Share

Keberhasilan Jonathan

Singapore

Sebuah kertas hasil pemeriksaan yang baru saja di dapat dari rumah sakit, dilempar ke atas tempat tidur. Lelaki itu sengaja datang ke luar negeri untuk melakukan pemeriksaan ulang setelah di Jakarta melakukan tiga kali test di rumah sakit yang berbeda-beda. 

Dia hanya tidak percaya, sekelas dirinya yang hidup bersih dan tidak pernah berbuat macam-macam, bisa terjangkit penyakit HIV. Padahal tidak pernah berhubungan intim dengan siapapun, apa lagi memakai narkoba dengan jarum suntik yang tidak steril seperti yang dokter katakan ketika di Jakarta. 

Lelaki itu menunduk, meremas rambutnya dengan menggemeretukan gigi. Sungguh, Penyakitnya telah membuatnya bingung dan akhirnya melakukan kesalahan fatal. Ya, dia baru saja membatalkan pernikahan impian dengan wanita yang sangat diperjuangkannya sejak lama.

Namun dia juga sadar diri, jika pernikahan tetap berlanjut, dia tidak mau  istrinya nanti tertular HIV juga seperti dirinya. Dan yang pasti, kekasihnya itu akan berpikir macam-macam tentang dirinya. Mungkin seperti ini yang dinamakan cinta tanpa harus memiliki. 

Semua barang yang berada di atas nakas seketika berserakan di lantai disapu habis oleh tangan kekarnya. Pria itu murka setelah sejak kemarin diam tanpa kata, padahal dia sedang bertengkar dengan isi kepala.

Brak!

Sekarang giliran gelas berisi air yang dilemparkannya. 

"Penyakit ini salah! Aku tidak mungkin HIV, Tuhan. Kenapa Engkau memberikanku ujian seperti ini? Hah?!" 

"Kenapa? Kenapa? Selama ini aku selalu menjauhi larangan Tuhan yang sering orang tua nasihatkan padaku! Tapi kenapa Engkau limpahkan juga penyakit seperti ini? Hah? Jawab?!"

Setelah lelah meracau, lelaki itu kini terduduk lemah. Dia memeluk lutut dan menenggelamkan kepalanya di sana. Sungguh, penyakitnya yang datang secara tiba-tiba itu telah merampas semua impian dan harapan. Menghilangkan rasa percaya diri menjadi berkecil hati. 

Sebuah ponsel dikeluarkan dari saku celana jeansnya. Menatap potret seorang wanita yang dengan terpaksa dia tinggalkan sampai membuatnya berurai air mata. 

"Maafkan aku, Shira. Aku telah merusak impian kita. Aku tidak berani jujur kenapa aku membatalkan pernikahan kita. Aku bingung, aku malu, aku takut prasangkamu akan seperti apa padaku. Walau begitu, aku akan tetap mencintaimu meskipun kamu telah dimiliki orang lain."

***

Jakarta

Sementara usai makan malam dari restoran, Jonathan menemui orang tua Shira selaku calon mertuanya. Sudah satu jam mereka berada di ruang tamu tersebut, membahas apa pun agar percakapan tetap hidup. Alhasil, David menjadi kagum pada cara Jonathan mengembangkan relasi bisnis dan memandang hidup. Termasuk sikap elegan menghormati seorang wanita.

Ya, menurut pengakuan Jonathan, dia sudah lama jatuh hati pada Shira saat pertama kali masuk ke perusahaannya menjadi sekretarisnya. Namun, karena Shira sudah memiliki tunangan, Jonathan hanya memendam cinta tanpa bisa berbuat apa-apa. 

"Sekali lagi terima kasih, Om, Tante, sudah meminta saya untuk datang ke sini. Semoga ini adalah awal yang baik untuk pernikahan saya dan Shira nanti. Jika ada keperluan lain untuk pesta, bisa hubungi saya."

"Baik, Nak Jonathan. Senang kami bisa langsung bertemu denganmu."

"Justru saya yang senang, dan malah menganggu waktu istirahat kalian."

Jonathan yang terbiasa dingin, sedikit berubah ramah ketika di hadapan orang tua Shira. Mungkin seperti itulah baginya persamaan antara cinta dan bisnis, tekad yang gigih akan mengalahkan karakter asli. 

Shira dan orang tuanya pun mengantar Jonathan sampai ke teras depan. Melihat sang pria gagah yang mulai memasuki mobil mewahnya. Meninggalkan pelataran rumah setelah memberi salam hormat. Hari juga sudah cukup malam, Shira juga harus beristirahat karena esok pagi dia harus pergi.

Namun sebelum masuk ke kamar, Shira melihat dulu Sean yang ada di sebelah kamarnya. Adiknya sudah tertidur pulas. Entah bagaimana jadinya jika Sean masih bangun dan ikut menemui Jonathan. Apakah Jonathan akan risih, benci, atau simpati.

Melihat lelaki berumur 18 tahun itu, selalu mengingatkan Shira pada Farel. Karena mantan calon suaminya itu sangat akrab dengan adiknya. Farel tidak pernah malu mengajak jalan Sean dengan segala keterbatasannya. Bagi Shira dan Farel, Sean tetaplah sempurna meskipun penyandang disabilitas. 

"Apa calon suamimu sudah tahu tentang Sean?" tanya Angeline di belakangnya, membuat Shira kaget atas kedatangan.

"Belum, Bu."

"Aku penasaran bagaimana reaksi calon suamimu nanti saat kamu mempunyai adik yang seperti ini. Semoga dia bukan hanya mencintai kelebihanmu, tetapi juga menerima kekurangan keluarga kita."

"Iya, Bu. Aku juga berharap begitu."

***

Sesampainya di rumah pribadinya, Jonathan disambut gembira oleh dua sahabatnya yang sudah menunggu lama. Dia adalah Frans dan Glen, yang sama-sama memiliki kekayaan selangit karena terlahir dari keluarga kaya raya. 

"Bagaimana? Sukses?" 

Jonathan mengedikkan bahu dan langsung melempar jas ke sofa  "Seperti yang kalian lihat, apakah ada kegagalan di raut wajahku?"

Keduanya sahabatnya bersorak senang. Kemudian mereka merayakan keberhasilan Jonathan dengan meneguk minuman memabukkan di ruang tamu yang tampaknya sudah berantakan. 

"Ini gila, bagaimana kalau Grace tahu?"

"Jangan bahas dia, aku tidak berselera membahas wanita itu."

"Ya sudah, jadi si Shira wanita pujaanmu itu sudah clear akan menikah denganmu?" tanya Glen.

"Jangan ditanya. Pasti mau! Siapa wanita yang tidak akan tergiur dengan ketampanan wajah kita bertiga, apa lagi ditunjang dengan kekayaan yang melenakan dunia?" timpal Frans sekenanya. 

Glen hanya terkekeh."Benar itu, kalau kita mau juga, siapa wanita yang akan menolak jika kita ajak menikah. Cuman  aku tidak mau menikah dulu, masih ingin bersenang-senang dengan banyak wanita. Hahaha ...."

"Sama, Bro. Karena wanita kalau sudah nikah itu auranya jadi beda, kurang enak ditatap lama-lama. Berbeda dengan yang belum menikah, segar terus ..., mungkin karena masih perawan ya? Hahaha!"

Sementara Jonathan hanya terdiam, dia merasa Shira tidak seperti itu. Bahkan dia belum melihat sirat cinta jikalu Shira menyukainya. Dia juga tidak melihat  Shira menjadi wanita matrealistis meskipun ditawari apa pun. Namun begitu, Jonathan tetaplah senang. Karena wanita incarannya itu selangkah lagi akan menjadi miliknya. 

Ya, karena Jonathan tidak akan pernah puas jika semua keinginannya tidak terpenuhi. Jika dia mau, maka dia harus memilikinya, bagaimana pun caranya. Tidak sia-sia Jonathan selama ini bersikap seperti yang David pujikan padanya tadi. Terutama, Jonathan telah berhasil membuat Farel meninggalkan Shira. 

Seketika ponsel dalam saku kemejanya bergetar. Jonathan melihat layar yang menampilkan pesan masuk dari orang suruhannya. 

[Ternyata dia ke Singapore untuk melakukan test juga, Bos.]

[Terus bagaimana dokter di sana? Apa mau menerima uang untuk memalsukan data?]

[Aman.]

Jonathan tertawa dalam hati. 'Terus saja melakukan test sampai ke rumah sakit ujung dunia sekalipun, dan bersenang-senanglah dengan penyakit HIV-mu, Farel. Kamu tidak akan lebih hebat dariku sekalipun kamu seorang raja!' Batinnya 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status