Share

Bab 3 : Kompensasi lain

Wanita muda itu berjengit kaget saat mendengar uang ganti rugi sebagai kompensasi atas kesalahan buah hatinya. Wajah wanita itu tampak gusar dengan raut wajah bingung yang begitu kentara di wajah cantiknya.

Ben sendiri tampak menikmati ekspresi kalut itu, seolah ia sudah menemukan hiburan terbaru untuk mengusir rasa penat akibat pekerjaan yang mencekik dirinya. Wajah wanita muda di hadapannya sebenarnya sangat cantik, lebih cantik daripada Marinka yang berstatus sebagai sekretarisnya.

Wajahnya yang mirip boneka itu menghipnotisnya. Dengan mata hijau yang begitu memukau, hidung kecil yang mungil namun mancung, kulit seputih susu dengan bibir merah mungil yang menggoda. Rambutnya yang berwarna hitam terlihat begitu lembut dan halus dan sangat pas dengan potongan rambut hime yang dipadukan dengan wolf cut dibagian depan, lalu rambut panjang yang lurus sebokong dibagian belakang. Tubuhnya seperti gitar spanyol, begitu indah dan memikat.

Akan tetapi, pria itu sedikit terganggu dengan baju lusuh yang wanita itu kenakan. Seolah merusak pemandangan surgawi yang saat ini tersaji di depannya.

Rasanya tangan pria itu gatal ingin membawa wanita ini pergi dan mengajaknya ke salon untuk melakukan beberapa perubahan pada wajah cantiknya agar semakin memukau.

Setelah itu, Ben bisa membawanya ke toko baju terkenal dan membelikannya pakaian seksi yang pasti pas di tubuh cantiknya lalu mengurungnya di suatu tempat.

Angan angan itu terasa nyata untuk Ben yang saat ini menatap tubuh wanita muda itu dengan penuh minat, layaknya mangsa yang sudah mengincar korbannya. Matanya memicing tajam dengan gelora panas yang menghampiri tubuhnya.

Disisi lain, bocah laki laki bernama Terry tentu saja terusik dengan pria dewasa di hadapan ibunya ini. Tatapan Ben terlihat menyeramkan di matanya. Sebagai seorang anak laki laki, Terry merasa berkewajiban untuk menghentikan tatapan Ben yang terlihat cabul itu dengan cara menegurnya.

"Paman, jangan melihat Mommy Terry seperti itu," ujar bocah laki laki itu dengan nada kesal sambil menatap Ben dengan tatapan tajam khasnya. Bibirnya mengatup kuat dengan alis menukik tajam, seolah hendak memakan Ben saat itu juga.

"Ehem! Aku tidak melihat ibumu, bocah," ujar Ben mengalihkan tatapannya ke arah lain, merasa malu karena ketahuan telah memandangi seorang wanita muda dengan tatapan genit dan memuja di hadapan anaknya yang notebene berkarakter keras dan galak.

"Aku melihat paman yang tengah melihat Mommy. Tolong jangan mengelak,"

Ucapan Terry bak racun untuk Ben yang saat ini mati kutu karena tak bisa membalas perkataan bocah kecil itu. Ben heran, mengapa anak ini ucapannya begitu tajam dan pedas? Berbeda dengan kembarannya yang begitu kalem dan lembut. Ben mengabaikan hal itu lalu menatap wanita muda di depannya sambil berdehem pelan untuk mengusir rasa canggung yang tercipta.

"Jadi, bagaimana, Miss?"

"Tuan, saya tak sanggup jika harus menggantinya sebanyak itu," ujar wanita muda itu dengan nada lemah dan juga putus asa.

"Tapi saya juga tak mungkin untuk tak meminta ganti rugi pada anda akibat ulah anak anda, Miss. Jadi lebih baik anda segera membayar kompensasi agar saya bisa segera pergi dari sini," ujar Ben dengan nada menekan wanita muda di hadapannya agar segera memberikan apa yang ia inginkan.

"Tuan..."

"Saya tidak mau tahu, Miss. Saya butuh uang itu saat ini juga agar bisa membeli celana yang baru!"

Wanita muda itu memejamkan mata, berusaha untuk berpikir cara untuk keluar dari masalah ini. Otaknya terasa buntu dan kosong. Rasanya, ia ingin menangis dan berteriak saat itu juga.

"Kau tak bisa mengabulkannya? Baiklah, kalau begitu aku meminta kompensasi lain," ujar Ben dengan seringai yang tercetak jelas di wajah tampannya.

Wanita itu menoleh, tersenyum tipis saat ada opsi kedua untuk menyelesaikan masalah pelik ini. Ia menghela napas lega walau hanya sejenak. Meskipun tak tahu apa yang akan Ben minta, tapi setidaknya ia bisa bernapas sejenak. Wanita muda itu berharap agar permintaan Ben tidak berhubungan dengan uang.

"Apa itu, tuan?" Tanya gadis itu dengan nada lugunya yang begitu manis.

"Datanglah ke apartemenku malam ini," bisik Ben dengan nada pelan tepat ditelinga wanita muda itu.

Wanita muda itu membulatkan mata horor, dengan wajah pucat pasi. Tubuhnya membeku mendengar permintaan lain yang diinginkan oleh pria di hadapannya. Mulutnya terasa kelu untuk bicara. Suaranya tercekat di kerongkongan. Permintaan kedua ini terasa lebih berat daripada yang pertama.

Ralat, kedua permintaan ini sangat sulit untuknya. Mata hijau wanita muda berkaca kaca dengan hidung yang sudah mulai memerah, bersiap untuk menumpahkan air matanya. Demi kerang ajaib, ini adalah masalah pelik yang ia hadapi, setelah "kejadian" itu yang membuatnya kehilangan segalanya.

"Jadi bagaimana, Miss? Anda bersedia?" Tanya Ben dengan nada menggoda sambil menaik turunkan alisnya.

"Saya...."

Saat wanita muda itu hendak menjawab, Marinka segera menginterupsi percakapan keduanya. Wanita berambut pirang itu berdehem kecil seraya menggelayut manja di lengan kekar milik Ben, membuat pria itu menatap sekretarisnya dengan mata melotot.

"Ben, sudahlah. Lagipula ini hanya kesalahan kecil. Jangan dibesar besarkan seperti itu," ujar Marinka dengan nada manjanya, tak mempedulikan bahwa masih ada dua bocah kecil diantara mereka.

"Lagipula, dari yang aku lihat, ia hanyalah wanita miskin yang kebetulan punya dua anak kembar. Tak mungkin ia bisa mengganti celanamu saat ia sendiri menggunakan baju lusuh seperti itu,"

Perkataan Marinka sedikitnya menggores hari wanita muda itu. Ia memejamkan matanya sambil memegang dadanya yang terasa sakit seperti ditusuk oleh duri. Tatapan merendahkan dari Marinka tentu membuatnya merasa minder dan malu.

Tanpa disangka, Terry maju ke hadapan Marinka. Bocah kecil itu menatap tajam wanita dewasa di hadapannya dengan raut wajah galaknya. "Anda jangan menghina Mommy kami. Meskipun kami miskin, setidaknya kami masih memiliki sopan santun untuk bicara sopan pada orang lain,"

"Terry!"

Terry memalingkan wajahnya ke arah lain saat mendengar ucapan ibunya yang sedikit meninggi. Tangannya bersidekap di depan dada dengan tatapan tak suka, tak merasa menyesal telah mengatakan hal seperti itu.

Wanita muda itu menghela napas kasar lalu memijat kepalanya yang sedikit berdenyut. Bagus, perkataan anak sulungnya membuat semua perhatian pengunjung kafe beralih padanya. Wanita muda itu menghela napas panjang lalu segera membungkukkan kepalanya kembali.

"Saya minta maaf atas perilaku anak saya, Miss,"

"Huh, dasar wanita miskin, kau harusnya bisa mendidik anakmu dengan baik," sarkas Marinka yang membuat hati wanita muda itu kembali tergores dalam.

"Itu benar, saya hanyalah wanita miskin yang mungkin tak selevel—"

"Kau memang tak akan selevel dengan kami berdua. Jadi lebih baik kau segera pergi dari sini dan bawa kedua anakmu dari hadapanku," ujar Marinka dengan nada kesal.

"Lalu, bagaimana dengan kompensasinya?"

"Jangan pikirkan itu! Lebih baik kau pergi dari sini dan jangan pernah menampakkan dirimu lagi di hadapanku ataupun pria ini," usir Marinka sambil mengibaskan tangan.

Wanita muda itu menghela napas panjang lalu menganggukkan kepala. Setidaknya, masalah ini bisa segera di atasi walaupun caranya terkesan aneh dan juga memalukan. Tapi itu tak penting. Setelah itu, ia dan kedua bocah kembar itu berbalik, hendak keluar dari cafe.

Saat akan melangkahkan kakinya, tangan milik Ben mencekal tangan wanita muda itu, hingga membuatnya hampir saja jatuh jika kedua anaknya tak sigap menahan tangan ibu mereka.

"Ah! Sebelum kau pergi, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," ujar Ben dengan nada cepat, membuat wanita muda itu mengerjapkan matanya karena harus memproses perkataan bagai rap musik itu.

"Apa itu? Apa saya harus tetap membayar ganti rugi dari celana yang anda pakai sekalipun wanita di sebelah anda bilang itu tak jadi masalah?" Tanya wanita muda itu menjeda sejenak perkataannya.

"Jika iya, saya akan mengumpulkan uang dan membayar kerugian yang ditimbulkan oleh Terra. Tapi tidak sekarang, Tuan,"

"Bukan itu. Aku hanya ingin bertanya, siapa namamu?"

"Nama saya Ivy Anderson,"

"Baiklah, Ivy, apa kita pernah bertemu sebelumnya? Wajahmu terasa tak asing bagiku,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status