Share

Bab 3

"Ayahku namanya Ayah Angga, Tante," ucapnya. Kemudian, wanita yang bersamanya menarik pergelangan tangan anak itu.

"Anggi! Ayo kita pulang, ingat pesan Mama, jangan banyak bicara dengan orang asing!" sungutnya marah. "Maaf, Mbak. Kami mau pulang dulu," pamitnya sambil menarik tangan anaknya.

Akhirnya mereka pergi, lalu bocah itu masih menoleh dan melambaikan tangan. Ia memberikan kode padaku. Jarinya menunjukkan angka satu dan lima jari. Apa arti dari kode yang ia berikan?

Aku melambaikan tangan seraya berpisah dengannya dan anak itu pun memberikan kiss bye dari jauh. Aku pun melakukan hal yang sama.

***

Setibanya di rumah. Mas Haviz sudah berada di teras, ia menungguku sambil nyeruput secangkir teh.

"Assalamualaikum, Mas," sapaku sambil meraih punggung tangannya.

"Waalaikumsalam," sahutnya. "Sudah ketemu Keyla tadi?" tanyanya.

"Tahu dari Mbok Susi ya, Mas?" tanyaku balik. Kemudian, aku duduk di sebelahnya.

"Aku mandi dulu, Dek," ucapnya sambil berdiri. Namun, aku meraih pergelangan tangannya, dan mencegah Mas Haviz untuk masuk.

"Mas, aku mau bicara." Ada rasa takut campur gelisah melebur jadi satu.

"Mau bicara apa, Sayang?" tanyanya. Kemudian, ia duduk kembali, dan menyorotiku.

Aku memandang wajahnya, rasanya tidak mungkin anak itu anak Mas Haviz. Sebab, sewaktu aku sakit saja ia tidak mau menikah dengan wanita lain. Masa iya tiba-tiba ia memiliki anak, dan sudah berusia lima tahun pula. Aku sakit kan empat tahun yang lalu.

"Emm, nggak jadi, Mas," candaku disertai dengan senyum mengembang.

"Huh, ngerjain kamu, ya," celetuknya sembari menggelitik tubuhku. Akhirnya kami pun tertawa lepas, aku mengurungkan niat untuk menanyakan hal yang rasanya tidak mungkin Mas Haviz lakukan.

Makan malam bersama biasa kami lakukan setiap harinya. Hanya ketika aku sakit saja, Mas Haviz tidak melakukan hal itu. Kalau ingat masa-masa itu, bagaimana ia merawatku dengan sabar, tentu tidak akan pernah berani mencurigai Mas Haviz dalam segi apapun.

Meja makan selalu dipenuhi kebahagiaan, tidak ada sedikit pun celah yang kutemui dalam diri Mas Haviz. Ia terlalu sempurna untukku.

Ponselku tiba-tiba berdering. Dari orang tuaku di kampung. Aku segera menghentikan makan malam diakhiri dengan meminum segelas air putih.

"Assalamualaikum, Mah," ucapku mengawali pembicaraan.

"Waalaikumsalam, Ra. Mama punya kabar bahagia, insyaallah sengketa tanah dengan pemilik pabrik, keluarga kita yang menang, bayangkan saja, Ra, kita dapat uang triliunan dalam waktu dekat ini," ucap mama membuatku bahagia. Ini berita bahagia, sudah bertahun-tahun sengketa tanah, akhirnya yang menang keluarga kami juga.

"Alhamdulillah, rezeki ya, Mah. Saran Ara, kalau bisa uangnya dibelikan tanah lagi, lalu bikin yayasan yatim piatu," usulku pada mama. Mas Haviz yang sedang makan pun mengangkat alisnya seraya menanyakan apa yang dikatakan mama. Kemudian, aku pun memberikan kode dengan meletakkan jari telunjuk di bibirku seraya menyuruhnya diam dulu.

"Ya sudah, Mama hanya beritahu itu aja, kamu sehat-sehat ya, di sana," tutupnya. Kemudian, telepon pun terputus setelah kami saling mengucapkan salam.

Aku ceritakan pada Mas Haviz apa yang mama katakan. Ia turut bahagia dan mengucapkan selamat padaku.

"Ciye, jadi milyader nih," ledek Mas Haviz.

Malam semakin larut. Namun, aku tak kunjung bisa tidur. Miring ke kanan salah, ke kiri pun gelisah. Entahlah, aku belum bisa memejamkan mata. Sedangkan Mas Haviz, ia sudah terlelap dan masuk ke alam mimpi.

Aku duduk bersandar sambil mengusap layar ponsel. Iseng-iseng aku menoleh ke arah ponsel Mas Haviz yang tiba-tiba menyala tanpa suara notifikasi. Sepertinya ia sengaja mematikan dering notifikasinya.

Bukan lancang, tapi penasaran, aku coba usap lembut layar ponselnya. Lalu membaca pesan masuk dari beberapa kontak yang barusan mengirimkan pesan.

Ada satu nama yang membuat rasa penasaran ini ingin membaca isi pesan seluruhnya, yaitu dari Maya Agustina.

[Tadi aku ketemu Mbak Ara di taman, Mas.]

Kemudian, ada juga yang membuatku mendelik membaca chat dari seorang lelaki.

[Tadi istri gue bilang, bahwa besok dia mau ke rumah elo ketemu Ara lagi, bawa dia pergi dari rumah besok ya, kalau mau semuanya aman!]

Pesan itu dari kontak yang bernama Firman. Apa Firman yang ia maksud adalah suaminya Keyla?

Aku menelan sedikit salivaku, membaca pesan-pesan tersebut. Maya Agustina, Firman, mereka akan menjadi list nama yang akan kuselidiki nantinya.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
ternyata suami romantis sama istri blm tentu dia setia sama istriny
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status