Share

Bab 3

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2023-03-31 22:19:53

"Ayahku namanya Ayah Angga, Tante," ucapnya. Kemudian, wanita yang bersamanya menarik pergelangan tangan anak itu.

"Anggi! Ayo kita pulang, ingat pesan Mama, jangan banyak bicara dengan orang asing!" sungutnya marah. "Maaf, Mbak. Kami mau pulang dulu," pamitnya sambil menarik tangan anaknya.

Akhirnya mereka pergi, lalu bocah itu masih menoleh dan melambaikan tangan. Ia memberikan kode padaku. Jarinya menunjukkan angka satu dan lima jari. Apa arti dari kode yang ia berikan?

Aku melambaikan tangan seraya berpisah dengannya dan anak itu pun memberikan kiss bye dari jauh. Aku pun melakukan hal yang sama.

***

Setibanya di rumah. Mas Haviz sudah berada di teras, ia menungguku sambil nyeruput secangkir teh.

"Assalamualaikum, Mas," sapaku sambil meraih punggung tangannya.

"Waalaikumsalam," sahutnya. "Sudah ketemu Keyla tadi?" tanyanya.

"Tahu dari Mbok Susi ya, Mas?" tanyaku balik. Kemudian, aku duduk di sebelahnya.

"Aku mandi dulu, Dek," ucapnya sambil berdiri. Namun, aku meraih pergelangan tangannya, dan mencegah Mas Haviz untuk masuk.

"Mas, aku mau bicara." Ada rasa takut campur gelisah melebur jadi satu.

"Mau bicara apa, Sayang?" tanyanya. Kemudian, ia duduk kembali, dan menyorotiku.

Aku memandang wajahnya, rasanya tidak mungkin anak itu anak Mas Haviz. Sebab, sewaktu aku sakit saja ia tidak mau menikah dengan wanita lain. Masa iya tiba-tiba ia memiliki anak, dan sudah berusia lima tahun pula. Aku sakit kan empat tahun yang lalu.

"Emm, nggak jadi, Mas," candaku disertai dengan senyum mengembang.

"Huh, ngerjain kamu, ya," celetuknya sembari menggelitik tubuhku. Akhirnya kami pun tertawa lepas, aku mengurungkan niat untuk menanyakan hal yang rasanya tidak mungkin Mas Haviz lakukan.

Makan malam bersama biasa kami lakukan setiap harinya. Hanya ketika aku sakit saja, Mas Haviz tidak melakukan hal itu. Kalau ingat masa-masa itu, bagaimana ia merawatku dengan sabar, tentu tidak akan pernah berani mencurigai Mas Haviz dalam segi apapun.

Meja makan selalu dipenuhi kebahagiaan, tidak ada sedikit pun celah yang kutemui dalam diri Mas Haviz. Ia terlalu sempurna untukku.

Ponselku tiba-tiba berdering. Dari orang tuaku di kampung. Aku segera menghentikan makan malam diakhiri dengan meminum segelas air putih.

"Assalamualaikum, Mah," ucapku mengawali pembicaraan.

"Waalaikumsalam, Ra. Mama punya kabar bahagia, insyaallah sengketa tanah dengan pemilik pabrik, keluarga kita yang menang, bayangkan saja, Ra, kita dapat uang triliunan dalam waktu dekat ini," ucap mama membuatku bahagia. Ini berita bahagia, sudah bertahun-tahun sengketa tanah, akhirnya yang menang keluarga kami juga.

"Alhamdulillah, rezeki ya, Mah. Saran Ara, kalau bisa uangnya dibelikan tanah lagi, lalu bikin yayasan yatim piatu," usulku pada mama. Mas Haviz yang sedang makan pun mengangkat alisnya seraya menanyakan apa yang dikatakan mama. Kemudian, aku pun memberikan kode dengan meletakkan jari telunjuk di bibirku seraya menyuruhnya diam dulu.

"Ya sudah, Mama hanya beritahu itu aja, kamu sehat-sehat ya, di sana," tutupnya. Kemudian, telepon pun terputus setelah kami saling mengucapkan salam.

Aku ceritakan pada Mas Haviz apa yang mama katakan. Ia turut bahagia dan mengucapkan selamat padaku.

"Ciye, jadi milyader nih," ledek Mas Haviz.

Malam semakin larut. Namun, aku tak kunjung bisa tidur. Miring ke kanan salah, ke kiri pun gelisah. Entahlah, aku belum bisa memejamkan mata. Sedangkan Mas Haviz, ia sudah terlelap dan masuk ke alam mimpi.

Aku duduk bersandar sambil mengusap layar ponsel. Iseng-iseng aku menoleh ke arah ponsel Mas Haviz yang tiba-tiba menyala tanpa suara notifikasi. Sepertinya ia sengaja mematikan dering notifikasinya.

Bukan lancang, tapi penasaran, aku coba usap lembut layar ponselnya. Lalu membaca pesan masuk dari beberapa kontak yang barusan mengirimkan pesan.

Ada satu nama yang membuat rasa penasaran ini ingin membaca isi pesan seluruhnya, yaitu dari Maya Agustina.

[Tadi aku ketemu Mbak Ara di taman, Mas.]

Kemudian, ada juga yang membuatku mendelik membaca chat dari seorang lelaki.

[Tadi istri gue bilang, bahwa besok dia mau ke rumah elo ketemu Ara lagi, bawa dia pergi dari rumah besok ya, kalau mau semuanya aman!]

Pesan itu dari kontak yang bernama Firman. Apa Firman yang ia maksud adalah suaminya Keyla?

Aku menelan sedikit salivaku, membaca pesan-pesan tersebut. Maya Agustina, Firman, mereka akan menjadi list nama yang akan kuselidiki nantinya.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
ternyata suami romantis sama istri blm tentu dia setia sama istriny
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 25

    Tiba-tiba team medis yang menangani Mas Haviz keluar. Dokter menghampiri kami semua."Dok, bagaimana suami saya?" Mata Anggi mendadak menyorotku ketika aku menyebut ayahnya adalah suamiku."Alhamdulilah, operasi berjalan lancar, setelah observasi enam jam, pasien akan masuk ke ruangan rawat inap," jawab dokter seketika membuatku dan keluarga bernapas lega."Terima kasih, Dok," ucapku sambil memeluk Anggi.Lalu Dhea menghampiri, ia ikut mendekatiku dan Anggi. "Anggi, wanita ini mengaku-ngaku istri ayahmu loh, kuburan ibumu masih basah," celetuk Dhea."Kan Tante Ara memang akan jadi mamaku," sahut Anggi.Kemudian, aku memutuskan tidak meladeninya. Namun, aku curiga ketika Dhea mendapatkan telepon masuk, ia menjauh dari kami. Akhirnya aku coba ikuti langkahnya.Dhea mengangkat telepon di balik pembatas dinding rumah sakit, aku coba menempelkan telinga ini untuk menguping pembicaraan."Makasih ya, Toni, sopir truk yang kamu kirim kerjanya bagus, tapi sayangnya orang yang kuincar tidak ter

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 24

    "Bu, ayo Bu kita ke rumah sakit! Kasihan anaknya khawatir ada luka dalam!" ajak salah satu petugas kepolisian yang melihatku berdiri tertegun menyorot Dhea."Iya, Pak." Aku menjawabnya sambil ikut masuk ke dalam ambulance yang sudah ada Mas Haviz terbaring lemah.Wajah Mas Haviz keluar darah segar, sepertinya ada benturan di bagian rahang pipinya. Tangan dan kaki sebelah kanan masih utuh tapi tidak tahu kondisi dalamnya seperti apa, sebab posisi Mas Haviz terjepit pintu yang diserempet oleh truk."Tante, Ayah baik-baik saja, kan?" tanya Anggi. Aku terdiam, ia pasti trauma setelah kehilangan dua orang sekaligus dalam satu hari."Anggi doakan saja, ya. Semoga Ayah baik-baik saja." Aku mengelus-elus rambut bocah yang sedang memegang tangan ayahnya.Suara ambulance mengingatkanku pada peristiwa empat tahun silam. Dimana saat itu kondisiku sakit tak berdaya. Mas Haviz begitu panik ketika almarhumah mertua mengabarkan bahwa aku tidak mampu berjalan. Ia menghubungi ambulance khawatir Mas Hav

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 23

    "Ara ada di sini?" Mas Haviz bertanya dengan senyum semringah. Kemudian, Anggi diajak turun oleh Mas Haviz. Ketika Anggi turun, ia tidak seperti biasanya, menyergap lalu memelukku, yang dilakukan Anggi justru menunduk sambil berjalan ke arahku dengan wajah sendu.Perlahan langkahnya lama-lama mendekatiku. Kemudian ia menyodorkan tangannya yang memegang sekuntum bunga mawar merah."Loh, biasanya mawar putih, kenapa sekarang mawar merah?" tanya diiringi dengan senyum, namun Anggi tak juga menyunggingkan senyuman dari bibirnya."Tante, ini bunga terakhir untuk Tante, mawar berduri," celetuknya. Aku meraih bunga mawar yang ia berikan, setelah itu menatap wajah anak dari Mas Haviz dan istri sirinya, lalu menyorotnya sambil tersenyum, dan aku memeluknya erat.Responnya masih datar, ia tak kunjung menyunggingkan senyuman."Tante kenapa meluk aku? Bukankah Tante sudah tidak mau bertemu lagi dengan anak haram?" Astaga, anak ini dapat kata-kata itu dari mana?Aku tercengang mendengar penuturan

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 22

    "Tante, aku ingin tinggal dengan Tante Ara," lirihnya membuatku berkaca-kaca. Anak ini tidak paham siapa aku, jika ia tinggal bersamaku, sama saja aku menyiksa diri. Meskipun ia tidak salah apa-apa, tapi wajahnya mengingatkanku pada masa lalu."Anggi, Tante nggak bisa, maafin Tante, ya," ucapku padanya. Kemudian, aku masuk ke kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.Kudengar suara tangisannya, ada rasa tidak tega bersemayam di dalam dada. Namun, aku tidak ingin menjilat ludahku sendiri. Ya, aku pernah berjanji akan meninggalkan Mas Haviz, dan tidak mungkin aku menarik perkataanku itu hanya karena kasihan kepadanya.Satu-satunya cara adalah tidak menemui anak itu untuk sementara waktu, agar iba dan belas kasih tidak muncul dalam benakku.Mama mengetuk pintu, ia izin untuk masuk dan bicara denganku. Mama duduk di sebelahku."Sudah pulang, Mah?" tanyaku saat mama duduk. Ia mengangguk, lalu aku tersenyum agak sedih."Mama tahu perasaan kamu, pasti teringat perbuatan Haviz padamu," ujar mama.

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 21

    "Apa-apaan kamu, Dhea! Sudahlah jangan menambah kesedihan Mama!" sentak Bu Dwi pada anaknya."Mah, kenapa sih Mama pilih kasih? Sewaktu Maya masih hidup, ia meminta untuk jadi suaminya Haviz diizinkan, padahal mereka sudah sebar undangan," sungut Dhea menjadikan pernikahan Maya suatu alasan."Cukup Dhea, cukup!" Bu Dwi pun berlalu pergi ke kamarnya.Kemudian, aku dan mama hendak pamit, supaya tidak menambah masalah dan kesedihan Bu Dwi. Namun, Anggi mencegahku untuk pergi. Ia merengek agar aku tetap berada di sampingnya.Akhirnya aku putuskan untuk menunggu Anggi tidur siang, setelah itu barulah kami berdua kembali ke kampung. Sambil mengelus-elus rambut dan punggung Anggi, aku dan mama tiba-tiba kepikiran dengan berkas yang telah kumasukkan ke pengadilan agama."Bagaimana dengan berkas kamu? Apa mau dicabut?" tanya mama, aku hanya bisa terdiam. "Cabut saja ya," suruhnya lagi."Kita bicarakan ini nanti, Mah. Sekarang lebih baik kita bersiap-siap pulang ke kampung, kasihan Papa, mungk

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 20

    "Anggi, aku juga Tante kamu, kenalkan ya, aku Tante Dhea." Dia memperkenalkan diri pada Anggi. Jadi namanya Dhea, entah apa hubungannya dengan Maya."Aku nggak kenal sama Tante, kata Mama, jangan dekat-dekat orang yang tidak dikenal," ucap Anggi. Lalu ia pindah ke dekatku. Aku tersenyum tipis, lalu menggandeng tangan kecil Anggi ke depan. Ya, proses pemakaman akan segera dilaksanakan. Nanti aku akan menanyakan siapa wanita tadi setelah pemakaman selesai.Kami berangkat dengan hati pilu, gerombolan orang yang serempak mengenakan baju hitam pekat pun mulai mengiringi jalannya jenazah untuk masuk ke ambulance.Tangisan Bu Dwi pecah, ia seakan tidak sanggup mengantarkan jenazah Maya. Namun, mamaku berusaha menguatkannya.Mobil beriringan menuju pemakaman yang katanya berjarak sekitar 7 kilo meter. "Yah, wanita tadi itu siapa ya, Yah? Yang mengaku Tante," tanya Anggi dengan polosnya. Mas Haviz yang menyupir mobil pun menoleh sedikit ke arahku seraya mempertanyakan padaku."Iya, Mas. Tadi

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 19

    "May, kamu baik-baik saja, kan?" tanyaku sulit melihatnya, sebab ada kepala Maya yang bersandar di bahuku. Kemudian, Anggi yang mendengar melihat ke arah mamanya."Mama bobo, Tante, nyenyak sekali Mama bobonya," sahut Anggi.Perasaanku mulai tak karuan, aku punya firasat buruk dengan kondisi Maya. Mama yang sederetan denganku pun menoleh."Iya tidur," celetuknya. Aku mau suruh mama cek napasnya khawatir membuat Mas Haviz panik, jadi diam-diam aku memeriksa denyut nadi tangannya.Aku raba lalu kucermati denyutannya, tapi tidak ada denyutan sedikitpun. Astaga, apa Maya juga telah ...."Mas, coba berhenti sebentar, ya," suruhku tapi berusaha tenang, supaya mereka semua tidak panik.Kemudian, setelah memastikan mobil berhenti. Mamanya Maya langsung turun dan buka pintu belakang. Sepertinya ia curiga sejak tadi aku bertanya pada Maya namun tak dijawabnya."Maaf, Bu. Saya mau lihat kondisi Maya," ucapnya."Bu Dwi, sepertinya Maya sudah nggak ada, tadi setelah ada suara seperti cegukan, ia t

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 18

    Kami keluar lagi, tapi hanya selang beberapa menit saja dokter memanggil kembali. Kali ini dokter menyampaikan bahwa Mama Yuni sudah mengembuskan napas terakhirnya."Pak, Bu, maaf, ternyata Allah berkehendak lain, Ibu Anda telah meninggal dunia barusan, sekali lagi kami team dokter minta maaf sebesar-besarnya, Bu Yuni tadi menolak ditransfusikan darahnya dan hanya berpesan pada saya sampaikan minta maafnya pada Ara," tutur dokter membuat Mas Haviz menghela napas panjang. Kemudian ia memukuli tembok dengan amat menyesalnya."Mah, maafin Haviz, seandainya Haviz yang mengantarkan Mama, tentu takkan terjadi seperti ini," keluhnya dengan penuh penyesalan.Aku mendekati Mas Haviz. Posisiku berdiri tepat di belakangnya. Kemudian, tangan ini memegang pundaknya yang kini rapuh, orang tua satu-satunya kini pergi meninggalkan dirinya.Kudengar suara isak tangis yang keluar dari arah Mas Haviz, setegar-tegarnya lelaki, jika ibunya yang meninggalkan dirinya, tentu akan sangat kehilangan. "Mas, ak

  • Anak Kecil yang Memanggil Suamiku Ayah di Mall   Bab 17

    "Maya sakit?" tanya mama."Bukan, Mah. Mama Yuni kecelakaan, ini minta tolong sama aku untuk jemput Ara, ia mau bicara pada Ara," ucap Mas Haviz terdengar sangat panik.Aku yang mendengar kabar mertuaku kecelakaan sontak terkejut. Meskipun ia selalu bersikeras untuk menjodohkan Mas Haviz dengan orang lain. Namun, ia dulu sempat merawatku ketika sakit. Makan dan minum ia layani meskipun dengan disertai ocehan yang kadang tak enak didengar."Ya, Mas, jemput aku segera ya," sahutku menyambar ketika ada kabar. Telepon pun terputus. Mama tersenyum tipis melihat wajahku. Matanya berkaca-kaca seraya sedih menatapku. "Kenapa, Mah? Kok mandang aku seperti itu?" tanyaku dengan mata menyipit."Mama salut denganmu, Ra. Begitu hormatnya kamu pada mertua, semoga jadi pahala untukmu," tutur mama sedikit sendu."Mah, kalau pada orang tua, aku selalu ingat orang tua kandungku, meskipun aku ini anak satu-satunya, dan tidak mungkin Mama melakukan hal seperti Mama Yuni, tapi tidak tega saja kalau itu te

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status