru."Duh. Maaf ya, La. Nggak bisa bantuin kamu masukin barang ke dalam, udah di cari pak bos ada yang urgent." Tandi meletakkan dus yang terakhir di atas tumpukkan barang yang lainnya."Nggak papa, Tan. Makasih banyak ya, buruan gih ntar dicariin pak Solidi.Tandi bergegas masuk ke dalam mobil, dan melaju meninggal
Pagi yang indah, Adara dan Aqilla sudah berdiri di halte menanti bis jemputan. Setelah menanti beberapa saat yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba, seluruh karyawan segera menaiki bis satu per satu termasuk kami.Ketika bis akan melaju, seorang karyawan berlari sambil melambai-lambai ke arah supir meminta untuk menantinya sejenak.Raffa masuk ke dalam bis dengan nafas yang terengah-engah, matanya mengedar mencari kursi yang bisa diduduki olehnya. Ia melangkah menuju arah belakang bis, saat melewati kami berdua ia menatap sejenak pada Aqilla namun Aqilla justru membuang pandangannya, Raffa lalu kembali melangkah menuju kursi belakang."Kamu kenapa sih La, aneh deh," bisik Adara pada Aqilla.Setengah berbisik karena takut didengarkan oleh penumpang yang lainnya Aqilla juga berbisik pada Adara. "Apaan sih Ra, diam deh."Adara terkikik mengejek Aqilla. Tak terasa departemen workshop sudah di depan mata Adara dan Aqilla bergegas turun dari bis ka