แชร์

Bab 2. Kebusukan Mereka.

ผู้เขียน: Any Anthika
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-09-09 11:50:54

Sementara Amala, saat ini menahan kepalanya yang sakit. Dia terus berusaha untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi semalam. Tapi dia tidak bisa mengingat apa-apa kecuali saat Nathalie menelpon dan memintanya untuk menemani minum kopi di kafe.

Dia kembali menatap tubuhnya dan tanda merah di sana.

Rasa sedih dan hancur yang sekarang dia rasakan. Dia lalu bangun, meraih pakaiannya yang berserakan dan pergi ke kamar mandi. Dia mencoba untuk menghapus bekas di tubuhnya itu.

Dengan perasaan  tak menentu, Amala memutuskan untuk pulang ke rumah. Tapi baru saja satu langkah mendekati pintu, dia melihat Khale keluar dari sana. Sepertinya Khale akan pergi.

"Khale, kamu mau kemana? Tunggu sebentar! Kamu harus mendengarkan penjelasanku dulu." Amala buru-buru menghampiri. Dia ingin kembali berusaha menjelaskan. Amala menarik lengan Khale untuk menahan langkahnya.

Tapi Khale segera menepis tangan Amala dengan sangat kasar bahkan mendorong Amala sampai jatuh ke lantai.

"Tidak perlu lagi, Amala. Semua sudah jelas!" Tanpa kelembutan lagi Khale berteriak di depan Amala. Dia benar-benar sangat muak dengan Amala.

"Amala, jika kamu tidak pernah mencintaiku, seharusnya  katakan saja dari awal. Tidak perlu melukai aku seperti ini! Aku tahu, kamu hanya berpura-pura mencintaiku! Kamu hanya ingin menjadikan aku budak dalam rumahmu, kan? Aku tahu, aku tahu ini rumahmu, harta keluargamu. Kami hanya menumpang disini. Tapi tidak seharusnya kamu sekejam ini padaku!" Khale kembali berteriak. Dengan tatapan dingin dan wajah yang menyimpan begitu banyak kekecewaan. 

Amala mengerti dari tatapan dingin pria itu, jika mustahil hubungan mereka akan membaik lagi.

"Itu semua tidak benar Khal, aku pasti dijebak! Kamu harus percaya padaku. Aku mencintaimu. Sungguh!" Seru Amala.

"Cukup! Jangan sebut kata cinta dengan mulutmu yang kotor itu! Aku tidak akan percaya lagi!" Setelah menuding Amala, Khale berbalik badan.

Amala tidak sanggup mengatakan apapun lagi, dia memilih untuk diam, membiarkan Khale melangkah pergi. Dia hanya bisa berharap agar kesalahpahaman ini dapat selesai dengan baik. Dia tidak ingin hubungannya dengan Khale hancur begitu saja karena sebuah jebakan licik seseorang. 

Amala yakin jika dirinya adalah korban disini.

Amala masih terduduk di lantai dengan pikiran yang rumit. Dia merasa jika sikap Khale juga sudah terlalu kejam padanya. 

'Seharusnya dia membantuku untuk menyelidiki masalah ini. Seharusnya dia mencari dulu kebenaran. Mungkin aku telah dijebak seseorang.' 

Tetapi semua pemikiran Amala tak berarti lagi, mereka sekarang sudah berakhir dan hanya meninggalkan kebencian.

Amala kemudian bangun dari jatuhnya  akibat dorongan Khale tadi, dia ingin melangkah ke kamar. Tapi suara langkah kaki dari ujung tangga membuatnya menoleh. Sabrina sudah melangkah mendekatinya.

"Amala, kamu masih berani pulang?"

"Ibu, aku..,"

"Jangan panggil aku ibu! Sekali lagi aku tegaskan, aku bukan ibumu!" Sabrina memotong ucapan Amala, lalu menatap jijik pada Amala tanpa ada lagi tatapan kasih sayang. Tidak seperti hari kemarin, yang selalu menatap Amala penuh kelembutan.

"Sekarang juga aku minta, angkat kaki dari rumah ini sebelum aib kamu terbongkar oleh publik dan nama keluarga Anderson yang terhormat ini akan ikut hancur karena perbuatanmu!" Sabrina kembali berkata, dengan nada begitu pedas dan menunjuk kasar ke arah Amala.

"Ibu, mana bisa seperti itu? Ini adalah rumah orang tuaku? Aku tidak bisa pergi dari sini." 

Sabrina yang tadi bermuka marah, kini tertawa mengejek.

"Dasar bodoh! Apa kamu tidak tahu, jika seluruh harta keluarga Knight ini telah berpindah ke tangan suamiku?"

Amala bagai disambar petir. Dia terbelalak dengan sempurna.

"Ibu, kamu bicara apa?" 

Sabrina belum menjawab, dia  melempar sebuah berkas tepat di atas meja di hadapan Amala. 

"Baca itu jika kamu tidak percaya," ucap Sabrina.

Tubuh Amala bergetar. Dengan tangan gemetaran dia mengambil berkas itu. Lalu membacanya dengan teliti, melihat tangan tangan dan bahkan cap jempolnya berada disana. Surat penyerahan seluruh harta warisan! 

Jantung Amala hampir saja berhenti, wajahnya pucat seketika dengan nafas yang begitu sesak. 

"Ini tidak mungkin!" Dia menggelengkan kepala lalu langsung menoleh pada Sabrina.

"Apa-apaan ini, Ibu! Aku tidak pernah menandatangani ini semua! Ini pasti palsu," ucap Amala. Pikirannya tiba-tiba kosong seketika.

"Terserah saja. Jika kamu tidak percaya, bisa cek keasliannya. Itu ada sidik jari milikmu disana!"

Amala membeku, "Jangan lakukan ini padaku. Kumohon. Aku tidak punya siapa-siapa lagi." Amala berlutut memohon belas kasihan Sabrina, wanita yang tadinya begitu ia hormati dan sayangi serta ia anggap sebagai pengganti ibunya itu.

"Aku beri waktu tiga puluh menit. Cepat pergi dari rumah ini, atau aku akan menyebarkan seluruh foto dan video mesummu ke sosial media! Aku tidak peduli lagi Amala! Kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi!" Seru Sabrina, kemudian dia pergi meninggalkan Sabrina tanpa kasihan sedikit pun.

Tubuh Amala merosot dan terduduk di lantai dengan pikiran kosong.

Saat ini, dia benar-benar telah kehilangan segalanya. Rumah, harta, calon suami dan harga diri. Dia merasa tubuhnya begitu lemah, tidak mempunyai sedikitpun kekuatan yang tersisa. Hanya air mata yang berjatuhan tak berhenti.

Setelah sekian lama menangis, Amala bangun dengan sempoyongan menuju kamarnya. Dia mengemasi barang-barang miliknya dengan perasaan hancur. 

Tidak ada yang dapat Amala lakukan lagi, pikirannya kacau dan tidak tahu akan pergi kemana.

Kemudian dia menghubungi Bibi Lusi, pelayan setia mendiang ibunya dulu, yang saat ini tinggal di kota S setelah berhenti bekerja sekitar lima tahun yang lalu dari rumah ini.

Bibi Lusi sangat terkejut dan ikut bersedih ketika mendengar cerita dari Nona mudanya ini, dia lalu meminta Amala untuk tinggal bersama di rumah sederhana miliknya.

Amala setuju dan segera keluar dari rumah keluarga Knight ini. Dia terburu-buru karena tidak ingin bertemu dengan penghuni rumah ini. 

Saat dia sudah berada di jalan dan ingin menyetop taksi, dia teringat jika ponselnya tertinggal di rumah itu. Karena dia membutuhkan ponsel itu, mau tidak mau dia kembali lagi ke rumah itu untuk mengambilnya.

Tetapi ketika dia sudah memasuki taman dan melewati gerbang, dia melihat ibu mertuanya sedang duduk disana bersama Nathalie. Mereka mengobrol akrab dan tertawa-tawa.

Amala sempat heran, apa yang sedang mereka bicarakan.

Karena ingin mengetahui lebih jauh Amala memutuskan untuk mendekat dan berdiri dibalik pohon. Mereka tidak dapat melihatnya, tapi dia bisa mendengar dengan jelas obrolan Mereka.

"Nathalie, terima kasih ya? Kamu sudah membantu bibi. Jika bukan karena usaha kamu, Khale tidak akan pernah memutuskan Amala. Bibi benar-benar tidak ingin Khale menikahi wanita itu . Tapi Khale sangat keras kepala." Sabrina berkata pada Nathalie, kemudian dia menerawang ke depan.

"Sepuluh tahun, aku harus berpura-pura baik, berpura-pura mengasihi anak dari wanita yang aku benci. Pada akhirnya, aku bisa menyingkirkannya. Dan mengambil semua hartanya."

"Bibi, tidak mengapa. Aku melakukan ini bukan semata untuk Bibi saja, tapi karena aku juga mencintai Khale." Jawab Nathalie sambil memegang tangan Sabrina dengan lembut.

"Nathalie, Khale kan sudah putus dari Amala. Aku yakin, kamu bisa mendekatinya dengan mudah. Hanya perlu waktu saja. Percayalah. Bibi juga akan membantumu untuk mendapatkan hatinya. Kamu jangan khawatir."

"Bibi, terima kasih ya? Sudah mau mendukungku." Nathalie berkata dengan sangat lembut.

"Nathalie, jangan berterima kasih. Kita sama-sama mendapatkan untung, bukan?" Kemudian keduanya tertawa dengan puas.

"Itu sangat bagus, Nathalie. Jika kalian bisa menikah nanti, perusahaan ayahmu akan bergabung dengan perusahaan keluarga Knight yang sudah berada di tangan Paman Kenan. Maka saat itu, Perusahaan kita akan berada di atas. Kamu sungguh membawa berkah dalam keluarga Anderson, Nathalie." Sabrina membalas menggenggam tangan Nathalie dan berkata penuh kasih sayang.

"Aku juga sangat yakin jika Khale punya kemampuan untuk itu. Terima kasih Bibi ya, Bibi sudah bersedia merestui cintaku pada Khale," balas Nathalie dengan kelembutan juga.

Amala yang ada di balik pohon, seketika membeku saat mendengar dengan jelas semua obrolan mereka. Sesaat pikirannya menjadi kosong dan wajahnya memucat. 

Keringat dingin, mulai mengalir dari dahinya.

"Jadi," Amala langsung mengerti apa yang dibicarakan mereka. Tangannya mengepal dengan sangat kuat. Hingga tak merasakan lagi jika kuku-kuku tajamnya telah melukai kulit telapak tangannya sendiri.

Hatinya bergetar menahan rasa sakit yang sangat hebat. Calon ibu mertuanya, rupanya telah bersekongkol dengan sahabatnya sendiri untuk menghancurkan hubungannya dengan Khale. Lebih parahnya, wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri itu, hanya mengincar hartanya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Anak Jenius Milik Sang Presdir   Bab 271. Epilog

    Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia

  • Anak Jenius Milik Sang Presdir   Bab 270. Tuan Fic

    "Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men

  • Anak Jenius Milik Sang Presdir   Bab 269. Aku ini istrimu, bukan lah Nonamu.

    Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p

  • Anak Jenius Milik Sang Presdir   Bab 268. Fic, Pria Multitalenta.

    "Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya

  • Anak Jenius Milik Sang Presdir   Bab 267. Mau panggil apa coba?

    Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis

  • Anak Jenius Milik Sang Presdir   Bab 266. Niat curang Fic.

    "Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status