Share

Bab 2. Kebusukan Mereka.

Sementara Amala, saat ini menahan kepalanya yang sakit. Dia terus berusaha untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi semalam. Tapi dia tidak bisa mengingat apa-apa kecuali saat Nathalie menelpon dan memintanya untuk menemani minum kopi di kafe.

Dia kembali menatap tubuhnya dan tanda merah di sana.

Rasa sedih dan hancur yang sekarang dia rasakan. Dia lalu bangun, meraih pakaiannya yang berserakan dan pergi ke kamar mandi. Dia mencoba untuk menghapus bekas di tubuhnya itu.

Dengan perasaan  tak menentu, Amala memutuskan untuk pulang ke rumah. Tapi baru saja satu langkah mendekati pintu, dia melihat Khale keluar dari sana. Sepertinya Khale akan pergi.

"Khale, kamu mau kemana? Tunggu sebentar! Kamu harus mendengarkan penjelasanku dulu." Amala buru-buru menghampiri. Dia ingin kembali berusaha menjelaskan. Amala menarik lengan Khale untuk menahan langkahnya.

Tapi Khale segera menepis tangan Amala dengan sangat kasar bahkan mendorong Amala sampai jatuh ke lantai.

"Tidak perlu lagi, Amala. Semua sudah jelas!" Tanpa kelembutan lagi Khale berteriak di depan Amala. Dia benar-benar sangat muak dengan Amala.

"Amala, jika kamu tidak pernah mencintaiku, seharusnya  katakan saja dari awal. Tidak perlu melukai aku seperti ini! Aku tahu, kamu hanya berpura-pura mencintaiku! Kamu hanya ingin menjadikan aku budak dalam rumahmu, kan? Aku tahu, aku tahu ini rumahmu, harta keluargamu. Kami hanya menumpang disini. Tapi tidak seharusnya kamu sekejam ini padaku!" Khale kembali berteriak. Dengan tatapan dingin dan wajah yang menyimpan begitu banyak kekecewaan. 

Amala mengerti dari tatapan dingin pria itu, jika mustahil hubungan mereka akan membaik lagi.

"Itu semua tidak benar Khal, aku pasti dijebak! Kamu harus percaya padaku. Aku mencintaimu. Sungguh!" Seru Amala.

"Cukup! Jangan sebut kata cinta dengan mulutmu yang kotor itu! Aku tidak akan percaya lagi!" Setelah menuding Amala, Khale berbalik badan.

Amala tidak sanggup mengatakan apapun lagi, dia memilih untuk diam, membiarkan Khale melangkah pergi. Dia hanya bisa berharap agar kesalahpahaman ini dapat selesai dengan baik. Dia tidak ingin hubungannya dengan Khale hancur begitu saja karena sebuah jebakan licik seseorang. 

Amala yakin jika dirinya adalah korban disini.

Amala masih terduduk di lantai dengan pikiran yang rumit. Dia merasa jika sikap Khale juga sudah terlalu kejam padanya. 

'Seharusnya dia membantuku untuk menyelidiki masalah ini. Seharusnya dia mencari dulu kebenaran. Mungkin aku telah dijebak seseorang.' 

Tetapi semua pemikiran Amala tak berarti lagi, mereka sekarang sudah berakhir dan hanya meninggalkan kebencian.

Amala kemudian bangun dari jatuhnya  akibat dorongan Khale tadi, dia ingin melangkah ke kamar. Tapi suara langkah kaki dari ujung tangga membuatnya menoleh. Sabrina sudah melangkah mendekatinya.

"Amala, kamu masih berani pulang?"

"Ibu, aku..,"

"Jangan panggil aku ibu! Sekali lagi aku tegaskan, aku bukan ibumu!" Sabrina memotong ucapan Amala, lalu menatap jijik pada Amala tanpa ada lagi tatapan kasih sayang. Tidak seperti hari kemarin, yang selalu menatap Amala penuh kelembutan.

"Sekarang juga aku minta, angkat kaki dari rumah ini sebelum aib kamu terbongkar oleh publik dan nama keluarga Anderson yang terhormat ini akan ikut hancur karena perbuatanmu!" Sabrina kembali berkata, dengan nada begitu pedas dan menunjuk kasar ke arah Amala.

"Ibu, mana bisa seperti itu? Ini adalah rumah orang tuaku? Aku tidak bisa pergi dari sini." 

Sabrina yang tadi bermuka marah, kini tertawa mengejek.

"Dasar bodoh! Apa kamu tidak tahu, jika seluruh harta keluarga Knight ini telah berpindah ke tangan suamiku?"

Amala bagai disambar petir. Dia terbelalak dengan sempurna.

"Ibu, kamu bicara apa?" 

Sabrina belum menjawab, dia  melempar sebuah berkas tepat di atas meja di hadapan Amala. 

"Baca itu jika kamu tidak percaya," ucap Sabrina.

Tubuh Amala bergetar. Dengan tangan gemetaran dia mengambil berkas itu. Lalu membacanya dengan teliti, melihat tangan tangan dan bahkan cap jempolnya berada disana. Surat penyerahan seluruh harta warisan! 

Jantung Amala hampir saja berhenti, wajahnya pucat seketika dengan nafas yang begitu sesak. 

"Ini tidak mungkin!" Dia menggelengkan kepala lalu langsung menoleh pada Sabrina.

"Apa-apaan ini, Ibu! Aku tidak pernah menandatangani ini semua! Ini pasti palsu," ucap Amala. Pikirannya tiba-tiba kosong seketika.

"Terserah saja. Jika kamu tidak percaya, bisa cek keasliannya. Itu ada sidik jari milikmu disana!"

Amala membeku, "Jangan lakukan ini padaku. Kumohon. Aku tidak punya siapa-siapa lagi." Amala berlutut memohon belas kasihan Sabrina, wanita yang tadinya begitu ia hormati dan sayangi serta ia anggap sebagai pengganti ibunya itu.

"Aku beri waktu tiga puluh menit. Cepat pergi dari rumah ini, atau aku akan menyebarkan seluruh foto dan video mesummu ke sosial media! Aku tidak peduli lagi Amala! Kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi!" Seru Sabrina, kemudian dia pergi meninggalkan Sabrina tanpa kasihan sedikit pun.

Tubuh Amala merosot dan terduduk di lantai dengan pikiran kosong.

Saat ini, dia benar-benar telah kehilangan segalanya. Rumah, harta, calon suami dan harga diri. Dia merasa tubuhnya begitu lemah, tidak mempunyai sedikitpun kekuatan yang tersisa. Hanya air mata yang berjatuhan tak berhenti.

Setelah sekian lama menangis, Amala bangun dengan sempoyongan menuju kamarnya. Dia mengemasi barang-barang miliknya dengan perasaan hancur. 

Tidak ada yang dapat Amala lakukan lagi, pikirannya kacau dan tidak tahu akan pergi kemana.

Kemudian dia menghubungi Bibi Lusi, pelayan setia mendiang ibunya dulu, yang saat ini tinggal di kota S setelah berhenti bekerja sekitar lima tahun yang lalu dari rumah ini.

Bibi Lusi sangat terkejut dan ikut bersedih ketika mendengar cerita dari Nona mudanya ini, dia lalu meminta Amala untuk tinggal bersama di rumah sederhana miliknya.

Amala setuju dan segera keluar dari rumah keluarga Knight ini. Dia terburu-buru karena tidak ingin bertemu dengan penghuni rumah ini. 

Saat dia sudah berada di jalan dan ingin menyetop taksi, dia teringat jika ponselnya tertinggal di rumah itu. Karena dia membutuhkan ponsel itu, mau tidak mau dia kembali lagi ke rumah itu untuk mengambilnya.

Tetapi ketika dia sudah memasuki taman dan melewati gerbang, dia melihat ibu mertuanya sedang duduk disana bersama Nathalie. Mereka mengobrol akrab dan tertawa-tawa.

Amala sempat heran, apa yang sedang mereka bicarakan.

Karena ingin mengetahui lebih jauh Amala memutuskan untuk mendekat dan berdiri dibalik pohon. Mereka tidak dapat melihatnya, tapi dia bisa mendengar dengan jelas obrolan Mereka.

"Nathalie, terima kasih ya? Kamu sudah membantu bibi. Jika bukan karena usaha kamu, Khale tidak akan pernah memutuskan Amala. Bibi benar-benar tidak ingin Khale menikahi wanita itu . Tapi Khale sangat keras kepala." Sabrina berkata pada Nathalie, kemudian dia menerawang ke depan.

"Sepuluh tahun, aku harus berpura-pura baik, berpura-pura mengasihi anak dari wanita yang aku benci. Pada akhirnya, aku bisa menyingkirkannya. Dan mengambil semua hartanya."

"Bibi, tidak mengapa. Aku melakukan ini bukan semata untuk Bibi saja, tapi karena aku juga mencintai Khale." Jawab Nathalie sambil memegang tangan Sabrina dengan lembut.

"Nathalie, Khale kan sudah putus dari Amala. Aku yakin, kamu bisa mendekatinya dengan mudah. Hanya perlu waktu saja. Percayalah. Bibi juga akan membantumu untuk mendapatkan hatinya. Kamu jangan khawatir."

"Bibi, terima kasih ya? Sudah mau mendukungku." Nathalie berkata dengan sangat lembut.

"Nathalie, jangan berterima kasih. Kita sama-sama mendapatkan untung, bukan?" Kemudian keduanya tertawa dengan puas.

"Itu sangat bagus, Nathalie. Jika kalian bisa menikah nanti, perusahaan ayahmu akan bergabung dengan perusahaan keluarga Knight yang sudah berada di tangan Paman Kenan. Maka saat itu, Perusahaan kita akan berada di atas. Kamu sungguh membawa berkah dalam keluarga Anderson, Nathalie." Sabrina membalas menggenggam tangan Nathalie dan berkata penuh kasih sayang.

"Aku juga sangat yakin jika Khale punya kemampuan untuk itu. Terima kasih Bibi ya, Bibi sudah bersedia merestui cintaku pada Khale," balas Nathalie dengan kelembutan juga.

Amala yang ada di balik pohon, seketika membeku saat mendengar dengan jelas semua obrolan mereka. Sesaat pikirannya menjadi kosong dan wajahnya memucat. 

Keringat dingin, mulai mengalir dari dahinya.

"Jadi," Amala langsung mengerti apa yang dibicarakan mereka. Tangannya mengepal dengan sangat kuat. Hingga tak merasakan lagi jika kuku-kuku tajamnya telah melukai kulit telapak tangannya sendiri.

Hatinya bergetar menahan rasa sakit yang sangat hebat. Calon ibu mertuanya, rupanya telah bersekongkol dengan sahabatnya sendiri untuk menghancurkan hubungannya dengan Khale. Lebih parahnya, wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri itu, hanya mengincar hartanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status