Anak Kembar Tuan Miliader

Anak Kembar Tuan Miliader

Oleh:  Taehyunie05   Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
84Bab
5.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

(Romance - Mystery) Ivy Anderson, wanita beranak dua yang harus mendapatkan kesialan serta takdir buruk setelah bertemu dengan Ben Clayton, CEO Clayton Group yang paling berpengaruh di New York hanya karena kesalahan kecil. Ben yang terobsesi pada Ivy menghalalkan segala cara untuk mendekati Ivy, dimulai dari menaklukan si kembar Terra dan Terry maupun menggunakan cara kotor untuk mendapatkan Ivy. Apa motif Ben yang sebenarnya? Mampukah Ivy melepaskan diri dari Ben yang terobsesi padanya? "Bertekuk lututlah padaku jika kau ingin kedua anak kesayanganmu selamat dari cengkraman ku, Miss Ivy," "Tapi mereka adalah—" "Satu saja perintah dariku dilanggar, maka bersiaplah kemungkinan buruk yang menimpa mereka berdua. Bagaimana jika kita mulai dari si little devil, Terry Anderson?"

Lihat lebih banyak
Anak Kembar Tuan Miliader Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
84 Bab
Bab 1 : Mimpi Buruk
"Ben, kau harus segera menikah. Mommy menginginkan cucu darimu," ujar seorang wanita paruh baya yang kini berkacak pinggang tepat di hadapan seorang pria bernama Ben. Pria yang dipanggil Ben itu memutar mata malas disertai dengan dengusan kesal. Ia mengalihkan tatapannya dari ponsel yang saat ini sedang ia pegang. "Mom, aku masih berumur 29 tahun! Jangan terus menekanku untuk menikah!" Teriak Ben menimpali perkataan ibunya dengan urat leher yang menonjol. "Lagipula, jika Mommy mau memaksa untuk menikah, maka suruhlah Steve karena ia adalah kakakku," balas Ben lagi sambil memalingkan tatapannya ke arah lain. Ini adalah bahasan yang sangat ingin ia hindari. Pernikahan. Hanya satu kata itu saja berhasil membuat Ben yang notebene adalah seorang pria penyuka kebebasan menjadi kesal. Pria itu tak menginginkan ikatan yang akan membelenggunya. Ben tidak suka di atur oleh orang lain. Karena menurut Ben, pernikahan berarti sama saja dengan menyerahkan setengah kebebasan yang ia miliki p
Baca selengkapnya
Bab 2 : Pertemuan Tak Terduga
6 tahun kemudian... "Sialan! Apa kau tak punya mata sampai menumpahkan susu milikmu pada celanaku?!" Teriak seorang pria dengan keras pada seorang anak perempuan berambut hitam yang saat ini tengah menundukkan kepala. Tubuh anak perempuan itu bergetar ketakutan mendengar bentakan pria dewasa di hadapannya. Mata bulatnya yang berwarna hijau terang sudah bersiap untuk mengeluarkan air mata. "Ben, tenangkan dirimu, ini hanya kesalahan kecil. Lagipula, adik manis itu tak mungkin sengaja juga menumpahkan susunya," ujar seorang gadis berambut pirang yang saat ini menenangkan pria yang bersiap kembali mengamuk karena celana yang ia gunakan menjadi basah dan lengket. Pria yang dipanggil Ben menatap tajam gadis berambut pirang itu dengan mata cokelatnya sembari mengeratkan rahangnya yang tegas hingga giginya mengatup. Wajah marah dan kesal bercampur menjadi satu di wajah tampannya. "Tapi dia sudah menumpahkan susunya padaku, Marinka. Apalagi kita akan ada meeting dengan Adam Corp setel
Baca selengkapnya
Bab 3 : Kompensasi lain
Wanita muda itu berjengit kaget saat mendengar uang ganti rugi sebagai kompensasi atas kesalahan buah hatinya. Wajah wanita itu tampak gusar dengan raut wajah bingung yang begitu kentara di wajah cantiknya.Ben sendiri tampak menikmati ekspresi kalut itu, seolah ia sudah menemukan hiburan terbaru untuk mengusir rasa penat akibat pekerjaan yang mencekik dirinya. Wajah wanita muda di hadapannya sebenarnya sangat cantik, lebih cantik daripada Marinka yang berstatus sebagai sekretarisnya. Wajahnya yang mirip boneka itu menghipnotisnya. Dengan mata hijau yang begitu memukau, hidung kecil yang mungil namun mancung, kulit seputih susu dengan bibir merah mungil yang menggoda. Rambutnya yang berwarna hitam terlihat begitu lembut dan halus dan sangat pas dengan potongan rambut hime yang dipadukan dengan wolf cut dibagian depan, lalu rambut panjang yang lurus sebokong dibagian belakang. Tubuhnya seperti gitar spanyol, begitu indah dan memikat. Akan tetapi, pria itu sedikit terganggu dengan ba
Baca selengkapnya
Bab 4 : Bercerita
Mata Ivy bergulir ke samping dengan genggaman tangan yang menguat pada kedua tangan anaknya. Bibirnya ia gigit dengan napas tertahan, membeku mendengar pertanyaan itu. "Maaf?" "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Ben mengulangi kalimatnya. Ia dengan sabar menunggu jawaban dari wanita muda beranak dua di hadapannya, ingin memastikan ingatan samar yang tiba tiba saja melintas di kepalanya saat ia melihat wajah Ivy. Pria itu yakin sekali jika wanita muda yang berada di hadapannya ini adalah orang yang selama ini ia cari. "Kita tak pernah bertemu sebelumnya, Tuan," jawab Ivy dengan nada tersendat, seolah kehilangan suara. Tatapan mata Ivy terlihat begitu sendu, dibarengi dengan mata yang berkaca kaca. Ivy segera memejamkan matanya dan melirik kembali tangan yang dipegang oleh Ben. "Anda bisa melepaskan tangan anda, Tuan. Saya harus pulang karena harus bekerja," Ben segera melepaskan tangan wanita muda itu dengan cepat. Pria itu baru sadar jika ia masih memegang tangan Ivy
Baca selengkapnya
Bab 5 : Kejadian di Supermarket
Ben segera merebahkan dirinya di atas kasur kesayangannya setelah melakukan meeting dengan pemilik Adams Corp. Pria itu merasa kelelahan luar biasa setelah mengalami hari yang panjang. Celana yang kotor ia lempar kedalam keranjang cucian kotor yang terdapat di sudut ruangan. Karena merasa gerah, Ben segera mengendurkan dasi yang mencekik lehernya dan menyalakan air conditioner. Begitu udara yang dihasilkan oleh AC itu memenuhi ruangan, Ben segera menutup matanya. Ia ingin tidur hari ini dan berencana akan pergi ke klub malam nanti untuk mencari wanita yang bisa diajak tidur dengannya. Rasa rileks dapat Ben rasakan saat ini. Dirinya hampir saja terlelap sebelum bantingan pintu yang kasar dan juga keras menghancurkan niatnya, hingga matanya kembali terbuka dengan sempurna. "Sialan! Kau tak bisa membuka pintu dengan lebih santai?" Hardik Ben seraya menatap tajam si pelaku yang saat ini tengah memasang wajah tak berdosa. Ben ingin sekali mencekik orang itu andai saja ia tak ingat ji
Baca selengkapnya
Bab 6 : Ayah?
"Mengapa anda menanyakan suami saya?" Tanya Ivy pelan, merasa tak nyaman dengan topik pembahasan yang Ben angkat. Ini adalah pembahasan yang normal, namun entah kenapa terlalu sensitif untuk Ivy. wanita muda itu merasa jika Ben terlalu ingin tahu akan urusan pribadinya."Kau masih punya hutang tentang celanaku yang kotor gara gara anak perempuanmu, omong-omong," Ben mengingatkan dengan nada rendah, membuat bulu kuduk Ivy merinding disko karenanya. "Dan lagi, kau bisa meminta pada suamimu untuk ganti rugi yang kau lakukan padaku. Jadi, aku tanya sekali lagi, dimana suamimu?"Wanita muda itu ingin meninggalkan Ben saat ini, berlari sejauh mungkin dari pria itu. Tatapan mengintimidasi dan mendominasi yang Ben keluarkan membuatnya tak nyaman seolah tercekik. Hanya saja ia tak bisa melakukannya untuk sekarang. Ivy tak mau dilaporkan oleh Ben pada atasannya dengan alasan tak melayani konsumen dengan baik yang berakhir dengan pemotongan gaji. Tidak! jangan sampai hal itu terjadi padanya."
Baca selengkapnya
Bab 7 : Bertemu lagi
"Ini, cemilanmu," Ben menyodorkan satu kantong keresek besar berisi snack, kue kering dan beberapa minuman botol pesanan kakak kembarnya. Steve segera meraih kantung keresek itu dengan hati riang. Pria itu berjalan menuju ke sebuah sofa yang berada di sudut ruangan, mengabaikan Ben yang berdiri mematung disana. Ben mengumpat dalam hati melihat perilaku Steve yang menurutnya kurang ajar. Bukannya berterima kasih, pria itu malah melenggang meninggalkan dirinya sendirian disana seperti orang bodoh. Dengan kesal, Ben segera menghampiri Steve yang saat ini tengah duduk santai di sofa sambil membuka snack dan kue kering yang tadi ia beli."Bukannya berterima kasih, kau malah meninggalkanku disana seperti orang bodoh," gerutu Ben kesal. Pria itu menghempaskan tubuhnya di sofa single terpisah yang berada di sebelah Steve sambil memijat kepalanya yang terasa berdenyut."Heh, biasanya juga kau langsung pergi," sahut Steve dengan yang terdengar menyebalkan di telinga Ben."Tumben kau masih d
Baca selengkapnya
Bab 8 : Tertolak
"Maaf, tuan. Sepertinya saya harus menolak tawaran anda," Ivy menolak langsung tawaran itu lagi, tentu dengan bahasa yang sangat halus selembut sutra agar Ben tak tersinggung. Pria itu menaikkan alisnya, bingung dengan penolakan yang dilontarkan oleh wanita beranak dua di hadapannya. Matanya menelisik ke arah Ivy, dengan tatapan penasaran dan juga menuntut disaat yang bersamaan."Kenapa kau menolakku? Apa alasannya?" Tanya Ben bertubi tubi, tak terima ditolak lagi untuk kedua kalinya. Pria itu berusaha untuk mempertahankan sikap ramahnya agar bisa menggali rasa tertariknya pada Ivy.Ivy tersenyum manis menanggapi pertanyaan itu. Ia menghela napas sejenak dan kembali menatap Ben dengan senyuman kecil yang terukir di bibir mungilnya yang merah dan menggoda.Ben kehilangan fokus. Ia malah memerhatikan bibir mungil itu. Rasanya Ben ingin mencecap bibir manis itu dan membungkamnya dengan bibirnya. Berbagai pikiran liar kini merasuki tubuhnya, membuat hasrat yang terpendam entah kenapa te
Baca selengkapnya
Bab 9 : Perubahan Terry
Setelah pulang berbelanja bulanan, Ivy segera membereskan semua yang tadi ia beli ke dalam kulkas, tentu dengan dibantu oleh si kembar. Kedua anaknya itu begitu bersemangat menyodorkan benda yang tadi mereka beli pada Ivy. "Mommy, aku mau mengatakan sesuatu pada Mommy," ujar si kecil Terra yang saat ini menyodorkan sekotak telur pada Ivy. Wanita berambut hitam itu menoleh pada anak perempuannya dengan senyuman lembut yang terukir di bibir mungilnya. Ia paling suka melihat anak anaknya mengatakan apa yang mereka pikirkan.Selain itu Ivy juga mengajarkan kedua anaknya untuk saling terbuka satu sama lain jika ada masalah ataupun pengalaman menarik yang mereka alami."Tentu saja, sayang. Apa yang ingin kau katakan pada Mommy?"Terra tampak ragu. Raut wajah si kecil terlihat gelisah disertai dengan tatapan mata yang terlihat menghindar dari Ivy dan juga kembarannya, Terry. Tentu saja ini membuat Ivy merasa bingung sekaligus heran dengan kelakuan anak bungsunya.Setelah mengambil kotak te
Baca selengkapnya
Bab 10 : Pembicaraan di Bar
Untuk menghilangkan rasa tak nyaman karena tawarannya ditolak oleh Ivy, Ben mengendarai mobilnya menuju salah satu bar yang paling terkenal dikawasan ini. Pria itu berkendara dengan kecepatan penuh agar bisa segera mendinginkan isi kepalanya yang terasa kusut seperti sekarang.Tak membutuhkan waktu lama, Ben pun tiba di tempat tujuannya. Setelah memarkirkan mobil, Ben segera melangkahkan kakinya menuju ke dalam bar, melewati para bodyguard yang berjaga disana dengan santai. Pria itu memasukkan tangannya ke saku dengan kacamata hitam yang bertengger di wajahnya.Begitu masuk, suara dentuman musik yang cukup keras terdengar di telinga Ben. Lampu disko yang warna warni memancarkan cahayanya. Bau parfum yang cukup menyengat bercampur padu menjadi satu di ruangan itu. Wanita wanita berpakaian seksi yang tengah menari dengan gerakan sensual menjadi pemandangan surgawi bagi lelaki yang ingin mencuci mata. Aroma alkohol yang cukup menusuk menjadi pelengkap bagaimana keadaan bar yang Ben samb
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status