Share

Bab 2. Sebelum kelahiran Valencia (2)

Tatapan mata Arumi di abaikan oleh Permana hingga Ibu Sutiyah datang. “Wah sedang ada tamu, loh Arumi kenapa malah masih disitu  bukannya tamunya di persilahkan duduk,” tegur Sutiyah yang melempar senyum penuh curiga, melihat posisi Arumi.

“Oh iya Bu Sutiyah saya baru saja datang, tadi anak Ibu sepertinya tersandung kaki kursi itu. Saya belum sempat membantunya bangun,” kilah Permana, berusaha menutupi tingkah anaknya. 

"Jika wanita itu tahu bahwa anaknya, berusaha menggodaku. Dia akan malu dan jadi tidak enak denganku.  Aku harus segera menyampaikan tujuanku, sebelum gadis itu keluar lagi dari  ruangan yang tertutup tirai itu," batin Permana. 

“Maaf Bu sebelumnya, kalau kedatangan saya mendadak,” ujar Permana.

“Tidak apa-apa nak Permana, bagaimana keadaan Selvi? Maaf ibu belum sempat menjenguknya,” balas Sutiyah lemah lembut.

“Sebab itulah kedatangan saya kemari Bu, kondisinya saat ini masih perlu perawatan di rumah sakit. Maksud saya datang kemari ....” Permana menghentikan ucapannya. Berpikir sejenak, takut Ibu Sutiyah keberatan dengan tujuannya.

Memahami suara Permana yang semakin lirih dan tiba-tiba terhenti, Sutiyah langsung tersenyum. “Ibu paham dengan kedatanganmu Permana, berapa yang kamu butuh kan saat ini? Jangan kamu pikirkan cara mengembalikannya. Sekarang kesehatan istrimu lebih penting.” Hati Permana seakan tidak percaya, mendengar pernyataan Ibu Sutiyah.

“Benaran Bu? Masyaallah, saya sempat takut mengutarakan ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa lagi, terimakasih banyak ya Bu sudah mau menolong saya,” jawab Permana merasa bahagia, beban di benaknya  seakan hilang seketika.

Sehingga saat Sutiyah menyerahkan sejumlah uang, segera Lelaki itu takzim kepada Sutiyah pamit undur diri menuju rumah sakit.

“Bu, mana tamunya tadi?” tanya Arumi dengan dua cangkir  teh panas, beserta makanan ringan.  Di atas nampan berbahan stainless, dengan ukiran dekoratif bunga beserta daun di kedua sisinya.

“Duh, sudah pulang dia buru-buru. Sini itu minumannya buat Ibu saja,” jelas Sutiyah. 

Arumi memberikan secangkir, lalu yang secangkir lagi di bawanya masuk ke dalam.

“Loh Nak, yang satunya kenapa enggak diminum? sini temani Ibu duduk sore, sambil minum teh panas enak pastinya,” tegur Sutiyah. Arumi langsung terbata menjawab pertanyaan Ibunya.

“I—ni mau Arumi tambah gula ,” jawabnya, lalu membawa minuman itu masuk dan membuangnya di dapur. Arumi membuat teh baru, agar Ibunya tidak menaruh curiga.

 

***

 

Saat usia kehamilan Selvi menginjak tujuh bulan, Selvi kabur meninggalkan Permana.  Dengan kenyataan pahit, yang ia lihat tepat di depan mata.

Membuat hati Selvi hancur. "Kenapa kamu tega sama aku mas, kenapa kamu begitu? Anak kita sebentar lagi akan lahir, kenapa kamu bisa berbuat sekejam ini kepadaku," tangisnya sepanjang jalan. 

"Apa lebih baik aku mengakhiri hidupku saja," batinnya. Saat berada di jembatan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Selvi berdiri di  jembatan memegang sisi jembatan yang terbuat dari besi, melihat jauh ke dasar sungai yang berada tepat di bawahnya. Air mata masih menetes di pipinya seakan banyak hal yang dia tidak percaya.

Apalagi sikap Permana, yang menurut dia seperti tidak wajar. Dengan kejadian-kejadian tiap malam seperti, seseorang mengetuk pintu kamar.

Terkadang suara orang mengetuk jendela, Saat di cari tidak ada. Hingga kejadian di pagi hari ini, tepat di depan matanya suaminya bisa berbuat sehina itu, seakan seperti bukan dirinya.

"Tidak mungkin Permana melakukan hal sekeji itu, di depanku dan di rumahku sendiri," gumamnya tidak percaya.

"Saat aku pulang dari pasar. Tapi faktanya, mas Permana seakan lupa denganku. Kamu kejam mas!" teriak Selvi, masih  tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

Kakinya mulai melangkah menginjak pembatas jembatan, yang terbuat dari besi. Hingga saat ini posisi Selvi berada tepat di atas pagar jembatan, berdiri ingin melompat. Suara seseorang, berteriak dari jauh.

Jangan ...!

Suara itu terlambat, Selvi sudah melompat.  Beberapa orang yang bersama wanita itu, berteriak berusaha mencari Selvi di bawah jembatan. Saat itu air sungai mengalir deras.

Pencarian itu seakan sia-sia, matahari mulai tergelincir di ufuk barat, belum juga mendapatkan hasil.

“Ya Allah, bagaimana nasibmu Nduk (panggilan untuk anak perempuan dalam bahasa Jawa).” Suara isak tangis, terdengar dari sepasang Suami istri.

Dengan penyesalan-penyesalan yang terlontar dari wanita paruh baya, yang saat ini masih menanti hasil di tepi sungai tempat Selvi meloncat.

“Bagaimana Man, sudah ada hasilnya? Selvi sudah ketemu belum,"  tanyanya, berusaha menutupi rasa cemasnya.

 

Suparman yang masih berusaha bersama beberapa warga, hanya bisa menjawab dari jauh dengan bahu di angkat.

Dirman berlari dan berteriak, membawa sendal  sebelah kiri yang biasa di gunakan Selvi.

“Mbak!” teriaknya, berlari melewati bebatuan sungai mendekat ke arah wanita yang sedang menangis itu.

“Ini sendalnya Selvi atau bukan?” tanyanya memastikan.

“Iya ini sendalnya Selvi, ketemu dimana?” tanya Winarsih.

 

"Tadi di dekat pohon bambu di ujung sana, ke arah hutan," cerita Dirman.

Semua warga menyisir sungai, ke arah yang di tunjuk Dirman. Kemungkinan besar Selvi hanyut, terbawa derasnya air sungai menuju ke arah pesisir. 

Usaha mereka masih belum membuahkan hasil, hingga mereka menemukan pasangan dari sendal Selvi. Sendal itu sudah terbawa air, sekitar lima kilometer dari tempat awal di temukan sendal yang sebelahnya.

“Pak kalau terjadi sesuatu yang buruk ... sama dia  bagaimana?” Kecemasan, semakin melanda wanita paruh baya itu.

“Sudahlah Bu, kita berdoa saja. Jika terjadi sesuatu sama dia, kita harus laporkan sama nyonya Sutiyah mengenai hal ini,” jawab Darno berusaha menenangkan istrinya.

“Sekarang kita banyak berdoa saja, semoga dia masih hidup. Jika tidak, minimal kita menemukan jasadnya," jelasnya.

Wanita paruh baya itu menyeka air matanya, dia tetap setia menunggu hasil pencarian di pinggir  sungai. "Semoga kamu selamat ya Nduk, kasihan bayi yang di kandunganmu," gumamnya sambil berdoa.

"Jika memang kamu tidak selamat, minimal kami menemukanmu. Agar bisa memastikan kondisi Anakmu," gumamnya dalam hati, berharap keajaiban. 

Tetapi waktu sudah semakin gelap, warga memutuskan untuk meneruskan pencarian besok. Dengan lunglai Winarsih melangkah pulang ke rumah. 

Dia menemukan potongan kain. "Ini seperti pakaian yang di kenakan Selvi, Pak lihat ini." Winarsi menunjukkan potongan kain itu, sobekan tidak wajar. Tangis wanita itu pecah seketika. 


Bersambung ...

Jangan lupa follow Instagram @Indraqilsyamil 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status