Suara riuh dari Workshop PT. BIMA membahana menyambut kedatangan Adara dan Aqilla bahkan suara riuh itu mampu mengalahkan deru suara mesin Haul Truck yang sedang di uji coba.
Hari ini adalah hari pertama Adara bekerja, namun ia tak menyangka bila ia harus bekerja di lingkungan kaum Adam yang mempesona tepatnya Workshop, dimana ratusan mekanik berkumpul di situ.
Entahlah ... apakah Adara harus bersyukur atau harus menangis dengan kenyataan yang ada sekarang? Di satu sisi ia sangat bahagia dan merasa beruntung bekerja dilingkungan yang dipenuhi lelaki tampan, siapa tahu ada salah satu dari mereka yang bisa mencoret wajah Faris dari ingatannya. Tapi di satu sisi ia merasa takut, takut kalau mereka tak bisa menerimanya dan hanya memanfaatkan ia saja sama halnya seperti Faris.
Adara dan Aqilla melangkahkan kedua kakinya dengan tenang menaiki tangga menuju lantai kedua, melewati ruangan pertama yang merupakan toilet dan masuk ke ruangan yang kedua. Di ruangan itu mereka bertemu kembali dengan gadis manis dan mungil saat pertama merekea interview namun ternyata gadis itu sangat judes dan cuek.
"Sabrina, panggil saja saya mbak Orien." Ucapnya datar sembari menyerahkan berkas pada Adara dan Aqilla untuk diisi beberapa data dari mereka berdua.
"Adara."
Jawab Adara sambil menyodorkan tangan gempalnya untuk bersalaman namun Orien hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap komputer yang ada di depannya.
"Oh, Tuhan. Makhluk apa yang ada di depanku ini," batin Adara.
Aqilla menatap Adara dengan tatapan mengolok dan menahan tawa. Rasanya ingin Adara terkam Aqilla saat itu juga. Setelah selesai mengisi data-data yang diperlukan, Mbak Orien mengajak mereka berdua berkeliling untuk mengenalkan area kerja dan para karyawan yang ada di tempat itu.
"Ini adalah ruangan Admin Plant, yang ini Mas Andi dan Ferdi mereka Operator Radio di sini sedangkan saya Admin Plant sama seperti kalian berdua. Di sini ruangan khusus untuk kita berlima sebenarnya masih ada satu Operator Radio lagi cuma dia lagi shift malam, ntar kalau dia shift siang pasti ketemu," terang Mbak Orien.
Andi dan Ferdi tersenyum ramah pada Adara dan Aqilla, setelah mereka berkenalan Mbak Orien mengajak Adara dan Aqilla untuk keluar ruangan.
"Yang di sana atau ruangan pertama itu toilet, dan ruangan yang ketiga ini adalah ruangan khusus untuk para Supervisor dan Planner," terang Mbak Orien lagi.
Mbak Orien mengetuk pintu diruangan ketiga itu sebelum membukanya, setelah itu ia memperkenalkan kedua karyawam baru tersebut kepada Planner dan Supervisor yang ada di ruangan tersebut. Di ruangan itu ternyata ada Pak Mondy, Planner yang menginterview mereka saat tes kemarin dan beliau menyapa Adara dan Aqilla dengan ramah.
Berikutnya Mbak Orien membawa Adara dan Aqilla ke ruangan yang berada di sebelah ruangan Planner, ruangan tersebut merupakan ruang arsip, terakhir adalah ruangan Kepala Bagian Planner namun saat ini beliau sedang cuti jadi mereka tak sempat bertemu dengan beliau.
Adara berpikir semua ini sudah selesai, namun ternyata ia salah besar. Mbak Orien justru membawa mereka turun ke bawah dan berjalan di tengah-tengah workshop melewati para pekerja yang seratus persen adalah kaum lelaki. Sedetik kemudian kegaduhan pun mulai terjadi siulan nakal dan teriakan-teriakan nakal menggoda mulai menggema. Saat ini, Adara merasa sedang berjalan di atas gunung berapi yang sedang erupsi, panas dan menyesakan dada.
Bangunan yang berhadapan dengan kantor mereka adalah kantor untuk subkontraktor dari PT. TRACKON di bagian bawah sedangkan di bagian atas adalah ruangan Training untuk Mekanik PT. BIMA dengan Pak Mardi sebagai Trainernya.
Selesai berkeliling mereka kembali ke ruangan Admin Plant, selang beberapa detik kemudian Pak Mondy masuk ke dalam ruangan.
"Halo, anak-anakku semua ... gimana udah kenalan sama situasi di sini?" sapanya.
"Sudah Pak," jawab Adara dan Aqilla.
"Oke. Sekarang Bapak bagi job untuk kalian berdua, Aqilla kamu duet sama Mbak Orien bantuin semua tugas-tugasnya dia dan kamu Adara, kamu bertugas jadi Admin Planner bantuin semua tugas Planner, ya. Untuk job desknya bisa kalian liat di sini." Ucapnya sembari menyerahkan sebuah berkas pada Aqilla dan Adara.
Kali ini wajah Aqilla nampak memelas menoleh ke arah Adara, Adara pun membalas tatapannya dengan wajah mengejek penuh kemenangan.
"Siap Pak," jawab mereka berdua setelah saling pandang.
"Oke, silahkan dipelajari kalau belum paham kalian bisa tanya-tanya sama Mbak Orien dan yang lainnya," ucapnya sebelum pergi meninggalkan mereka kembali ke ruangannya.
"Baik Pak," jawab mereka lagi.
Waktu terasa berjalan sangat lambat, tak ada yang Adara dan Aqilla kerjakan dihari pertama bekerja selain membaca job desk mereka masing-masing. Waktu menunjukkan pukul lima, Mbak Orien bersiap-siap setelah itu ia berdiri.
"Ayo waktunya pulang, kita admin pulang jam lima sore."
Adara dan Aqilla bergegas berlari mengejar Mbak Orien yang sudah keluar meninggalkan mereka.
"Astaga! Kenapa nggak ngasih tahu dari tadi, kampr*t!" rutuk Adara dalam hati.
Mereka berdua bergegas menaiki bis jemputan karyawan, Bis yang mereka tumpangi menuju ke arah Departemen Tyer di sana bis ini berhenti untuk menjemput Mbak Via admin Tyer, lalu setelah itu berhenti di Departemen Logistik di sana ada Mbak Nia dan Mbak Sari admin dari Departemen Logistik. Terakhir bis menuju Big Office di sana banyak admin-admin cantik lainnya dari berbagai Departemen.
Bis kemudian melaju di atas jalan tambang yang berdebu dan berbatu melewati hutan selama tiga puluh menit setelah itu barulah keluar menuju jalan poros. Lima belas menit melewati jalan Poros Samarinda Melak bis tiba di kampung Muara Tae setelah itu barulah bis tiba di kampung Kem Baru tempat tinggal untuk para karyawan.
Adara mengekos di samping Mita sepupunya, Adara memang memilih untuk tinggal sendiri karena ia tak terbiasa untuk tinggal dengan orang lain. Beberapa hari kemudian Mita pindah ke Sanga-Sanga karena ia ditugaskan disana.
Adara dan Aqilla bertemu saat mereka sedang interview kerja lalu berlanjut lagi saat MCU dan kini mereka sama-sama bekerja menjadi Admin Plant di Workshop PT. BIMA.
Adara gadis biasa yang berasal dari Tenggarong Kutai Kartanegara mengadu nasib di pedalaman Kalimantan yaitu Kem Baru ia baru saja diterima bekerja di salah satu perusahaan yang ada di sana. Sementara Aqilla seorang gadis manis berwajah oriental namun nyatanya setetes darah Chinese tak mengalir di dalam darahnya, ia justru terlahir dari keturunan Dayak dan Kutai.
Sebagai anak seorang tukang bangunan Adara sudah terbiasa hidup susah. Jadi, apa pun keadaannya sekarang ia sudah terbiasa walaupun letih yang mendera cukup berat. Saat pulang kerja jangan kalian pikir Adara akan langsung mandi dan menikmati makan malam serta tidur dengan nyenyak. Tidak, tidak seindah itu kawan.Saat pulang kerja Adara harus membawa dua derigen yang berukuran tiga puluh liter ke sebuah terminal kran air bersih yang sudah disediakan oleh perusahaan untuk masyarakat, karena di kampung ini belum tersedia air PAM dan air sumur yang ada pun cenderung berwarna hitam atau oren serta berbau. Satu derijen untuk mandi malam ini dan satunya lagi untuk besok subuh.Listrik pun hanya menyala dari jam enam sore sampai jam enam pagi, jangan membuka mulut terlalu besar karena keheranan kawan. Beginilah nasib bekerja di dunia tambang jika berada di site atau lokasi yang berada di pelosok pedalaman.Adara membuka mata dengan berat dan malas, pikirannya i
Aduh!"Saat refleks berbalik Adara tak sengaja menabrak seseorang yang lewat di belakangnya. Isi dari Tools Box yang orang itu bawa berserakan di lantai, botol oil sampling yang dia pegang pecah dan isinya mengenai seragam Adara dan seragam dirinya."Kalau jalan itu pakai mata bukan pakai dengkul! Dasar buta!"Teriak seorang lelaki bertubuh tinggi dan kurus dengan tatapan mata yang tajam sehingga memancing keributan dan sorak nakal disekitar workshop. Adara segera memungut berkas yang ikut terjatuh, si Cecunguk itu mencoba membantu namun Adara menepis tangannya. Adara berdiri dan segera berlari menuju ruangan admin."Hei!"Seru Cecunguk itu diantara gelak tawa dan siulan nakal dari para mekanik yang berada di workshop, namun Adara tak memperdulikannya. Adara terus berlari, Adara ingin segera pergi dari tatapan beberapa mekanik yang melihat kejadian memalukan yang baru saja terjadi. Adara menangis di dalam kamar mandi menumpahkan segala rasa yang ada, ra
Makan di luar yuk."Tanpa menunggu jawaban Hanz langsung menarik tangan Adara, dengan buru-buru kaki Adara menarik sandal dan memakainya."Pintu ....""Nggak papa di sini aman, palingan kamu juga nggak punya barang berharga di sana," ucapnya memotong.Adara pasrah menaiki motor Satria FU berwarna biru milik Hanz, tak lama mereka tiba di depan sebuah warung sederhana yang berada tak jauh dari kosan Adara."Ya, ampun. Jalan kaki aja udah bisa nyampai kali, cuma beberapa langkah aja dari kosan," celetuk Adara."Harusnya kamu bersyukur Ndut, jarang-jarang ada yang bisa naik motor keren itu," ucap Hanz."Ndut?'' Kedua alis Adara terangkat."Iya, emang kamu mau dipanggil kurus? Nggak cocok. Apalagi seksi." Hanz tertawa menatap Adara.Adara hanya tersenyum tipis mendengarnya, hal semacam ini sudah biasa terngiang di telinganya karena tubuhnya yang lumayan berisi. Tawa Hanz seketika langsung berhenti melihat reaksi Adara.
["Sudah sarapan, Ra?"]Sebuah pesan masuk ketika Adara selesai sarapan.["Sudah."] send["Maaf ya, Ra."] reply.["Kamu nggak capek apa minta maaf mulu, udah aku maafin keles dari kemarin-kemarin."]send.["Makasih."] reply."Apa-apaan sih Cecunguk itu, kurang kerjaan akut kayaknya," gerutu kecil Adara.Segerombolan mekanik tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Beberapa menghampiri meja Aqilla dan sebagian menghampiri meja Adara."Aduh, ada bidadari baru nih. Nggak tanggung-tanggung dua lagi, enak nih bisa cuci mata," ucap seorang mekanik."Namanya siapa, Neng?" ucapnya lagi.Adara menjawabnya dengan menunjukkan name tag yang ada di saku bajunya."Oh ... Adara ... kenalin, Randy," ucapnya.Satu per satu mekanik itu memperkenalkan diri dan menyapa mereka, hanya satu orang yang tidak menyapa mereka. Dia sibuk berbincang dengan Mbak Orien, dari gelagat yang terlihat sepertinya mereka mempunyai hubungan yang spesial
Cecunguk itu kini berdiri di hadapan Adara."Hai, Ra. Makan yuk?" ajak Cecunguk itu."Nggak ah, ada makanan dari kantin. Sayang kalau di buang, kamu benaran Hanz?" Adara celingukan seolah mencari sesuatu."Benaran lah, kenapa emangnya?" tanya Hanz."Tumben sopan," jawab Adara."Ye ... masih marah, ya. Maaf deh, ngeri amat dendamnya," ucap Hanz."Nggak, lah. Yuk, masuk." Adara mengajak Hanz masuk ke dalam kosannya.Karena lapar, Adara langsung meraih kotak makan dan melahap isinya di depan Hanz, Hanz langsung merampas kotak makan itu dari tangan Adara. Dia menyendokkan lauk dan nasi lalu mengarahkan sendok itu ke mulut Adara."Sini, aku suapin. Kasihan ... kayaknya kamu nggak pernah disuapin sama cowok," ucap Hanz."Kampret."Ucap Adara seraya meninjukan tangan ke arah Hanz. Adara sedikit baper dengan ucapannya, karena apa yang diucapkan oleh Hanz memang benar. Bak anak kecil yang disuapin makan oleh ibunya yang
Jantung Adara berdebar tak menentu memandangi punggung si Cecunguk yang ada didepannya itu, perkataannya di bank membuat hati Adara sedikit berbunga. Adara tersentak dari sebuah rasa indah yang menyelimuti hati ketika sebuah telapak hangat menyentuh tangannya dan langsung menarik ke depan dan dilingkarkan pada pinggangnya.Dengan cepat ia menarik kembali tangannya, namun sekali lagi Hanz menarik tangan Adara dan menjepitnya sehingga Adara hanya pasrah."Pegang, Ndut. Kalo kamu jatuh kasian aspalnya," ucap Hanz yang mampu menyulut bara dihati Adara"Apa?!" kesal Adara.Lucunya, walaupun kesal tapi Adara tetap melingkarkan tangannya dipinggang atletis milik Hanz."Kita mau kemana sih?'' tanya Adara."Udah, penumpang diam aja," jawab Hanz.Adara hanya bisa berpasrah diri, duduk manis di belakang sambil memeluk tubuh hangatnya. Aroma tubuh Hanz yang berbau maskulin, parfum khas laki-laki hampir saja membuatnya tertidur andai saja sepeda mo
Sambil mengunyah makanan dengan lahapnya, mulut Aqilla juga bercerita tentang apa yang dialaminya. Hal itu tentu saja membuat Adara harus fokus mencermati setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Aqilla.Sementara disudut kamar mes PT. BIMA, Raffa gamang dengan sikap yang telah ia lakukan pada Aqilla sore tadi.***Dengan pikiran yang kacau Raffa menyendok nasi dan lauk lalu meletakkannya pada piring yang ia pegang, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dan menyapanya dengan riang."Hai, Abang ganteng," sapa Aqilla riang.Raffa yang terkejut tentu saja menjatuhkan semua isi yang ada dalam piring yang ia pegang, tak pelak ia pun marah dan membentak Aqilla. Raffa terus berbicara tanpa memberikan celah untuk Aqilla membela dirinya hingga gadis itu berlari meninggalkannya.***"Dasar bodoh! Kenapa Aku kepikiran cewek centil itu terus," umpat Raffa pada dirinya sendiri.Raffa memejamkan matanya dengan paksa namun hal itu baru membuahkan ha
["Aku udah siap, Tan. Kamu dimana?"]["Oke, tunggu bentar La. Udah OTW ni,"]["Sip. Jangan lama-lama ya,"]Aqilla menghentikan percakapannya dengan Tandi ditelepon, matanya menatap beberapa tumpukan barang yang ada dihadapannya."Hhufft, lumayan banyak juga ya," gumam Aqilla.Aqilla melangkah ke depan kosan untuk menunggu kedatangan Tandi hari ini Aqilla sedang off dan ia berencana untuk pindah kosan, dia meminta bantuan Tandi untuk mengangkut barang-barangnya menggunakan mobil LV milik perusahaan. Setelah menunggu beberapa saat Tandi akhirnya tiba, mereka segera mengangkat barang ke mobil dan meluncur ke kosan Aqilla yang baru."Duh. Maaf ya, La. Nggak bisa bantuin kamu masukin barang ke dalam, udah di cari pak bos ada yang urgent." Tandi meletakkan dus yang terakhir di atas tumpukkan barang yang lainnya."Nggak papa, Tan. Makasih banyak ya, buruan gih ntar dicariin pak Solidi.Tandi bergegas masuk ke dalam mobil, dan melaju meninggal